tirto.id - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keliru menyebut terpidana koruptor sebagai penyintas. Peruntukan kata penyintas tidak sesuai dengan konteks.
"KPK telah melecehkan pengertian penyintas. Maknanya telah diselewengkan KPK menjadi pelaku. Tidak pantas koruptor disebut penyintas," ujarnya kepada reporter Tirto, Senin (23/8/2021).
Zaenur merujuk KBBI, penyintas berarti “orang yang mampu bertahan hidup.” Berdasarkan arti minimal tersebut saja, kata dia, para narapidana lebih cocok disebut pelaku.
"Yang bertahan hidup bukan koruptornya. Tetapi masyarakat luas sebagai pihak yang dirugikan akibat korupsi," ujarnya.
Penggunaan frasa penyintas untuk terpidana koruptor dipakai oleh Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana. Namun belakangan KPK sudah meluruskan hal tersebut.
"Istilah penyintas dalam konteks sebagai korban korupsi tentu kurang tepat disematkan kepada mereka. Kita perlu akhiri polemik istilah penyintas ini. Kami meyakini, penanaman nilai-nilai integritas antikorupsi bisa menjadi benteng pengendalian diri dari niat jahat untuk melakukan perbuatan korupsi," ujar Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati dalam keterangan tertulis.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz