Menuju konten utama

Penyidik KPK Nonaktif: Kerugian Korupsi Bansos Bisa Tembus Rp2 T

Nilai riil paket bansos sembako yang dikorupsi mencapai Rp180 ribu dari pagu anggaran Rp270 ribu.

Penyidik KPK Nonaktif: Kerugian Korupsi Bansos Bisa Tembus Rp2 T
Terdakwa yang juga mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menunggu dimulainya sidang lanjutan kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) COVID-19 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (9/6/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

tirto.id - Penyidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Andre Nainggolan membeberkan fakta soal korupsi bantuan sosial pada masa COVID-19. Kerugian akibat korupsi bansos disebut mencapai Rp2 triliun.

Andre adalah Kepala Satgas Kasus Bansos yang telah menjebloskan Juliari Peter Batubara, Menteri Sosial kala itu. Ia buka suara mengenai materi kasus lewat sebuah diskusi yang digelar Indonesia Corruption Watch pada Selasa (6/7/2021).

Andre tidak bisa leluasa lagi untuk mengungkap korupsi bansos karena sudah nonaktif lewat Tes Wawasan Kebangsaan. Namanya masuk ke dalam 51 pegawai yang diberhentikan pada 1 November 2021 mendatang.

Padahal ia menemukan potensi kerugian besar. Berawal dari tagihan paket bansos dari salah satu perusahaan pemenang tender. Dokumen penagihan menunjukkan biaya riil untuk satu paket bansos adalah Rp180 ribu padahal untuk satu paket dianggarkan Rp270 ribu.

Angka itu pun kemungkinan masih lebih besar daripada harga barang riilnya mengingat banyaknya perusahaan subkontraktor yang terlibat.

"Setidaknya ada Rp90 ribu per paket sudah hilang nilainya. Kalau kita kalikan dengan jumlah seluruhnya itu bisa mencapai Rp2 triliun," kata Andre.

Potensi kerugian lain tampak dari lapisan pemenang tender. Perusahaan utama tidak punya kualifikasi menangani sembako. Kemudian pemenang tender mempekerjaan perusahaan lain. Dari dua rantai perusahaan saja keuntungan diambil 20 persen. Keuntungan 20 oersen itu didapatkan tanpa perusahaan bekerja.

"Jadi tidak ada satu entitas perusahaan yang benar bisa menyediakan seluruh isi sembako yang didistribusikan," kata Andre.

Kronologi Program Bansos

Pemerintah menggelontorkan dana Rp6,8 triliun untuk belanja 22,8 juta paket sembako bagi 1,9 juta rumah tangga dan 1 juta komunitas. Pembagian bansos dibagi 12 tahap sejak April sampai Desember 2020 untuk rumah tangga dan 2 tahap untuk komunitas.

Nilai per paket bansos adalah Rp300 ribu. Namun nilai bantuan yang diterima lebih kecil karena dipotong Rp15 ribu per paket untuk biaya distribusi dan Rp15 ribu per paket untuk biaya kantung.

"Dalam pelaksanaan dari 1,9 juta paket bansos yang akan diadakan itu, rupanya jatah pengadaannya sudah dibagi-bagi," kata Andre.

Dalam temuan penyidik ada 1 juta paket bansos dan 400 ribu paket bansos menjadi jatah dua orang anggota legislatif. Andre tidak menyebut nama anggota yang dimaksud.

Hanya saja dalam sejumlah pemberitaan ada dua orang nama disebut yakni Herman Herry dan Ihsan Yunus. Keduanya politikus PDIP. Baik Herman maupun Ihsan sudah membantah keterlibatannya dalam tender sembako bansos. Namun dalam sebuah sidang dengan terdakwa Juliari terkuak bahwa 1 juta paket bansos menjadi jatah Herman. Sedangkan Ihsan mengamankan 400 ribu paket.

Pejabat Kemensos mengelola 300 ribu paket sembako. Kemudian Juliari bersama kerabat dan kolega mengelola 200 ribu paket. Dalam kasus Julari terungkap hasil pemotongan dana bansos mencapai Rp32,5 miliar untuk 500 ribu paket. Duit haram dari sumber korupsi itu diperoleh dari hasil pemotongan 109 vendor.

"Kalau kita ambil angka Itu dari keseluruhan anggaran yang besarnya Rp6,8 triliun itu tidak mencapai 0,5 persen, itu hanya bagian suap, dan itu hanya yang berkaitan dengan yang kita ungkap hanya sebagian kecil dari pemberi," kata Andre.

Baca juga artikel terkait KORUPSI BANSOS COVID-19 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali