tirto.id -
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, menghilangnya Royani yang merupakan sopir dari Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dapat mengganggu penyelidikan KPK.
"Tentu saja (mengganggu). Royani termasuk yang mengetahui aktifitas keseharian Pak Nurhadi," kata Alexander di Jakarta, Senin (30/5/2016).
Kendati demikian, Alexander tidak ingin mengungkapkan apakah nantinya keterangan Royani dapat membuktikan bahwa Nurhadi terbukti terkait dengan sejumlah kasus yang sedang berperkara di MA.
"Kalau (hubungan) itu masih perlu didalami lagi karena orangnya (Royani) belum ketemu, belum ditanya," ungkap Alexander.
Alexander menjelaskan, Royani sudah diberhentikan oleh Mahkamah Agung karena sudah lebih dari 30 hari tidak masuk kantor. Untuk itu ia meminta kepada masyarakat yang mengetahui keberadaan Royani agar memberitahukan kepada KPK.
"Kita minta bantuan kepada siapa saja yang mengetahui keberadaan Royani. Masyarakat bisa melaporkan, wartawan juga bisa. Selain itu KPK juga minta bantuan kepada aparat lainnya, dari kepolisian dan imigrasi untuk melacak keberadaan Royani. KPK berharap Royani segera melaporkan diri untuk dimintai keterangannya," tegas Alexander.
Sementara terkait dengan penjelasan Nurhadi di hadapan Komite Etik MA yang mengaku tidak memiliki hubungan dengan pihak yang berperkara di MA, Alexander menjelaskan, hal tersebut tidak mempengaruhi jalannya penyidikan di KPK.
"Dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan KPK sama sekali tidak terpengaruh dengan hasil pemeriksaan etik yang dilakukan oleh komite etik sebuah lembaga," ungkap Alexander.
Untuk diketahui, saat ini KPK sedang melakukan penyelidikan terhadap Nurhadi pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap panitera/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution dan Doddy Aryanto Supeno sebagai swasta pada 20 April 2016.
KPK juga telah mencegah Nurhadi bepergian keluar negeri dan menggeledah rumahnya di Jalan Hang Lekir pada 21 April 2016 dan menemukan uang total Rp1,7 miliar yang terdiri dari sejumlah pecahan mata uang asing yang diduga terkait dengan pengurusan sejumlah kasus.
KPK menduga, Royani adalah orang yang menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang memiliki kasus di MA. KPK telah memanggil Royani sebanyak dua kali, tapi yang bersangkutan tidak kunjung memenuhi panggilannya, sehingga KPK menduga Royani disembunyikan.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yakni panitera/sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution dan Doddy Aryanto Supeno sebagai pemberi suap.
Atas perbuatannya, Edy Nasution mendapatkan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar dengan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Doddy Aryanto Supeno mendapatkan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1. (ANT)
Baca juga artikel terkait KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Sumber: Antara
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Abdul Aziz
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Abdul Aziz