Menuju konten utama

Penuhi Panggilan Polisi, Haris Azhar: Pejabat Lebih Baik Urus Papua

Direktur Lokataru Haris Azhar menyatakan mestinya pejabat Indonesia fokus mengurus Bumi Cenderawasih.

Penuhi Panggilan Polisi, Haris Azhar: Pejabat Lebih Baik Urus Papua
Aktivis HAM Haris Azhar. Rangga Jingga/Antaranews

tirto.id - Direktur Lokataru Haris Azhar menjalani pemeriksaan perihal dugaan pencemaran nama baik dan fitnah yang dilaporkan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Ia memberikan klarifikasi tertulis kepada polisi.

Dia menyatakan mestinya pejabat Indonesia fokus mengurus Bumi Cenderawasih. “Jadi, daripada pidanakan saya, lebih baik penguasa di republik ini segera urus Papua supaya damai, supaya tidak ada korban,” kata Haris di Polda Metro Jaya, Senin (22/11/2021).

Dalam pemeriksaan itu ia juga menjelaskan perihal saluran Youtube miliknya. “Medianya identitas akun channel-nya seperti apa. Kedua, peruntukan dari identitas itu untuk apa materi ini. Lalu ketiga terkait materi, saya jelaskan sebagaimana di materi Youtube, itu terkait situasi di Papua yang juga punya korelasi dengan banyak kepentingan publik yang lebih luas lagi,” sambung Haris.

Mestinya Haris dan Fatia Maulidiyanti, Koordinator Kontras yang juga diadukan dalam perkara ini, menghadiri mediasi dengan pelapor pada 15 November 2021. Namun keduanya berhalangan hadir, dan hanya Luhut yang datang memenuhi undangan penyidik itu.

Mediasi gagal, Luhut berencana memerkarakan kasus ini ke ranah pengadilan. Haris merespons soal ketidakhadirannya. “Saya tak datang sekali, ‘megafonnya terlalu besar’, tapi ketika orang lain tak datang dalam proses mediasi, dua kali juga dia (Luhut) tak datang kami santai saja,” kata dia.

Kasus Haris-Fatia dan Luhut bermula pada Agustus lalu. Kala itu Fatia tampil dalam akun Youtube Haris Azhar yang berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!!" Kuasa hukum Luhut menyomasi Fatia dalam tempo 5x24 jam sejak surat tersebut diterbitkan.

Hal ini juga berkaitan dengan temuan koalisi masyarakat sipil perihal indikasi kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua. Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.

Dalam kajian koalisi ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan).

Haris menuturkan, usai penayangan episode itu ia mendapatkan dokumen autentik tambahan. “Kalau mau dibawa ke pengadilan, saya akan senang karena pengadilan itu forum resmi dan saya akan beberkan di forum resmi dokumen saya, temuan-temuan saya. Ada banyak banget orang yang dukung untuk mengungkap,” imbuh dia.

Lanjut ke Pengadilan

15 November, mediasi dua pihak gagal. Mestinya pertemuan itu berlangsung di pekan sebelumnya, tapi urung lantaran ia harus ke luar negeri. Karena mediasi kali ini tak membuahkan hasil, maka Luhut akan melanjutkan proses hukum yang ia layangkan.

"Biar sekali-sekali belajar. Kami ini kalau berani berbuat, berani bertanggung jawab. Lebih baik bertemu di pengadilan saja. Kalau dia yang salah, ya, salah. Kalau saya yang salah, ya, salah,” kata Luhut.

Baca juga artikel terkait KASUS HARIS AZHAR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari