tirto.id - Tabzir atau tabdzir dalam Islam mencerminkan sifat pemborosan atau penghamburan harta yang melibatkan pengeluaran untuk tujuan yang tidak benar atau tidak sesuai dengan haknya.
Dalam istilah agama, tabzir mengacu pada membelanjakan harta untuk hal-hal yang tidak layak menurut ketentuan agama.
Contoh umum dari sifat tabzir mencakup berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Misalnya, memberikan sumbangan untuk kegiatan maksiat, mengkonsumsi makanan atau minuman yang tidak bermanfaat, membuang-buang makanan yang masih layak dikonsumsi, atau membeli barang-barang yang tidak memberikan manfaat nyata.
Dalam Islam, sifat tabzir dianggap sebagai perilaku tercela. Pemborosan harta dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama yang mendorong umatnya untuk mengelola harta dengan bijaksana dan bertanggung jawab.
Sikap tabzir juga dihubungkan dengan ketidakbersyukuran terhadap nikmat Allah, karena melibatkan penghamburan nikmat yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan dengan baik.
Pengertian Sifat Tabzir dalam Islam
Dalam Islam, sifat tabzir merujuk pada perilaku boros atau pemborosan, yang dapat termanifestasi dalam penggunaan harta, kesehatan, dan waktu.
Sihabul Milahudin dalam buku Akidah Akhlak Kelas XI (2020) menjelaskan bahwa dalam bahasa Arab, tabdzir berasal dari kata "badzara-yubadzdziru-tabdziiron," yang mengartikan penggunaan atau pemakaian sesuatu pada hal yang tidak diperlukan.
Sementara itu, dalam terminologi agama, pengertian tabzir menggambarkan tindakan membelanjakan harta tidak sesuai dengan hak atau tujuan yang ditentukan untuk harta tersebut.
Pengertian tabdzir juga dapat merujuk pada perbuatan mengeluarkan harta untuk hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
Masih dalam buku yang sama dipaparkan bahwa dalam ajaran Islam, sifat tabdzir dijelaskan dalam berbagai ayat Al-Qur'an dan hadis.
Contohnya, surat Al-Isra ayat 26-27 menekankan larangan terhadap penghamburan harta secara boros dan mendorong untuk memberikan hak-hak yang seharusnya diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Selain terkait dengan penggunaan harta, sifat tabzir juga mencakup konteks kesehatan dan waktu. Pemborosan dalam hal-hal ini dianggap tidak dianjurkan dalam ajaran Islam. Misalnya, penggunaan nikmat sehat dan waktu luang secara berlebihan tanpa mendapatkan manfaat yang baik dianggap sebagai bentuk tabzir.
Secara keseluruhan, sifat tabzir dalam Islam mengandung makna larangan terhadap perilaku boros dan pemborosan, baik dalam penggunaan harta, kesehatan, maupun waktu.
Ajaran ini menegaskan pentingnya pengelolaan bijaksana terhadap nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, muslim diajak untuk memahami konsep tabzir dan menghindarinya agar dapat menjalani kehidupan yang seimbang sesuai dengan ajaran agama.
Contoh Sifat Tabzir dalam Kehidupan Sehari-hari
Contoh tabdzir dapat ditemukan dalam perilaku sehari-hari, misalnya berkaitan dengan boros waktu, uang, makanan dan masih banyak lagi.
Dirangkum dari buku Akidah Akhlak Kelas XI (2020) serta Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas X (2021), berikut ini contoh tabzir yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
- Memberikan sumbangan untuk acara pesta minum-minuman keras, meskipun tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut. Sumbangan semacam ini dianggap sebagai perbuatan tabdzir karena mendukung kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.
- Membeli minuman keras, narkoba, atau makanan yang tidak memberikan manfaat dan justru membahayakan kesehatan.
- Membeli barang-barang yang tidak memberikan manfaat atau kegunaan yang nyata. Pengeluaran tanpa memperhitungkan tujuan dan kemanfaatan barang tersebut dapat dianggap sebagai tabdzir.
- Mengadakan pertemuan atau kumpul-kumpulan tanpa tujuan yang jelas, yang dapat dianggap sebagai pemborosan waktu atau kesempatan.
- Mengeluarkan uang tanpa memperhitungkan tujuan yang baik dan kemanfaatan yang dapat diambil. Pembelanjaan semacam ini, yang hanya mengikuti kesenangan tanpa pertimbangan yang bijaksana.
- Mengambil makanan dengan porsi yang lebih besar dari yang dibutuhkan namun tidak menghabiskannya.
- Membuang makanan yang masih kayak dikonsumsi.
- Menerima uang tunjangan tanpa mengorbankan biaya yang seharusnya dikeluarkan. Tindakan ini termasuk dalam tabzir karena mengambil keuntungan tanpa pertimbangan terhadap biaya yang seharusnya dibayarkan.
- Berbicara tanpa tujuan yang jelas dan tidak mempertimbangkan secara bijak terhadap dampak yang mungkin timbul untuk diri sendiri dan orang lain.
- Memberikan bantuan kepada orang lain dengan tujuan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Cara Menghindari Sifat Tabzir
Menghindari sifat tabzir membawa dampak positif dalam kehidupan sehari-hari, termasuk terciptanya masyarakat yang peduli, solidaritas yang kuat, serta keberkahan dalam pengelolaan harta.
Islam mendorong umatnya untuk hidup sederhana, berbagi, dan senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.
Ahmad Taufik dan Nurwastuti Setyowati dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas X (2021) menjelaskan beberapa cara menghindari sifat tabdzir sebagai berikut.
1. Prioritas pengeluaran sesuai kebutuhan
Mengelola harta dengan bijaksana melibatkan pembelanjaan sesuai dengan skala prioritas kebutuhan. Islam mendorong untuk memprioritaskan kebutuhan primer, sekunder, dan tersier dengan memenuhi yang terpenting terlebih dahulu.2. Bersedekah dan membantu orang lain
Membiasakan diri untuk bersedekah dan membantu orang lain merupakan tindakan yang dianjurkan dalam Islam. Harta yang disedekahkan dianggap sebagai kekayaan sejati, dan kebiasaan ini dapat membangkitkan rasa empati serta mempererat hubungan sosial.3. Gaya hidup sederhana
Hidup dengan sederhana menjadi ajaran Islam yang dapat membawa ketenangan batin. Memandang kebahagiaan orang lain yang hidup berkecukupan dapat mendorong untuk membantu sesama yang membutuhkan.4. Bersyukur atas nikmat Allah
Bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah adalah cara untuk menjaga hati dan pikiran tetap tenteram. Rasa syukur membawa kesadaran bahwa segala nikmat berasal dari kasih sayang Allah.5. Tindakan selektif dan terencana
Merencanakan kehidupan di masa depan membantu seseorang menjadi lebih selektif dalam penggunaan harta. Menabung dan mengatur pengeluaran dengan bijak adalah sikap yang dianjurkan dalam Islam.6. Sikap rendah hati
Memiliki sikap rendah hati terhadap kekayaan yang dimiliki adalah prinsip dalam Islam. Kekayaan dianggap sebagai amanah yang harus dipergunakan dengan bijak, dan seseorang harus menjauhi perasaan superioritas.Perbedaan Tabzir dan Israf
Perbedaan israf dan tabdzir dalam Islam adalah dari konsepnya, meskipun keduanya berkaitan dengan pemborosan.
Israf dalam konteks Bahasa Arab, dinyatakan sebagai "Asrafa –Yusrifu –Israafan," yang mengacu pada bersuka ria melewati batas yang ditentukan.
Sihabul Milahudin mendefinisikan israf sebagai tindakan di luar wewenang atau aturan tertentu, yang melibatkan tindakan yang tidak sesuai dengan kewajaran atau kepatutan.
Israf juga dapat merujuk pada menggunakan harta untuk hal yang benar namun melebihi batas yang dibenarkan, seperti makan atau minum secara berlebihan.
Dampak dari perilaku israf adalah terciptanya ketidakseimbangan pada individu dan lingkungan. Hal ini terjadi karena israf mencerminkan sikap ingkar terhadap nikmat Allah, yang memberikan rezeki untuk digunakan sesuai manfaatnya dan dalam takaran yang wajar.
Sementara itu, tabdzir dapat diartikan sebagai pemborosan atau penghamburan harta. Tabzir melibatkan pengeluaran harta untuk tujuan yang tidak benar atau tidak sesuai dengan haknya.
Misalnya, memberikan sumbangan untuk kegiatan maksiat, mengonsumsi makanan atau minuman yang tidak bermanfaat, atau membeli barang yang tidak memberikan manfaat.
Secara umum, perbedaan tabzir dan israf yakni israf lebih menekankan pada perilaku berlebihan melebihi batas yang ditentukan, sedangkan tabdzir lebih fokus pada pengeluaran harta yang tidak sesuai dengan hak atau peruntukan harta tersebut.
Meskipun keduanya melibatkan pemborosan, perbedaan konsep ini memperkaya pemahaman terhadap larangan Islam terhadap perilaku yang tidak bijaksana dalam pengelolaan harta.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Dhita Koesno