tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat penerimaan perpajakan pada Mei 2020 mengalami kontraksi 7,9 persen year on year (yoy)atau berbanding tahun lalu.
Nilainya mencapai Rp526,2 triliun atau 36 persen dari target APBN sesuai Perpres 54/2020 Rp1.462,6 triliun. Penerimaan perpajakan yang dimaksud adalah gabungan penerimaan pajak dan bea cukai sekaligus.
“Pada akhir Mei 2020 penerimaan mengalami kontraksi. Perpres 54/2020 memang ada ekspektasi kontraksi penerimaan dari tahun lalu akibat COVID-19,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Selasa (16/6/2020).
Sementara itu tax ratio atau rasio penerimaan terjadap PDB (dalam arti luas) pun baru terealisasi 3,5 persen dari target Perpes 54/2020 senilai 9,14 persen dari PDB.
Kemudian, tax ratio dalam arti luas berarti penerimaan negara dalam pajak, bea cukai, sampai royalti yang masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Turunnya penerimaan perpajakan ini menurut Sri Mulyani disebabkan kontraksi penerimaan pajak 10,8 persen yoy. Realisasinya hanya mencapai Rp444,6 triliun atau 35,4 persen dari target APBN Perpres 54/2020 senilai Rp1.254,1 triliun.
PPh migas juga tercatat mengalami kontraksi cukup dalam di kiasran 35,6 persen dengan realisasi Rp17 triliun atau 38,8 persen dari target Rp43,7 triliun. PPh non-migas juga sama terkontraksi 10,4 persen dengan realisasi Rp246,8 triliun atau 40,2 persen dari target Rp659,6 triliun.
Di samping itu, berbagai golongan pajak mengalami kontraksi. PPh 21 minus 5,3 persen, PPh 22 impor minus 24,97 persen, PPh badan minus 20,46 persen, PPh final minus 2,96 persen, PPn DN minus 2,71 persen, dan PPn impor minus 14,80 persen. Sisanya masih mengalami pertumbuhan positif.
Pendapatan Cukai Naik
Dari sisi kepabenan dan cukai penerimaan tercatat tumbuh positif 12,4 persen dengan realisasi Rp81,7 triliun atau 39,2 persen dari target Rp208,5 triliun. Penyumbang kinerja positif ini adalah cukai yang tumbuh 18,8 persen.
Sementara itu, pajak perdagangan bea masuk hanya terealisasi Rp13,8 triliun atau 40,7 persen dari target dan bea keluar terealsiasi Rp1,1 triliun atau 62,1 persen dari target. Pertumbuhan keduanya kompak minus 9,6 persen dan minus 7,9 persen.
Kinerja PNBP juga tidak terlalu menggembirakan karena secara total mengalami kontraksi minus 13,6 persen dengan realisasi Rp136,9 triliun atau 46 persen dari target Rp297,8 triliun.
Penurunan disebabkan karena kontraksi pada PNBP Sumber Daya Alam (SDA) yang minus 24,2 persen. Realisasinya hanya mencapai Rp49,3 triliun atau 59,9 persen dari target Rp82,2 triliun.
Penurunan PNBP juga disebabkan anjloknya Pendapatan dari Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) alias pos yang mencangkup dividen dari BUMN. Realisasinya hanya Rp38,9 triliun atau 96,2 persen dari target dan mengalami kontraksi 24,4 persen yoy.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali