tirto.id -
Ia menyampaikan, saat ini kondisi industri nasional sedang tidak normal mengingat Covid-19 masih membayang-bayangi perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
Karena itu, kebijakan ini dianggap tak bisa dilaksanakan dalam waktu dekat.
Dengan kontribusi 17,9 persen, lanjut Airlangga, industri pengolahan menjadi penopang dari pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga kinerjanya perlu didukung.
“Itu sedang kami bicarakan dengan Kemenkeu, intinya dalam kondisi tidak normal,” kata Menperin di Jakarta, Selasa (3/3/2020) seperti dikutip Antara.
Politisi Partai Golongan Karya ini juga menyampaikan bahwa Pemerintah masih berupaya mempermudah industri dan menghilangkan berbagai hambatan.
“Apapun yang membuat industri sulit, itu harus dihilangkan. Apakah itu berkaitan dengan impor bahan baku, apakah dengan ekspor produk, apakah itu berkaitan dengan regulasi fiskal, kita dalam tanda petik membantu agar industri dalam negeri kita dalam kondisi tidak normal ini,” ujar Menperin.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan mengusulkan produk minuman berpemanis dikenakan cukai Rp1.500 per liter untuk teh kemasan.
Produksi teh kemasan ini mencapai 2,191 juta liter setiap tahun, dengan potensi penerimaannya mencapai Rp2,7 triliun.
Untuk produk berkarbonasi akan dikenakan cukai sebesar Rp2.500 per liter. Tercatat produksi minuman karbonasi ini mencapai 747 juta liter, dengan potensi penerimaan negara mencapai Rp 1,7 triliun.
Untuk produk minuman berpemanis lainnya seperti minuman energi, kopi, konsentrat dan lainnya dikenakan cukai Rp2.500 per liter.
Total produksi minuman ini sebesar 808 juta liter dengan potensi penerimaan sebesar Rp1,85 triliun. Sehingga total penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp6,25 triliun atau sekitar 3,5 persen dari target penerimaan negara sepanjang 2020.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana