Menuju konten utama

Peneliti UGM Sebut KPK Boleh Tolak Hadiri Panggilan Pansus

Hak Angket seharusya dialamatkan kepada presiden beserta jajarannya dan badan pemerintah non-kementerian, bukan kepada KPK.

Peneliti UGM Sebut KPK Boleh Tolak Hadiri Panggilan Pansus
Sejumlah aktivis anti korupsi Yogyakarta menggelar aksi menolak hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta, DI Yogyakarta, Kamis (15/6). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

tirto.id - Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) menyatakan tidak ada yang keliru bila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak menghadiri panggilan Pansus Angket KPK.

"Kalau sejak awal merasa prosedurnya aneh lalu tidak menghadiri panggilan Pansus ya silakan. Masa proses tidak pas dipaksakan," kata peneliti Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar di Yogyakarta, Selasa (11/7/2017).

Pembentukan Pansus Hak Angket KPK, ia menilai, bermasalah sejak awal. Hak Angket seharusnya dialamatkan kepada presiden beserta jajarannya dan badan pemerintah non-kementerian, bukan kepada lembaga negara yang bersifat independen seperti KPK. Di ujung angket, kata dia, terdapat rekomendasi yang jika tidak dijalankan presiden bisa berlanjut ke hak menyatakan pendapat (HMP).

"Nah kalau ditujukan ke KPK kira-kira apa? Kalau rekomendasinya tidak dikerjakan KPK maka DPR tidak bisa mendorong hak menyatakan pendapat karena hak menyatakan pendapat hanya ke presiden dan jajarannya," katanya menjelaskan.

Di sisi lain, kata Zainal, apabila DPR hanya ingin mengklarifikasi sejumlah hal dengan KPK, seharusnya cukup melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP). "Kalau sekadar mengklarifikasi satu, dua, tiga hal RDP saja sudah cukup sebetulnya," kata dia.

Ia khawatir tindakan yang ditempuh DPR tersebut menjadi preseden untuk dilakukan kepada seluruh lembaga negara pelaksana Undang-Undang lainnya.

"Bayangkan termasuk Mahkamah Agung (MA) nanti bisa di-HMP-kan," kata dia.

Kendati demikian, apabila KPK memutuskan tetap menghadiri panggilan Pansus, ia berharap tidak seluruhnya disampaikan. Catatan yang berkaitan dokumen kasus di persidangan tetap dikecualikan dan harus dibuka melalui proses hukum bukan di DPR.

"KPK harus tetap selektif mana yang perlu disampaikan dan mana yang tidak. Hal yang berkaitan dengan dokumen persidangan tetap diungkap melalui proses Pro-justitia," kata dia.

Baca juga artikel terkait PANSUS HAK ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari