Menuju konten utama

Pemuda Muhammadiyah: Definisi Radikal di UU Terorisme Dilematik

Berdasarkan KBBI, salah satu arti kata radikal adalah "maju dalam berpikir atau bertindak."

Pemuda Muhammadiyah: Definisi Radikal di UU Terorisme Dilematik
Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak. ANTARA FOTO/Fauziyyah Sitanova

tirto.id - Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah menganggap definisi radikal dan deradikalisasi dalam draf Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dilematik.

Menurut Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, pemerintah dan DPR harusnya tak menggunakan istilah "radikal" dalam menindak terorisme. Alasannya, radikal tak selalu diikuti dengan perbuatan melanggar hukum.

"Radikal itu bisa dari pikiran, atau tak selalu diikuti tindakan kekerasan. Yang jadi masalah, ketika pemikiran radikal disalahgunakan kemudian diikuti tindak kekerasan. Kalau di sisi lain memang harus radikal di bidang akademis," ujar Dahnil di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), salah satu arti kata radikal adalah "maju dalam berpikir atau bertindak." Menurut Dahnil, pemikiran radikal diperlukan dalam bidang akademik.

Muhammadiyah pun mengusulkan agar tak ada penggunaan istilah deradikalisasi dalam Revisi UU Pemberantasan Terorisme. Alih-alih menggunakan istilah itu, Muhammadiyah justru mengusulkan yang lain yakni moderasi.

"Yang kita usulkan itu moderasi, jadi upaya memoderasi," ujarnya.

Dahnil tak menampik adanya beberapa penganut agama Islam yang berpikir dan bertindak cenderung ekstrim. Akan tetapi, ia meminta pemerintah memberi data kelompok mana saja yang terdeteksi berperilaku ekstrim agar bisa dimoderasi.

Pendapat senada disampaikan pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar. Menurut Bambang, radikal dibutuhkan para pelajar terutama mereka yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

"Saya orang kampus butuh radikal, ilmu itu radikal. Saya jadi berpikir sebetulnya yang dituju apa? Keyakinan suatu agama yang ingin dihancurkan agar orang orientasinya materi saja, atau apa?" ujar Bambang.

Ia menyebut bahwa terorisme sebenarnya tak muncul karena satu faktor semata. Menurutnya, kemunculan dan perkembangan terorisme terjadi karena banyak sebab.

Bambang berkata, jika pemerintah dapat menegakkan hukum dengan adil dan melindungi negara, maka terorisme akan hilang sendiri. Menurutnya, pendekatan seperti itu lebih efektif dibanding menggunakan cara-cara seperti saat ini.

"Tidak dengan cara destruktif sekarang ini yang istilahnya 'nongol dibabat, nongol dibabat'," ujar Bambang.

Baca juga artikel terkait REVISI UU TERORISME atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto