Menuju konten utama

Pemprov Jabar Didesak Bikin Aturan Buang Sampah Organik ke TPA

AZWI menilai pemerintah baik pusat dan daerah perlu memberikan perhatian sangat serius mengenai kondisi TPA di Indonesia.

Pemprov Jabar Didesak Bikin Aturan Buang Sampah Organik ke TPA
Petugas mengoperasikan alat berat pada proyek perluasan TPA Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (28/12/2023). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/nym.

tirto.id - Terkait isu darurat sampah di Bandung Raya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) secara khusus mengeluarkan peraturan gubernur (pergub) melarang pemerintah kabupaten atau kota membuang sampah organik ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Sarimukti.

"Kami mendorong pelarangan tersebut dapat dipergubkan oleh Pj Gubernur saat ini," ujar Direktur Eksekutif Walhi Jabar Wahyudin pada Tirto melalui pesan singkat, pada Selasa (14/5/2024) kemarin.

Wahyudin juga menyerukan agar Pemprov Jabar bisa bekerja lebih maksimal melakukan pengawasan pembuangan sampah organik.

Berdasarkan pantauan Walhi Jabar, masih banyak sampah organik dibuang ke TPA Sarimukti, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat.

"Pembuangan sampah organik yang sudah jelas-jelas dilarang masuk ke TPA Sarimukti hingga saat ini masih terjadi," jelas Wahyudin.

Sampah Organik Memicu Kebakaran di TPA

Pada Sabtu, 19 Agustus 2023 lalu, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berada di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat ini mengalami kebakaran. Akibatnya, penutupan hingga batas waktu tak ditentukan. Diketahui penyebab awal kebakaran disebabkan oleh puntung rokok yang dibuang sembarangan. Namun, induksi lain mengatakan adanya akumulasi gas metana sampai api tak bisa padam.

Dalam peristiwa kebakaran ini, warga sekitar TPA Sarimukti mengeluhkan sakit pernafasan hingga iritasi mata yang menyerang lebih 50 warga.

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mengatakan kebakaran di TPAS Sarimukti menjadi satu dari sekian puncak gunung es dan pengabaian sistematis jangka panjang yang dilakukan oleh semua level pemerintahan.

AZWI menilai mayoritas TPA di Indonesia dalam posisi krisis dan terbukti masih banyak praktik open dumping. Yaitu, praktik pembuangan sampah atau limbah secara sembarang serta tidak teratur di tempat-tempat yang tak sesuai.

“Terlepas dari data KLHK yang menyebutkan ada 364 TPA di Indonesia, 33% Open Dumping, 55% Controlled Landfills, dan sisanya 12% Sanitary Landfills. Namun kenyataannya, AZWI menilai mayoritas TPA di Indonesia dalam posisi krisis dan terbukti masih banyak praktik," tulis AZWI dalam keterangan resmi yang dikutip Tirto, Rabu (15/5/2024).

AZWI menilai pemerintah baik pusat dan daerah perlu memberikan perhatian sangat serius mengenai kondisi TPA di Indonesia.

“Kebakaran TPA dapat dicegah dan tidak terjadi berulang dengan membenahnya menjadi sistem controlled dan sanitary landfill. Biaya yang dikeluarkan akibat kebakaran TPA bisa jadi jauh lebih besar dibandingkan biaya pembelian tanah tutupan harian atau mingguan. Selain itu biaya dan dampak kesehatan terhadap warga yang berisiko (populations at risks) juga tinggi," jelas AZWI.

AZWI juga mengatakan sampah organik merupakan penyebab terjadinya sebagian besar masalah di TPA. “Kebakaran ini terjadi karena emisi gas metan, yang juga merupakan Gas Rumah Kaca (GRK) yang 25 kali lebih kuat dari C02," bebernya.

“Beratnya beban IPAL dan kumuhnya kondisi TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya juga turut memperparah kondisi TPA. Pemerintah di semua level harus memastikan terjadinya pemisahan, pengolahan dan pemanfaatan sampah organik sebagai langkah strategis untuk mendorong perbaikan kondisi TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya," sambungnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB), David Sutasurya menyebut, pemerintah di semua lini perlu memastikan terjadinya pemisahan, pengolahan dan pemanfaatan sampah organik. Sebab, hal ini mendorong langkah strategis perbaikan kondisi TPA serta sarana pengelolaan sampah lainnya.

“Tidak siapnya aspek tata kelola ini menyebabkan Kota Bandung, Kota Cimahi, dan pemerintah daerah gagal menjalankan pemilahan dan pengolahan sampah organik secara maksimal. Pemerintah pusat juga ikut bertanggung jawab atas masalah ketidaksiapan tata kelola pemerintah daerah," jelas David.

David menuturkan peraturan teknis mengenai pengelolaan sampah dan pelaksanaan undang-undang pemerintah belum memberikan ke arah yang spesifik.

“Tidak menciptakan kondisi yang mendukung agar pemerintah daerah berani menegakkan hukum dan meningkatkan alokasi anggaran yang diperlukan,” tukasnya.

Baca juga artikel terkait BANDUNG atau tulisan lainnya dari Akmal Firmansyah

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Akmal Firmansyah
Penulis: Akmal Firmansyah
Editor: Maya Saputri