tirto.id - Subsidi konversi motor listrik bahan bakar minyak ke tenaga listrik dinaikkan dari Rp7 juta menjadi Rp10 juta per-unit. Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai kebijakan tersebut tidak tepat sasaran.
“Sekarang ini Rp10 juta namanya insentif, apa bedanya sama subsidi? Kalau insentif berarti kan orang kaya juga dapat, keterlaluan kan orang kaya dikasih uang, itu kan ndak bener, APBN-nya keliru,” kata dia.
Dia menilai subsidi tersebut lebih tepat diberikan kepada transportasi umum. Alasannya, saat ini Indonesia sedang alami krisis transportasi umum dan krisis keselamatan lalu lintas.
“Kita tuh di Indonesia sudah krisis transportasi umum, itu diberesin bukan malah mau menambahi motor,” kata dia.
Senada dengan Djoko, Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio pun menilai subsidi kendaraan listrik seharusnya dialihkan untuk transportasi umum.
“Saya sudah tidak setuju dengan kebijakan konversi motor. Listrik itu seharusnya digunakan untuk konversi pada angkutan umum,” kata
Dia menuturkan aturan tersebut hanya akan menambah kepadatan lalu lintas. Tidak hanya itu, dia juga menilai konversi tersebut juga hanya mencerminkan kegagalan peralihan kendaraan listrik yang terjadi di Cina.
“Di Cina, kendaraan listrik itu sudah menjadi limbah yang menakutkan karena harga baterai kendaraan itu masih 2/3 dari harga kendaraannya,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, dia menilai fasilitas mendasar seperti pendukung peralihan ke kendaraan listrik belum merata dilakukan. Pemerintah hanya fokus pada kota-kota besar serta jalan tol.
"Sebaliknya, di daerah-daerah masih minim fasilitas tersebut," ungkap Agus.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Intan Umbari Prihatin