tirto.id - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai pemerintah tidak siap mengelola dana publik dari donasi atau pun sumbangan. Penilaian tersebut, menurut Bivitri, setidaknya berdasarkan pada tiga alasan yaitu praktik korupsi penyelenggara negara, permasalahan data dan birokrasi.
"Kalau melihat kinerja pemerintah belakangan ini memang tidak siap (dengan potensi dana masyarakat) jawaban saya didasarkan pada satu, korupsi di Kemensos sendiri. Kita sendiri tahu ya dan heboh sekali itu peristiwanya bahwa Mensos pun korupsi," kata Bivitri dalam diskusi daring Sabtu (9/7/2022).
Ia juga menyebut bahwa data masih juga menjadi permasalahan pengelolaan dana publik oleh pemerintah.
"Kedua dari segi data dan metode memberikan (sumbangan). Kita punya banyak sekali kritik bahwa ternyata pemerintah tidak punya data yang valid soal, misalnya, berapa banyak, sih orang miskin yang harus dibantu. Sehingga kemudian juga tidak bisa mengklasifikasikan lebih lanjut bantuannya harus seperti apa. Jadi metodenya pun jadi agak kuno ya, dan itulah celah korupsi," tambahnya.
Alasan terakhir yang dipaparkan Bivitri adalah birokrasi yang cenderung lamban. Hal tersebut menjadi kelemahan penyaluran dana publik, khususnya dana yang berkaitan dengan kondisi darurat seperti bencana.
Dalam hal tersebut, ia kemudian membandingkan kinerja pemerintah dengan lembaga filantropi independen seperti Aksi Cepat Tanggap (ACT).
"ACT itu kan salah satu yang ditonjolkan sebelum peristiwa ini meledak, itu juga kecepatan dari kelompok-kelompok ACT waktu itu. Tapi juga banyak kelompok lain seperti Dompet Dhuafa, PMI itu kan jauh lebih cepat mengeluarkan dananya. Enggak pakai birokrasi yang panjang," ujarnya.
Dalam laporan Majalah Tempo dengan judul “Kantong Bocor Dana Umat" edisi Sabtu, 2 Juli 2022, kondisi keuangan ACT goyah akibat penyelewengan, di mana ada transfer untuk kepentingan pribadi petinggi ACT. Kemudian, ada sejumlah kampanye donasi ACT yang dianggap berlebihan dan tak sesuai fakta. Selain itu, yang masuk diduga dipotong dalam jumlah besar.
Krisis keuangan yang melanda lembaga filantropi itu diduga disebabkan oleh berbagai pemborosan dan penyelewengan selama bertahun-tahun.
Atas pemberitaan tersebut, Yayasan ACT menyampaikan permohonan maaf. “Kami sampaikan permohonan maaf atas pemberitaan ini, kami ucapkan terima kasih ke Majalah Tempo di atas semua pemberitaan itu, jadi manfaat bagi kita semua," kata Presiden ACT, Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Kantor ACT, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri