Menuju konten utama

Buntut Kasus ACT, PFI akan Bentuk Majelis Kode Etik Filantropi RI

Ketua Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI), Rizal Al Gamar mengatakan bahwa pihaknya akan segera membentuk majelis kode etik filantropi Indonesia.

Buntut Kasus ACT, PFI akan Bentuk Majelis Kode Etik Filantropi RI
Presiden ACT Ibnu Khajar (kanan) bersama Ketua Dewan Pembina ACT N. Imam Akbari (kiri) memberikan keterangan pers terkait pencabutan izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di kantor ACT, Menara 165, Jakarta, Rabu (6/7/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

tirto.id - Ketua Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI), Rizal Al Gamar mengatakan bahwa pihaknya akan segera membentuk majelis kode etik filantropi Indonesia. Hal tersebut menindaklanjuti polemik yang terjadi pada salah satu lembaga filantropi, Aksi Cepat Tanggap (ACT).

"Karena adanya isu kemarin, ACT, kita melihat perlu nih mengakselerasi mandat yang di dalam kode etik (filantropi) itu, yaitu pembentukan majelis kode etik filantropi Indonesia," kata Rizal dalam diskusi daring, Sabtu (9/6/2022).

Rizal mengatakan bahwa majelis tersebut nantinya akan terdiri dari orang-orang yang berkompeten terkait dengan filantropi dan juga pihak yang independen.

"Dan mereka inilah nanti setelah dibentuk dan disahkan oleh rapat umum anggota, mereka yang berhak memberikan tindakan dan rekomendasi terkait apa yang terjadi," kata Rizal.

Rizal menyebut bahwa kode etik filantropi Indonesia yang menjadi landasan pembentukan majelis etik tersebut, baru disahkan pada 2021 lalu. Sehingga, menurutnya, masih memerlukan internalisasi lebih lanjut.

"Ini baru terbentuk ya, kode etik filantropi ini baru disahkan tahun lalu oleh rapat umum anggota. Ada baiknya mungkin kita sebagai perhimpunan ya juga memikirkan hal-hal tersebut bagaimana proses internalisasi (kode etik) ini bisa dilakukan," katanya.

Dalam laporan Majalah Tempo dengan judul “Kantong Bocor Dana Umat" edisi Sabtu, 2 Juli 2022, kondisi keuangan ACT goyah akibat penyelewengan, di mana ada transfer untuk kepentingan pribadi petinggi ACT. Kemudian, ada sejumlah kampanye donasi ACT yang dianggap berlebihan dan tak sesuai fakta. Selain itu, yang masuk diduga dipotong dalam jumlah besar.

Krisis keuangan yang melanda lembaga filantropi itu diduga disebabkan oleh berbagai pemborosan dan penyelewengan selama bertahun-tahun.

Atas pemberitaan tersebut, Yayasan ACT menyampaikan permohonan maaf. “Kami sampaikan permohonan maaf atas pemberitaan ini, kami ucapkan terima kasih ke Majalah Tempo di atas semua pemberitaan itu, jadi manfaat bagi kita semua," kata Presiden ACT, Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Kantor ACT, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).

Baca juga artikel terkait KASUS ACT atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri