tirto.id - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Komisi VII DPR menyepakati asumsi dasar harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) untuk Rancangan Anggaran dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2023 sebesar 95 dolar AS per barel. Angka tersebut lebih tinggi dari ICP di APBN 2022, yaitu 63 dolar AS per barel.
Penetapan ini juga mengalami kenaikan sebesar 5 dolar AS per barel dari usulan sebelumnya, yaitu 90 dolar AS per barel saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato penyampaian keterangan pemerintah atas RUU APBN Tahun Anggaran 2023 beserta Nota Keuangannya pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun Sidang 2022-2023 pada tanggal 16 Agustus 2022 lalu.
"Pada prinsipnya pemerintah sepakat [penetapan harga ICP tersebut]," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif saat Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI di Gedung Nusantara Jakarta, dikutip Jumat (9/9/2022).
Arifin menuturkan ketidakstabilan pasar global akibat ketegangan geopolitik mendorong harga minyak dunia mengalami fluktuasi.
"Kondisi baik dari sisi demand maupun harga minyak dunia belum ada kepastian, berubah setiap hari," jelasnya.
Penetapan asumsi dasar ICP di level 95 dolar AS per barel ini juga mengantisipasi adanya peningkatan konsumsi minyak dunia di akhir tahun jelang memasuki musim dingin, serta terganggunya sektor suplai dari Rusia. Di lain sisi, pihak OPEC+ juga tengah mengontrol laju produksi untuk bisa menahan harga minyak dunia.
"Kalaupun terjadi harga minyak turun, mungkin adanya indikasi inflasi sehingga demand ikut turun," jelas Arifin.
Selain ICP, pemerintah dan DPR RI juga menargetkan lifting (siap jual) minyak dan gas bumi tahun 2023 ditetapkan sebesar 1.769.000 barel setara minyak per hari (BOEPD). Ini terdiri dari lifting minyak 660.000 barel per hari dan lifting gas bumi sebesar 1.100.000 barel setara minyak per hari.
Keputusan ini disepakati melihat realisasi lifting hingga Agustus 2022 mencapai 1,562 juta barel setara minyak per hari, di mana realisasi lifting minyak bumi sebesar 606,4 ribu barel minyak per hari dan lifting gas bumi sebesar 956 ribu barel setara minyak per hari. Sementara untuk outlook lifting migas pada APBN 2022 sendiri sebesar 1,597 juta barel setara minyak per hari, terdiri dari lifting minyak bumi sebesar 633 ribu barel minyak per hari dan lifting gas bumi sebesar 964 ribu barel setara minyak per hari.
Pemerintah pun terus mendorong agar Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) melakukan peningkatan produksi migas melalui penetapan cost recovery tahun 2023 sebesar 8,50 miliar dolar AS. Dia menjelaskan untuk mengoptimalkan produksi migas, Arifin mendorong pemanfaatan teknologi modern untuk diaplikasikan pada sumur-sumur tua. Capaian ini diharapkan sejalan dengan target pemerintah mewujudkan produksi minyak satu juta barel per hari di tahun 2030.
"Kita lihat sumber-sumber minyak kita ini sudah tua, memang perlu upaya-upaya keras dengan teknokogi yang baru yang tentu saja akan memakan biaya. Kita memang sedang mengupayakan supaya bisa mencapai target satu juta barel per hari di 2030," terang Arifin.
Arifin pun membeberkan untuk mencapai target satu juta barel per hari membutuhkan waktu yang relatif lama. "Untuk bisa memompa minyak butuh waktu 7 - 10 tahun mulai dari penemuan, eksplorasi dan eksploitasi. Dan kita memiliki indikasi sumur-sumur baru yang bisa kita upayakan untuk dipercepat," ungkapnya.
Revisi UU Migas
Sementara itu, Arifin menuturkan sektor migas masih bisa dioptimalkan di masa transisi energi bersih. Terlebih, penjualan kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat sangat signifikan di Indonesia.
"Saat ini ada 150 juta unit yang mengkonsumsi BBM. Ini harus kita respon. Di lain sisi, kita harus mempercepat energi alternatif, yaitu EBT yang bukan berasal dari fosil," bebernya.
Sektor migas sendiri punya tantangan besar di masa transisi lantaran banyak perusahaan global yang berbondong-bondong beralih ke energi terbarukan. "Tantangan yang kita hadapi saat ini adalah kompetisi bagaimana menciptakan iklim investasi yang lebih menarik agar mereka tetap tertarik untuk dateng ke sini," ungkap Arifin.
Salah satu yang harus diakomodir adalah penyempurnaan regulasi. Arifin mengungkapkan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi perlu segera dituntaskan demi menciptakan iklim investasi yang menarik.
"Kami sepakat upaya untuk mempercepat undang-undang ini agar bisa diakselerasi. Sehingga kita bisa mengoptimalkan sumber daya alam khususnya migas kita yang masih ada dalam masa transisi energi bersih," tegas Arifin.
Menurut Arifin, keberadaan UU Migas baru diharapkan bisa memberikan kepastian hukum kepada para investor.
"Waktu kita ini singkat. Kalau kita tidak bisa mendorong ini, kita akan terlambat," pungkasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin