Menuju konten utama
Draf Final RKUHP

Pemerintah akan Jelaskan Beda Kritik & Penghinaan Presiden di RKUHP

Pemerintah akan menjelaskan alasan perlu memasukkan pasal penghinaan presiden dalam draf RKUHP.

Pemerintah akan Jelaskan Beda Kritik & Penghinaan Presiden di RKUHP
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej bahwa pasal penghinaan presiden ini perlu dicantumkan dalam RKUHP demi menjaga marwah dan kehormatan presiden. Agar pasal ini penghinaan ini tidak bias dengan kritik.

Edward menjanjikan akan ada penjelasan lebih lengkap mengenai makna kritik dan perbedaannya dengan penghinaan.

"Ini masuk dalam 14 pasal krusial dan nanti di dalam undang-undang akan kami berikan penjelasan apa itu kritik sesuai dengan makna dari Kamus Bahasa Indonesia," kata Edward di Gedung DPR RI pada Rabu (6/7/2022).

Edward menambahkan dalam pembahasan mengenai 14 pasal krusial yang di dalamnya ada pidana bagi penghina presiden dan wakilnya, akan terbagi menjadi tiga bagian yaitu reformulasi, dihapus dan dipertahankan.

"Nanti kita beri penjelasan betul tentang apa itu kepentingan umum. Kedua, kita memberikan penjelasan mengenai apa itu kritik. Tentunya kita mengambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia agar orang bisa membedakan kritik dan menghina. Itu kita akan memberikan penjelasannya panjang dan lebar itu," ujarnya.

Salah satu pasal dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menegaskan mengenai penghinaan presiden baik di muka umum atau melalui alat siaran yang berupa tulisan, gambar hingga rekaman suara atau video.

Aturan pidana mengenai penghinaan presiden diatur dalam Pasal 218 dan Pasal 219 di Bab II: Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam Pasal 218 disebutkan, ayat 1: "Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Kemudian ayat 2: Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Adapun pasal 219 mengatur pidana mengenai penghinaan presiden melalui alat siar dengan pidana paling lama 4 tahun 6 bulan.

"Pasal 219: Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Dalam RKUHP juga dijelaskan bahwa pasal pidana ini hanya bisa digunakan apabila presiden atau wakil presiden melakukan tuntutan secara pribadi. Hal itu diatur dalam Pasal 220 dalam ayat 1 dan 2:

"(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden."

Baca juga artikel terkait RKUHP atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Hukum
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Maya Saputri