Menuju konten utama
Wakil Ketua DPR: 

Pembubaran Seminar 65 di YLBHI Bukan Represif Atas Demokrasi

Berbeda dengan Taufik, Koordinator KontraS menyebut pembubaran Seminar Sejarah 65 oleh aparat kepolisian merupakan tindakan represif.

Pembubaran Seminar 65 di YLBHI Bukan Represif Atas Demokrasi
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan. antara foto/m agung rajasa

tirto.id - Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menganggap pembubaran Seminar Sejarah 65 di YLBHI oleh kepolisian pada Sabtu (16/9) bukan tindakan represif terhadap demokrasi.

"Demokrasi itu kan tidak hanya kebebasan menyatakan pendapat dan aspirasi, tapi juga menghormati dan menghargai pendapat orang lain," kata Taufik di Jakarta, Selasa (19/9/2017).

Demokrasi, kata dia, bukan berarti bisa mengadakan acara sebebas-bebasnya. Melainkan harus tetap berada di dalam koridor peraturan negara.

Pasalnya, menurut Taufik, perkara PKI masih menjadi sebuah hal yang sensitif di kalangan masyarakat Indonesia dan partai tersebut masih dilarang melalui TAP MPRS No 25 tahun 1966.

"Tidak boleh berkamuflase ataupun berobsesi yang lain-lain karena itu sudah merupakan keputusan tertinggi, sehingga itu menjadi kewenangan kita semua stakeholder bangsa," kata Taufik.

Sementara terkait dengan kerusuhan yang terjadi di YLBHI, Taufik menyatakan bahwa hal itu bukan kewenangan DPR.

"Tapi kalau ada hal-hal yang terkait konflik horisontal kami harapkan Polri bisa melaksanakan deteksi dini. Early warning system-nya dipakai. Jangan sampai melebar kepada masyarakat," kata Taufik.

Berbeda dengan Taufik, Koordinator KontraS Yati Andriyani menyebut pembubaran Seminar Sejarah 65 oleh aparat kepolisian merupakan tindakan represif dan sewenang-wenang.

Tindakan sewenang-wenang itu di antaranya berupa pelarangan kegiatan, pembatasan gerak para peserta, pemaksaan pengambilan spanduk kegiatan, mengancam pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan masuk ke gedung YLBHI tanpa izin.

“Jokowi tidak bisa berpangku tangan soal ini. YLBHI adalah rumah besar demokrasi yang tercatat jelas perannya dalam sejarah demokrasi negeri ini. Menghalangi kegiatan di YLBHI adalah bentuk tindakan paling simbolik bahwa rezim ini sudah mengarah pada anti-demokrasi,” kata Yati Andriyani dalam rilis pers yang diterima Tirto.

Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Idham Aziz menyatakan kegiatan itu belum mendapatkan izin dari pihaknya, maka dibubarkan.

"Dari awal kami sudah tidak mengizinkan. Dari Sabtu pagi tanggal 16 mungkin kawan-kawan tahu kami sudah tidak mengizinkan. Karena tidak mengizinkan itu maka izinnya dari Mabes Polri sendiri yang turun menyampaikan tidak ada izinnya," kata Idham di Polda Metro Jaya, Senin (18/9).

Baca juga:

Baca juga artikel terkait PENGEPUNGAN YLBHI atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto