tirto.id - “ITF yang kita bangun adalah suatu fasilitas besar yang ada di Indonesia. Ini peristiwa bersejarah," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menghadiri acara peletakan batu pertama fasilitas pengolahan sampah atau Intermediate Treatment Facility(ITF) di Sunter, Jakarta Utara, Kamis (20/12/2018).
Sesuai rencana, pembangunan ITF bakal berlangsung hingga 2021 mendatang. Namun, Anies meminta pembangunannya bisa dipercepat seraya pembangunan ITF di sejumlah titik lain dilakukan.
Pengadaan fasilitas ITF ini untuk wilayah seperti Jakarta memang sudah semestinya ada. Apalagi ibukota Indonesia ini termasuk kota padat penduduk, di mana volume sampah per harinya mencapai 7.400 ton per hari. Bahkan, pada November 2017 lalu, Jakarta menghasilkan sekitar 2,3 juta ton sampah per tahun.
"Sudah waktunya dilakukan. Sebagai ibukota negara, DKI Jakarta tidak semestinya masih mengadaptasi cara pengelolaan sampah dengan menimbunnya di Bantar Gebang," ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik kepada Tirto, Kamis (20/12/2018).
Selama ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih bergantung pada tempat pembuangan sampah (TPS) Bantar Gebang, Bekasi. Padahal, sampah di TPS Bantar Gebang tidak dikelola sehingga makin lama makin menggunung. Dengan ITF Anies berharap pengiriman sampah dari Jakarta ke Bantar Gebang dapat diminimalisir.
“TPS Bantar Gebang diperkirakan hanya bisa menampung [sampah] hingga 2021. Oleh karena itu, pembangunan ITF merupakan langkah yang paling tepat, untuk memastikan sampah kita dikelola di wilayah kita hingga tuntas,” kata Anies.
Sudah Kantongi Izin
Menurut Anies, semua perizinan terkait pembangunan ITF sudah ada. Ia mengatakan peletakan batu pertama tidak mungkin dilakukan jika Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan analisis dampak lingkungan (amdal) dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta belum dikantongi.
“Meski pengerjaannya cepat, tidak boleh kompromi terhadap dua hal, yaitu keamanan dan kualitas,” ujar Anies.
Untuk memastikan kedua aspek itu terjamin, Anies mengaku telah meminta PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Fortum untuk mengkaji hal-hal apa saja yang bisa dikerjakan secara bersamaan. Namun, Anies enggan bicara banyak saat disinggung mengenai rencana pembangunan ITF di tempat lain.
“Semua akan berjalan relatif bersamaan tapi seperti biasanya kami enggak akan menyampaikan rencana-rencana dulu. Saya bukan yang model mengumbar rencana, sudah siap semuanya baru kami umumkan,” jelas Anies.
Anies mengatakan pembangunan ITF tak hanya sekadar agar sampah dari DKI Jakarta tidak dikirim lagi ke Bantargebang, melainkan ia juga ingin sampah di ibukota diolah sehingga dampak lingkungannya bisa diminimalisir.
"Keberadaan ITF di dalam kota juga dinilai lebih ideal lantaran tidak membebani daerah lain. Ini adalah sebuah perubahan, bahwa yang jadi sisa kegiatan kita adalah tanggung jawab kita,” ungkap Anies.
Perlu PP Soal Biaya
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik mengatakan, masih ada sejumlah hal yang harus diperhatikan soal ITF, salah satunya soal biaya pengelolaan sampah.
Sampai saat ini, kata Taufik, ketentuan biaya pengelolaan ITF Sunter ini belum diatur. Taufik meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera mengajukan ketentuan mengenai biaya pengelolaan sampah dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
“Jangan sampai pembangunan [dikejar], tapi nanti lupa dengan tipping fee. Kan antara Jakpro dan Fortum pasti ada kesepakatan, mulai dari tipping fee maupun harga listrik,” kata Taufik kepada Tirto.
“Dia kan investasi, jadi harus balik [modal]. Tipping fee ini mesti segera diajukan, biar nantinya enggak menjadi masalah,” imbuh Taufik.
Direktur Utama Jakpro Dwi Wahyu Daryoto mengakui pembahasan mengenai biaya pengelolaan sampah sejauh ini belum kelar. Dwi mengatakan pembahasannya melibatkan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan konsultan independen. Ia menargetkan pembahasannya selesai awal tahun depan sehingga rancangan peraturan daerahnya bisa diajukan ke DPRD DKI Jakarta Februari 2019.
Terkait pembiayaan pembangunan ITF, Dwi mengaku telah ada kesepakatan dengan International Finance Corporation (IFC) yang masih berafiliasi dengan Bank Dunia. Dwi mengatakan kerja sama dengan IFC itu mulai terbangun saat kedua lembaga bertemu dalam Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali pada awal Oktober 2018 lalu.
“Memang perlu waktu. Tapi untuk implementasinya kan juga baru [akan dilakukan] waktu ITF beroperasi,” ucap Dwi, Kamis (20/12/2018).
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abul Muamar