tirto.id - Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, memastikan ada tindakan maladministrasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengawalan terdakwa suap PLTU Riau-1, Idrus Marham pada 21 Juni 2019.
Menurut dia, bentuk maladministrai berupa tanda tangan berita acara pelaksanaan penetapan pengadilan berselang 3 hari setelah Idrus dibantar untuk periksa gigi di RS MMC yakni pada 24 Juni 2019.
"Kami menganggap ada maladministrasi [...] Hari ini kami tadinya akan menyerahkan laporan hasil pemeriksaan, tapi kemudian kami tunda laporan hasil akhir pemeriksaannya. Karena kami mendapat temuan yang sangat signifikan dan itu tidak bisa kami konfrontir ke pihak KPK [eselon 2 ke bawah]," ungkap Teguh, di kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Teguh menilai, Kepala Rutan KPK dan Plh Kepala Rutan KPK, Deden Rohendi tidak meminta secara aktif kepada staf pengamanan dan pengawasan internal KPK terkait situasi, hambatan, dan tantangan saat bersama Idrus Marham.
"Ombudsman menemukan Idrus keluar dari mobil tahanan KPK di RS MMC pukul 11.12 WIB. Saat turun, Idrus tidak diborgol dan tidak mengenakan rompi tahanan. Kemudian Idrus hanya dikawal satu orang staf dari pengawalan KPK," kata
Ombudsman, kata dia, menemukan Idrus dan keluarga berkomunikasi dengan beberapa orang selama di rumah sakit.
Kemudian, Idrus Marham tidak diperiksa setelah ibadah Salat Jumat, tetapi Idrus tetap berada di luar Rutan KPK hingga sore hari.
Staf pengawal tahanan juga tidak melakukan pengawasan melekat kepada Idrus selama di RS MMC. Selain itu, mereka mendapati pengawal menjaga Idrus secara berjarak hingga 8 meter.
"Hal itu bertentangan dengan berita acara pelaksanaan penetapan pengadilan," ujar dia.
Teguh juga mengatakab, Kepala Biro Umum dan Kepala Bagian Pengamanan KPK tidak kompeten dalam manajemen pengamanan dan pengawalan tahanan. Khususnya terkait keterbatasan jumlah SDM serta membiarkan tugas pengawalan tanpa SOP pengawalan tahanan.
"Kemudian, mereka menyatakan petugas pengawal tahanan tidak kompeten dalam menjalankan tugas dengan tidak melakukan pengawasan secara melekat. Petugas pengawalan juga mengabaikan ketentuan yang tercantum dalam berita acara pelaksanaan penetapan pengadilan," ujar dia.
Dalam bidang pengawasan internal, lanjut Teguh, Ombudsman menilai Direktur Pengawasan Internal KPK tidak kompeten dalam mencegah maladministrasi pengawalan tahanan.
Sebab, kata Teguh, ada keterbatasan pemahaman terhadap peraturan internal serta kemampuan mendeteksi sejak dini pelanggaran dalam pengawalanan tahanan dan belum ada tindakan tegas Direktorat Pengawasan Internal.
"Ombudsman memandang Marwan, selaku staf pengamanan dan pengawalan tahanan KPK, lalai karena dianggap sudah mengetahui dan paham aturan tentang tahanan, tetapi tidak menerapkan peraturan penggunaan rompi tahanan dan borgol," ujar Teguh.
Tindakan Marwan, kata Teguh, tergolong maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum. Ia memahami ketentuan larangan ponsel, tetapi tidak melaporkan kepada staf Rutan KPK, staf pengawalan tahanan, dan Direktorat Pengawasan Internal.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali