Menuju konten utama

Pelaporan Ahli di Kasus Timah Upaya Bungkam Pegiat Antikorupsi

Bambang Hero memang berkali-kali menjadi saksi ahli atas kasus pidana di sektor lingkungan hidup termasuk Kasus Timah. Simak selengkapnya.

Pelaporan Ahli di Kasus Timah Upaya Bungkam Pegiat Antikorupsi
Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo, konferensi pers Proses Penanganan Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan sejak 2015 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (08/10/2018). ANTARA/ Martha Herlinawati Simanjuntak

tirto.id - Lagi-lagi Guru Besar Institut Pertanian Bogor University, Bambang Hero Saharjo, mendapat ancaman upaya kriminalisasi atas aktivitasnya sebagai pejuang lingkungan hidup. Kali ini, ia dilaporkan DPP Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, karena menjadi salah satu saksi ahli di kasus korupsi tata kelola izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.

Melihat rekam jejaknya, Bambang Hero, memang berkali-kali menjadi saksi ahli atas kasus pidana di sektor lingkungan hidup. Sebagai seorang Guru Besar dan ahli forensik kebakaran hutan, Bambang memang mumpuni dalam melakukan analisa kerugian lingkungan. Sebagai saksi ahli, ia sebelumnya sudah pernah diancam gugatan setelah memaparkan analisisnya.

Bambang sempat digugat oleh PT Jatim Jaya Perkasa (JJP), dalam kasus pembakaran hutan di Rokan Hilir pada 2013. PT JJP divonis bersalah dalam perkara pidana dan dikenai denda sebesar Rp1 miliar. Mereka harus membayar bayar ganti rugi materil dan biaya pemulihan lahan gambut sebesar Rp491,025 miliar, Bambang merupakan saksi ahli untuk Kementerian LHK dalam perkara ini.

Imbasnya, Bambang digugat PT JJP pada 2018. Mereka menyoal kesaksian Bambang dan menggugatnya dengan tuduhan melakukan perbuatan melanggar hukum. Bambang diminta membayar kerugian sebesar Rp510 miliar. Namun PT JJP mencabut gugatan ini. Pada 2023 PT JJP kembali menggugat Bambang di PN Cibinong. Lagi-lagi gugatan ini dicabut PT JJP.

Andi Kusuma, pelapor sekaligus Ketua DPP Perpat Babel, melaporkan Bambang Hero ke Polda Babel dengan dalih keterangan palsu. Andi memandang Bambang Hero tidak memiliki kompetensi sebagai ahli yang menghitung kerugian keuangan negara dari kerusakan lingkungan.

Andi tidak terima angka perhitungan kerugian lingkungan sebesar Rp271 triliun dalam kasus korupsi PT Timah yang dihasilkan dari analisis Bambang. Sementara itu, total kerugian negara dalam kasus korupsi PT Timah sebesar Rp300 triliun.

Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menjelaskan, kerugian negara dengan Rp300 triliun itu didapatkan dari hasil perhitungan para ahli dan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain itu, angka tersebut juga telah terbukti dalam fakta persidangan perkara PT Timah. Jika dirincikan, kerugian akibat penyewaan alat processing penglogaman timah yang tidak sesuai prosedur, menghasilkan kerugian negara sebesar Rp2,28 triliun.

Nilai kerugian itu dinilai dari pembayaran kepada lima smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah dan dikurangi dengan harga pokok penjualan (HPP) smelter PT Timah. Smelter swasta yang dimaksud adalah PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa.

Sidang Kasus Timah

Sidang Kasus Timah

Setelah itu, terdapat kerugian keuangan negara atas pembayaran bijih timah dari tambang timah ilegal sebesar Rp26,6 triliun. Barulah, kerugian negara terbesar dari tindak pidana korupsi ini adalah kerugian kerusakan lingkungan imbas aktivitas tambang ilegal. Kejagung meminta bantuan ahli lingkungan hidup – yakni Bambang Hero – dan mendapati kerugian negara mencapai Rp271 triliun, yang terdiri dari segi ekologi, ekologi lingkungan dan biaya pemulihannya.

Maka total kerugian negara akibat kasus korupsi tata kelola perniagaan PT Timah adalah Rp300.003.263.938.131,14. Semua perhitungan ini sudah menjadi fakta persidangan yang diterima hakim. Itulah mengapa sejumlah pegiat antikorupsi dan pakar hukum memandang upaya kriminalisasi Bambang Hero adalah bentuk ancaman kepada pegiat lingkungan dan antikorupsi.

Ketua Pusat Studi Antikorupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, menilai keterangan seorang saksi ahli dalam persidangan sudah berdasarkan kompetensi akademik dan ditujukan untuk kepentingan pemeriksaan. Hal ini dilakukan berdasarkan permohonan aparat penegak hukum, sehingga seharusnya saksi ahli tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Secara hukum, Kejagung memang tidak bisa mengintervensi pelaporan terhadap Bambang Hero. Namun, kata Orin, secara etis bisa saja Kejagung membantu memberikan saksi ahli atau melakukan pendampingan hukum terhadap Bambang jika kasusnya berlanjut ke meja hijau. Orin menilai seharusnya kepolisian atau pengadilan menolak mengkriminalisasi saksi ahli seperti Bambang Hero.

“Laporannya atas dasar apa? Pencemaran nama baik atau apa. Yang jelas itu tidak relevan dan keliru. Memberikan citra buruk saja terhadap proses hukum tipikor. Nggak bisa pakai keterangan palsu, karena Bambang bukan saksi fakta tetapi saksi ahli,” kata Orin kepada reporter Tirto, Jumat (10/1/2025).

Sementara itu, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, menegaskan bahwa seorang saksi ahli tidak dapat digugat secara perdata, pidana, maupun diberikan sanksi dalam bentuk lainnya saat memberikan keterangan sesuai dengan keahliannya. Tentu, saksi ahli harus didasari atas itikad baik, atas keahliannya.

Zaenur menilai, hal ini merupakan salah satu bentuk kebebasan akademik. Tanggung jawab seorang ahli berada di ranah tanggung jawab akademik. Jadi pelaporan atau gugatan yang menyasar seorang ahli sebaiknya tidak perlu ditanggapi para penegak hukum karena tidak ada satu pun perbuatan pidana yang dilakukan oleh ahli.

“Kecuali misalnya seorang ahli itu punya itikad buruk, memberikan keterangan tidak sesuai dengan keahlian, atau punya tujuan-tujuan tidak berdasarkan itikad baik. Itu baru seseorang yang dirugikan bisa menempuh cara-cara hukum,” ujar Zaenur kepada reporter Tirto.

Dihubungi terpisah, Polda Babel mengungkapkan bahwa pelaporan tersebut masih dianalisa penyelidik. Pemanggilan saksi dan pihak terkait juga belum dilakukan hingga saat ini.

"Dalam waktu dekat akan kami laksanakan (pemanggilan saksi). Kami butuh waktu mempelajari atau menelaah dulu pengaduannya," ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Babel, Kombes Nyoman Merthadana, kepada reporter Tirto.

Menurut Zaenur, Polda Babel tidak perlu harus memanggil Bambang Hero sebagai terlapor. Sebab, polisi tinggal menelaah apakah Bambang melakukan perbuatan pidana atau tidak. Dari kacamata Zaenur: tidak ada sama sekali alasan mempidanakan Bambang.

Aparat penegak hukum seharusnya justru memberikan perlindungan kepada para ahli. Hal ini agar tidak terjadi hall serupa, dimana dimanfaatkan pihak terdakwa melaporkan saksi ahli kasus-kasusnya kasusnya sebagai bentuk ancaman.

“Ini merepotkan ahli itu sama saja menjadi satu hal yang membuat para ahli terhambat. Dan discourage mereka ke depan ketika akan memberikan keahliannya,” ucap Zaenur.

Ancaman Kebebasan Akademik

Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul Wicaksana Prakasa, menilai pelaporan terhadap Bambang kali ini adalah bentuk percobaan pembungkaman terhadap pegiat antikorupsi dan pejuang lingkungan hidup. Satria menilai bahwa upaya kriminalisasi terhadap Bambang merupakan perlawanan balik dari koruptor. Tabit semacam ini, ungkap Satria, terus terjadi dan merupakan fenomena yang mengancam kebebasan akademik dan hak asasi manusia.

“Sebelumnya ada Bapak Basuki Wasis dari IPB, pernah digugat bekas Gubernur Sulawesi Tengah yang juga melaporkan hal yang sama dengan gugatan yang cukup banyak,” kata Satria kepada reporter Tirto.

Satria menilai ancaman terhadap Bambang Heri dan Basuki Wasis sebagai saksi ahli, jadi bentuk SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation). Padahal, sudah ada regulasi di Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pada Pasal 66 yang merupakan instrumen Anti-SLAPP. Pasal ini digunakan melindungi siapa saja individu yang berjuang mempertahankan lingkungan hidup.

Pada prinsipnya, kata Satria, pelaporan terhadap akademisi yang menjadi ahli merupakan pengabaian nilai-nilai supremasi hukum hak asasi manusia. Selain UU PPLH, juga sudah ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 10 Tahun 2024 yang menempatkan ahli sebagai pembela lingkungan harus dilindungi. Adapun perhitungan yang dilakukan Bambang Hero dalam kesaksiannya sudah sesuai dengan Permen LHK Nomor 7 Tahun 2014.

“Bambang Hero atau akademisi lain tidak boleh dikriminalisasi. Ada juga di Undang-Undang Dikti yang mengenal tentang prinsip kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan yang juga sama-sama melindungi,” ujar Satria.

Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial FH UGM, Herlambang P Wiratraman, meminta Polda Babel harus tegas dalam memahami prosedur hukum. Termasuk, melihat perlindungan hukum bagi ahli yang dihadirkan di pengadilan. Posisi ahli ini disetujui kampus atau institusi akademik dimana seorang ahli bernaung.

Artinya, jika ada saksi ahli dipanggil ke kantor polisi sebab dilaporkan, ini bentuk kekeliruan. Karena ahli dilindungi dua hal. Pertama, ia adalah pihak yang dimintai keterangan. Dipakai atau tidak, jelas Herlambang, kesaksian ahli tetap diserahkan balik kepada hakim.

Nantinya, jika laporan hukum ahli dilanjutkan, sama dengan Polda Babel hendak memproses kriminal putusan peradilan. Dasar hukum ini juga bisa disimak dari SNP Komnas HAM Nomor 5 Tahun 2021, terkait perlindungan hukum bagi ahli di pengadilan.

“Lebih lanjut, polisi harus menghargai kebebasan akademik, karena posisinya berbasis pada kerja panjang akademiknya. Untuk menguji keahliannya bukan urusan polisi, melainkan peer akademik, di institusi kampus atau asosiasi akademik,” ungkap Herlambang kepada reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait KASUS TIMAH atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang