tirto.id - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat jumlah debitur yang kesulitan membayar kreditnya mengalami peningkatan selama pandemi COVID-19. Kesimpulan ini terekam dalam indikator profil debitur yang diamati Pefindo terutama pada kelompok high dan very high risk.
“Perubahan sebaran risk grade yang ditandai dari peningkatan persentase debitur dengan kategori high risk dan very high risk dan penurunan persentase very low, low dan average risk,” ucap Direktur Utama Pefindo Yohanes Arts Abimanyu dalam webinar IdScore Indonesia, Kamis (15/10/2020).
Data Pefindo menunjukkan rata-rata persentase profil risiko debitur sebelum pandemi saja sebenarnya sudah tinggi. Untuk kategori high dan very high risk sudah di atas 40 persen.
Selama pandemi, angkanya terus naik sejak Maret 2020. Sebagai perbandingan, pada Desember 2019 debitur yang masuk kategori high dan very high risk berkisar 41,2 persen, tetapi per Juli 2020 menjadi 45,2 persen.
“Meningkat 3,2 persen poin,” ucap Abimanyu.
Sementara itu, berdasarkan jenis lembaga keuangan, hampir seluruhnya mengalami peningkatan debitur berkategori high dan very high risk. Bank umum misalnya dari hanya 31,4 persen per Maret 2020 menjadi 33,8 persen per Juli 2020. Bank Perkreditan Rakyat juga sama, dari 46 persen di Maret 2020 menjadi 46,6 persen per Juli 2020.
Kenaikan cukup signifikan dialami perusahaan pembiayaan. Dari hanya 51,1 persen per Maret 2020 menjadi 57,7 persen per Juli 2020.
Abimanyu menilai berbagai program restrukturisasi yang digelontorkan pemerintah sangat membantu kondisi lembaga keuangan di tengah pandemi. Ia bilang lembaga keuangan masih tetap bisa menyalurkan kredit tetapi perlu diiringi dengan kehati-hatian.
“Tetap mengedepankan pengelolaan risiko secara terukur dan menghindari kenaikan potensi NPL dan portofolio kredit,” ucap Abimanyu.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz