Menuju konten utama

Patrialis Akui Diancam Petugas Saat OTT KPK

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar mengakui dirinya diancam oleh petugas KPK saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Grand Indonesia.

Patrialis Akui Diancam Petugas Saat OTT KPK
Mantan Hakim MK Patrialis Akbar (kiri) bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (21/4). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar mengungkap percakapannya dengan penyidik KPK saat ia tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Grand Indonesia pada 25 Januari 2017.

"Yang Mulia, saya ingin menyampaikan suasana saat saya ditangkap saat OTT pada 25 Januari 2017 di Grand Indonesia. Sekitar jam 9 malam datang kepada saya petugas KPK yang dipimpin saudara Christian, saya baru saja makan malam dan siap-siap untuk pulang," kata Patrialis saat memberikan tanggapan usai mendengarkan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (13/6/2017).

Meski Patrialis mengaku tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi), namun ia menyampaikan tanggapan langsung ke majelis hakim. Patrialis tampak emosional saat menyampaikan tanggapan itu.

Saat itu, mantan Menteri Hukum dan HAM tersebut bersama dengan istri, ada anak, cucu dan keponakannya. Patrialis lalu menyampaikan dialognya dengan petugas KPK yang ingin membawa dirinya ke KPK.

"Pak Patrialis Akbar, saya dari KPK", kata petugas KPK sambil memperlihatkan identitas. "Ada apa?", sahut Patrialis.

"Saya minta saudara ikut ke kantor," kata petugas KPK."Urusan apa?" tanya Patrialis.

"Tidak usah berdebat, kooperatif saja, saya minta saudara ikut saya," kata petugas KPK.

"Penangkapan atau apa? Mana surat tugasnya?" tanya Patrialis.

"Sekali lagi saya minta kooperatif, kalau tidak Saudara akan saya permalukan di muka umum," kata petugas KPK menurut Patrialis.

Patrialis pun berpikir bahwa hal itu adalah ancaman dan khawatir kalau petugas tersebut bukan petugas KPK asli bahkan bisa jadi penculik.

"Tapi karena dia meyakinkan saya, jadi saya ikut," ungkap Patrialis di hadapan majelis hakim, seperti diberitakan Antara.

Saat ditangkap, menurut Patrialis, ia sama sekali tidak melakukan tindak pidana bahkan sesaat setelah ditangkap tidak melakukan tindak pidana.

"Dan saat saya ditangkap tidak satu pun barang bukti ditemukan oleh KPK yang menangkap saya, dan saya juga tidak ada meminta perhatian khalayak ramai seperti pasal 11 UU KPK," ungkap KPK.

Patrialis dalam perkara ini diduga menerima 70 ribu dolar AS (sekitar Rp966 juta), Rp4,043 juta dan dijanjikan akan menerima Rp2 miliar dari Basuki Hariman dan Ng Fenny melalui Kamaludin untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Basuki Hariman adalah beneficial owner (pemilik sebenarnya) dari perusahaan PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa sedangkan Ng Fenny merupakan General Manager PT Impexindo Pratama. Keduanya sudah lebih dulu menghadapi sidang dakwaan pekan lalu.

Meski bukan menjadi orang yang mengajukan permohonan uji materi, Basuki dan Ng Fenny punya kepentingan agar memenangkan uji materi tersebut karena dengan adanya impor daging kerbau dari India akibat UU tersebut menyebabkan ketersediaan daging sapi dan kerbau lebih banyak dibanding permintaan serta harganya menjadi lebih murah dan menyebabkan Basuki sebagai importir merugi.

Basuki lalu meminta bantuan seorang pengusaha bernama Kamaludin yang juga teman dekat Patrialis Akbar sehingga Kamaludin merancang sejumlah pertemuan di antara keempatnya.

Pertemuan-pertemuan berlanjut dengan Patrialis memberikan sejumlah saran kepada Basuki agar memenangkan perkara itu antara lain kepada dua orang hakim Mahkamah Konstitusi yaitu I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul; membuat "surat kaleng" atau pengaduan dari masyarakat agar tim kode etik MK melakukan proses etik terhadap dua hakim tersebut; melakukan pendekatan kepada Hakim Suhartoyo yang belum menentukan pendapat; menginformasikan siapa saja hakim Konstitusi yang mengabulkan dan menolak; serta membolehkan Kamaludin untuk memotret draft putusan untuk ditunjukkan ke Basuki.

Atas jasa-jasa Patrialis itu, Kamaludin mendapatkan uang dari Basuki yang selanjutnya digunakan untuk kebutuhan Patrialis. Pemberian uang itu adalah pertama pada 22 September 2016 di restoran Paul Pacific Place sebesar 20 ribu dolar AS untuk membayar biaya hotel, golf dan makan bersama Patrialis Akbar, Ahmad Gozali dan Yunas di Batam.

Kedua, pada 5 Oktober 2016 di restoran Paul Resto, Pacific Place, Basuki Hariman memberikan 20 ribu dolar AS kepada Kamaludin karena Kamaludin telah membantu permohonan uji materi perkara itu dikabulkan.

Ketiga, pada 13 Oktober 2016 bertempat di restoran di Hotel Mandarin Oriental sebesar 10 ribu dolar AS untuk biaya transportasi, akomodasi dan kegiatan golf Kamaludin, Patrialis Akbar, mantan Ketua MK Hamdan Zoelva dan Ahmad Gozali di Batam dan Bintan.

Keempat, pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sebesar 10 ribu dolar AS untuk keperluan umrah.

Selain itu Basuki pun menjanjikan Rp2 miliar yang sudah ditukar menjadi 200 ribu dolar Singapura, namun belum sempat diberikan kepada Patrialis.

Baca juga artikel terkait OTT PATRIALIS AKBAR atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri