tirto.id - Partai Buruh mendesak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI untuk mengambil alih tata kelola perekrutan dan penempatan anak buah kapal (ABK). Hal itu disampaikan Partai Buruh saat berdemo di Kantor Kemnaker RI, Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).
Partai buruh menggelar unjuk rasa bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Demonstrasi ini dalam rangka Hari Migran Internasional setiap 18 Desember.
"Terkait dengan buruh migran yang disuarakan oleh Partai Buruh, ini adalah sebagai solidaritas atas perjuangan yang dilakukan oleh kawan-kawan buruh migran," kata Ketua Bidang Informasi, Komunikasi dan Propaganda Partai Buruh, Kahar S. Cahyono di Kantor Kemnaker, Senin.
Perizinan soal penempatan dan perekrutan ABK saat ini masih di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI. Dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan Migran, Kahar mengatakan seharusnya Kemnaker bisa mengambil alih tata kelola perekrutan dan penempatan ABK sepenuhnya.
"Kami juga mendesak karena anak buah kapal sebagai buruh migran juga bagian dari pekerja di mana itu adalah tanggung jawab dari Kementerian Ketenagakerjaan. Hal itu untuk memastikan terkait dengan mulai dari proses perekrutan, kemudian penempatan, kemudian saat mereka bekerja, dan kemudian pasca purna kerja, itu dipastikan hak-haknya terpenuhi," kata Kahar.
Kahar menuntut pemerintah memerhatikan hak pekerja migran seperti upah yang layak, kebebasan membuat serikat pekerja, mendapat jaminan sosial, dan hak-hak lainnya.
Partai Buruh juga mendorong Kemenhub untuk menghentikan penerbitan surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK).
"Mohon itu untuk tidak lagi dilakukan di Kementerian Perhubungan, karena selama ini kita melihat carut-marut dari awak buah kapal, carut-marut dari perlindungan buruh migran, salah satunya adalah tumpang tindih antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan," ujar Kahar.
"Jadi dengan momentum ini, kami meminta agar dihentikan penerbitan surat ijin perekrutan dan penempatan yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Perhubungan," sambung dia.
Selain terkait tuntutan pekerja migran, Partai Baruh dan serikat pekerja juga menyampaikan penolakan terhadap Undang-Undang (UU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan omnibus law UU Cipta Kerja.
Kahar menyebut bahwa terdapat beberapa pasal yang dinilai akan merugikan perjuangan kaum buruh termasuk buruh migran.
"Misalnya adalah soal pasal terkait dengan penghinaan presiden dan lembaga pemerintahan. Karena kritik bisa jadi kalau presidennya 'tipis kuping', itu dianggap sebagai penghinaan," beber Kahar.
Selain itu, Kahar mengkritik pasal dalam UU KUHP soal unjuk rasa tanpa pemberitahuan bisa dipidana. Meskipun ada klausa kerusuhan, tetapi hal itu mengangkangi kebebasan warga negara untuk menyamaikan pendapat.
Sementara terkait UU Cipta Kerja, Partai Buruh mengatakan peraturan tersebut mengakibatkan kenaikan upah menjadi kecil, membuat buruh mudah dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), pesangon makin berkurang, kontrak makin merajarela karena tidak ada batasan terkait dengan periode kontrak, serta mempermudah masuknya tenaga kerja asing.
Menurut Kahar, UU Cipta Kerja bukan lagi kekhawatiran terjadi reduksi terhadap kesejahteraan, tetapi sudah terbukti.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Gilang Ramadhan