Menuju konten utama

Paradoks Pernyataan Jokowi Soal Jas Hitam dan Baju Putih

pernyataan Jokowi bukan saja kontradiktif dengan perpres yang ia tandatangani tapi juga paradoks dengan sikapnya yang beberapa kali mengenakan jas hitam.

Paradoks Pernyataan Jokowi Soal Jas Hitam dan Baju Putih
Calon Presiden petahana nomor urut 01 Joko Widodo berswafoto dengan massa pendukungnya saat melakukan kampanye terbuka di kota Dumai, Dumai, Riau, Selasa (26/3/2019). ANTARA FOTO/AswaddyHamid/wsj.

tirto.id - Seruan Jokowi agar pendukungnya menggunakan baju putih saat ke TPS pada 17 April 2019 menjadi kontroversial. Pasalnya seruan ini diikuti dengan tafsirnya terhadap jas hitam yang ia nilai sebagai pakaian mahal, pakaian orang Eropa dan Amerika yang tak mencerminkan keindonesiaan.

“Gunakan hak pilih kita pada tanggal 17 April 2019. Jangan lupa pilih yang bajunya putih. Karena putih adalah kita. Kita semua ke TPS berbondong-bondong berbaju putih,” kata Jokowi

"Kalau pakai jas, mahal. Ya ndak? Jas itu pakaian orang Eropa, pakaian orang Amerika, orang Indonesia cukup baju murah, pakai baju putih, seperti baju yang saya pakai."

Narasi dan tafsir Jokowi soal baju putih dan jas hitam tentu tak lepas dari konteks gambar calon presiden dan calon wakil presiden yang ada di kertas suara. Di kertas suara 17 April nanti Jokowi dan pasangannya Ma'ruf Amin mengenakan baju putih lengkap dengan kopiah hitam. Sedangkan lawan mereka dari nomor urut 02 mengenakan pakaian jas berwarna hitam, kemeja putih, dasi merah, dan peci berwarna hitam juga.

Persoalannya tafsir Jokowi bahwa jas itu mahal dan cuma mencerminkan pakaian orang Amerika serta Eropa kontradiktif dengan Perpres Nomor 71/2018 tentang Tata Pakaian Pada Acara Kenegaraan dan Acara Resmi yang ia tandatangani.

Melansir situs Sekretariat Kabinet Republik Indonesia disebutkan jenis pakaian pada acara kenegaraan, menurut Perpres ini, terdiri atas: a. Pakaian Sipil Lengkap (PSL); b. pakaian dinas; c. pakaian kebesaran; dan d. pakaian nasional. Sedangkan untuk pakaian pada acara resmi selain jenis pakaian di atas, juga dapat berupa pakaian sipil harian (PSH) atau seragam resmi.

Menurut Perpres ini, PSL untuk laki-laki berupa: jas berwarna gelap, kemeja lengan panjang putih, celana panjang yang berwarna sama dengan jas, dasi dan sepatu hitam. Sementara PSL untuk perempuan berupa: jas berwarna gelap, kemeja putih, rok atau celana panjang yang bersama sama dengan jas, dan sepatu hitam.

Dosen komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai pernyataan Jokowi bukan saja kontradiktif dengan perpres yang ia tandatangani tapi juga paradoks dengan sikapnya. Ini karena dalam banyak kesempatan Jokowi gemar mengenai jas berwarna hitam.

"Mestinya tak usah terjebak pada hal artifisial semacam ini," kata Adi saat dihubungi wartawan Tirto, Rabu (27/3/2019).

Adi berpendapat penggunaan narasi soal perbedaan antara kemeja putih dengan jas hitam bertujuan untuk mendulang simpati masyarakat. Adi mengatakan hal itu mungkin dilakukan saat Pilpres 2019 meski bertentangan dengan regulasi yang dibuatnya sendiri.

"Pernyataan Jokowi itu sebagai upaya positioning bahwa ia merakyat apa adanya tanpa atribusi mewah, seperti jas," ujarnya.

Dikritik Kubu Prabowo

Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, juga mengkritik pernyataan Jokowi yang menyebut jas hitam adalah pakaian orang Eropa dan Amerika, sehingga Jokowi memilih menggunakan kemeja putih daripada jas untuk foto di surat suara Pemilu 2019.

Melalui akun Twitter pribadinya, Dahnil mengatakan Presiden Jokowi justru pernah menandatangani peraturan soal pakaian resmi acara kenegaraan, yang salah satunya adalah mengenakan jas hitam. Sementara Pemilu juga termasuk acara kenegaraan sehingga Prabowo-Sandiaga memilih untuk menggunakan jas.

"Pun, foto resmi Presiden mengenakan jas lengkap. Apakah Presiden ikut-ikutan Eropa? Mikir, mikir, baca, baca," twit Dahnil, Rabu (27/3/2019).

BPN Prabowo-Sandiaga juga menilai imbauan Jokowi tak mengerti asas pemilu yakni langsung, umum, bebas dan rahasia. Juru bicara BPN Ferdinand Hutahaean menganggap Jokowi tak memahami makna demokrasi yang sesungguhnya.

"Dengan identifikasi tertentu seperti menggunakan baju putih artinya menabrak asas pemilu yang tidak lagi rahasia karena kita sudah tahu bahwa yang datang ke TPS itu baju putih itu [pendukung] Jokowi," kata Feridinand kepada reporter Tirto, Rabu (27/3/2019).

Hanya Gimik Kampanye

Sementara juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arya Sinulingga menjelaskan imbauan Jokowi mengenakan pakaian warna putih saat hari pencoblosan hanya gimik saat berkampanye.

"Ini kan gimmick campaign, artinya pilihlah yang sederhana di kertas suara, yang gampang membedakan dengan pihak sebelah," ujar Arya kepada reporter Tirto, Rabu (27/3/2019).

Arya menerangkan, pernyataan Jokowi tersebut merupakan bentuk ajakan kepada masyarakat agar datang ke TPS mengenakan pakaian berwarna putih.

"Kan nggak mungkin pakai jas, kan ke TPS jarang rakyat pakai jas. Jadilah pakai baju putih yang gampang dan simpel, marilah kita putihkan TPS, gitu," terangnya.

Menanggapi seruan Jokowi, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis mengatakan penyelenggara pemilu tidak bisa melarang masyarakat mengenakan baju warna tertentu saat hari pencoblosan Pemilu 2019.

"Jadi misalnya ada yang pake baju warna pink, merah, kuning, hijau, biru itu kan biasa. Menjadi berbeda kemudian bila ada atributnya," jelas Viryan di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2019).

Meski begitu, Viryan mengingatkan tak boleh ada atribut maupun alat peraga kampanye (APK) di dalam maupun di sekitar area tempat pemungutan suara (TPS).

Viryan tidak mempermasalahkan seruan Jokowi kepada pendukungnya untuk mengenakan pakaian warna tertentu. Menurutnya, seruan tersebut masih wajar dilakukan asalkan tetap berpegang pada aturan yang berlaku.

"KPU berpegang pada batasan yang sudah diatur," jelasnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Gilang Ramadhan

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto & Haris Prabowo
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Jay Akbar