tirto.id - Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat FH UGM) menilai, Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Romahurmuziy menambah panjang daftar kasus korupsi yang terjadi di Kementerian Agama (Kemenag).
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman menyebutkan, ada beberapa hal yang bisa dijadikan catatan terkait kasus jual beli jabatan di Kemenag. Pertama, kata dia, berulangnya korupsi menunjukkan program reformasi birokrasi di Kemenag tidak berjalan baik. Utamanya, belum terjadi perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur yang bebas korupsi.
"Proses seleksi pejabat yang semestinya dijalankan dengan prinsip merit sistem tidak berjalan. Pengisian jabatan pada praktiknya masih dipengaruhi kekuatan relasi politik. Dampak seleksi jabatan yang koruptif akan merusak institusi karena diisi oleh pejabat yang tidak berintegritas dan tidak kompeten, sehingga menunjukkan lemahnya sistem pengawasan di Kemenag," ujar Zaenur melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (19/3/2019).
Yang kedua, kasus ini merupakan praktik perdagangan pengaruh atau trading in influence yang masih dilakukan oleh petinggi partai politik. Romahurmuziy pada dasarnya tidak memiliki kewenangan di Kemenag.
"Namun, sebagai Ketua Umum PPP, ia memanfaatkan relasi mengingat Menteri Agama berasal dari PPP. Praktik perdagangan pengaruh juga pernah dilakukan oleh mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaq dalam kasus impor daging sapi," terang Zaenur.
Menurutnya, perdagangan pengaruh merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi yang belum diatur secara lengkap dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Perdagangan pengaruh diatur dalam Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) sebagaimana diratifikasi dalam UU Nomor 7 Tahun 2006.
"Tetapi undang-undang ratifikasi belum mencantumkan ancaman pidana, akhirnya KPK menggunakan pasal suap untuk menjerat pelaku praktik perdagangan pengaruh," jelasnya.
Catatan ketiga terkait kasus ini, lanjutnya, KPK harus terus memperdalam pengusutan keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi ini. Uang sitaan dengan nilai ratusan juta rupiah di ruang Menteri Agama perlu diteliti statusnya.
"KPK juga perlu mendalami secara lengkap potensi korupsi di Kemenag agar kasus korupsi tidak terus berulang," kata dia.
Catatan keempat, tambah Zaenur, OTT jual beli jabatan di Kemenag juga menjadi peringatan tingginya potensi korupsi oleh elit partai politik menjelang pemilihan umum. Setiap politisi dan partai politik sedang dalam situasi puncak kompetisi untuk memenangkan pemilu.
"Tentu saja semua membutuhkan pendanaan. Salah satu sumber pendanaan politik adalah hasil korupsi dengan berbagai modus. Beberapa di antaranya yaitu jual beli jabatan, jual beli perizinan, suap dalam pengadaan, korupsi bansos dan dana hibah, dan lain-lain," jelasnya.
Ia pun menyebutkan beberapa korupsi yang pernah menyeret lembaga pengurus bidang ukhrawi ini, mulai dari korupsi dana abadi umat, dana haji, pengadaan kitab Al-Qur’an, komputer madrasah, hingga terakhir jual beli jabatan.
"Daftar korupsi ini belum termasuk yang terjadi di Kanwil dan kantor kemenag kabupaten/kota. Pelakunya mulai dari pejabat tingkat bawah hingga pejabat tertinggi. Dua eks menteri agama yaitu Said Agil Munawar dan Suryadharma Ali pernah menjadi terpidana korupsi," tuturnya.
Berdasarkan hal tersebut, kata Zaenur, PUKAT mendorong reformasi birokrasi total (taubatan nasuha) di Kemenag serta meminta Presiden dan DPR untuk segera mengubah UU Tipikor.
"Di antaranya memasukkan perdagangan pengaruh," ucapnya.
Selain itu, sambungnya, Pukat juga meminta KPK meningkatkan level kewaspadaan korupsi di hari-hari kritis menjelang pemilihan umum dan mendorong partai politik berbenah melakukan upaya-upaya pencegahan korupsi di internal partai.
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Maya Saputri