Menuju konten utama

OJK Rilis Aturan Strategi Anti Fraud untuk Lembaga Jasa Keuangan

OJK merilis aturan tentang penerapan strategi anti fraud bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) melalui POJK Nomor 12 Tahun 2024.

OJK Rilis Aturan Strategi Anti Fraud untuk Lembaga Jasa Keuangan
Seorang karyawan menerima pengaduan warga terkait permasalahan perbankan di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB di Mataram, NTB, Senin (20/9/2021). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.

tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis aturan tentang penerapan strategi anti fraud bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2024. Aturan ini merupakan tindak lanjut dari masukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Peraturan Mahkamah Agung No.13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, mengungkapkan seiring dengan peningkatan kompleksitas kegiatan usaha di sektor jasa keuangan, semakin tinggi pula potensi fraud oleh LJK. Karenanya, untuk menghindari dampak negatif ke industri jasa keuangan, negara, hingga masyarakat, POJK ini dirilis untuk mencegah dan menangani praktik korupsi, penyuapan dan gratifikasi di LJK, utamanya sektor swasta.

"Penyusunan POJK SAF LJK ini dilatarbelakangi antara lain, diperlukan integrasi ketentuan OJK terkait penerapan strategi anti Fraud yang telah berlaku di beberapa sektor jasa keuangan dan perluasan cakupan menjadi berlaku bagi seluruh LJK," ujar Aman, dalam keterangan resminya, dikutip Tirto, Rabu (14/8/2024).

POJK ini mengatur antara lain soal penjelasan jenis perbuatan yang tergolong fraud; ruang lingkup pihak yang terlibat meliputi LJK dan organisasi yang dikendalikan, konsumen dan pihak lain yang bekerjasama dengan LJK, termasuk sektor swasta; kewajiban penyusunan dan penyampaian kebijakan SAF, serta penyampaian laporan kejadian fraud, baik laporan rutin maupun insidental, dan sanksi denda keterlambatan penyampaian yang disesuaikan dengan kompleksitas kegiatan usaha LJK.

Kemudian ada pula aturan tentang kewajiban penerapan fraud detection system disertai peningkatan pemahaman pihak internal dan eksternal yang terkait, dan didukung penerapan manajemen risiko yang memadai; serta Kewajiban memiliki unit kerja atau fungsi yang bertugas menangani penerapan strategi anti fraud disesuaikan dengan kompleksitas kegiatan usaha LJK.

Bagi LJK yang belum memiliki fungsi kepatuhan dan manajemen risiko, unit kerja atau fungsi yang menangani penerapan Strategi Anti Fraud, dapat dirangkap oleh unit kerja atau fungsi lain sepanjang terdapat pengawasan berjenjang (dual control) dan mengedepankan prinsip pemisahan tugas (segregation of duties). Namun, dalam hal terdapat pengaturan lain mengenai independensi fungsi tertentu, misalnya audit intern, perangkapan tidak dapat dilakukan.

"Pedoman penerapan Strategi Anti Fraud dalam ketentuan ini ditujukan untuk dapat mengarahkan LJK dalam melakukan pengendalian fraud melalui upaya yang tidak hanya ditujukan untuk mencegah, namun juga mendeteksi dan melakukan investigasi serta memperbaiki sistem sebagai bagian dari strategi yang bersifat integral dalam mengendalikan fraud," imbuh Aman.

Sementara itu, kriteria kejadian atau pelaporan yang terindikasi fraud adalah apabila ditemukan adanya pelanggaran signifikan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh pelaku fraud; kejadian fraud yang dapat membahayakan kelangsungan usaha LJK; dan/atau kejadian fraud yang berpotensi menjadi perhatian publik atau menurunkan reputasi LJK.

"Penerbitan POJK SAF LJK diharapkan dapat mendorong pelaksanaan implementasi anti fraud bagi LJK di bawah pengawasan OJK secara menyeluruh, sehingga tercipta ekosistem keuangan yang kuat dan sehat," tukas Aman.

Baca juga artikel terkait OJK atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang