Menuju konten utama
Kasus Suap Lippo Group

Nurhadi Bantah Sembunyikan Duit di Kloset Saat KPK Geledah Rumahnya

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman membantah menyembunyikan uang di kloset saat KPK menggeledah rumahnya terkait kasus suap Lippo Group kepada panitera PN Jakarta Pusat .

Nurhadi Bantah Sembunyikan Duit di Kloset Saat KPK Geledah Rumahnya
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman (kiri) berjalan memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (6/11/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

tirto.id - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman membantah kabar dirinya menyembunyikan uang di kloset rumahnya kala penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru datang untuk menggeledah rumahnya.

Hal itu ia sampaikan saat menjadi saksi mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (21/1/2019).

"Masalah uang itu sering disebutkan uang di kloset. Itu fitnah besar. Masa uang sebesar itu dibuang di kloset," kata Nurhadi kepada Jaksa.

Ia menjelaskan, barang-barang yang disita di rumahnya semua sudah tercantum di dalam berita acara, termasuk di mana barang itu ditemukan. Di dalam dokumen tersebut tidak dikatakan ada uang di kloset.

"Sekarang media enggak ada sumbernya di situ," kata Nurhadi.

Pada 20 April 2016, KPK menggeledah rumah Nurhadi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penggeledahan dilakukan dalam kasus yang sama, tapi dengan terdakwa eks panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution.

Dalam penggeledahan itu, KPK menyita uang senilai Rp1,7 miliar dalam berbagai pecahan mata uang dan sejumlah dokumen. Selain itu, disebut pula ketika penyidik baru datang, terjadi kepanikan di rumah Nurhadi. Penyidik menemukan sejumlah uang dan sobekan dokumen di dalam kloset kamar mandi Nurhadi.

Dalam perkara ini Eddy Sindoro didakwa telah menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Suap itu terkait dengan pengurusan dua perkara yang melibatkan dua perusahaan yang pernah dipimpin oleh Eddy.

"Memberi uang sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar Amerika Serikat kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Edy Nasution selaku Panitera pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujar Jaksa Abdul Basir saat membacakan dakwaan untuk Eddy.

Jaksa menjelaskan Eddy Sindoro menyuap Edy Nasution sebanyak dua kali. Suap pertama terkait dengan penundaan eksekusi putusan (Aanmaning) perkara niaga antara PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT KYMCO).

Untuk pengurusan perkara ini, Eddy Sindoro diduga menyuap Edy Nasution sebesar Rp150 juta.

Selain itu, Eddy pun disebut kembali menyuap Edy Nasution terkait pengurusan Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung yang menyatakan PT Across Asia Limited (PT AAL) pailit pada 31 Juli 2013. Dikatakan, sebenarnya batas waktu pengajuan PK telah lewat, tapi Eddy menyuap Edy Nasution sebesar 50 ribu dollar Amerika Serikat agar gugatan PK PT AAL dapat diajukan.

Atas perbuatannya, Eddy Sindoro didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Baca juga artikel terkait SUAP LIPPO GROUP atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno