tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan merasa janggal dengan motif kekecewaan terdakwa penyerang dirinya yang dikaitkan dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi di tubuh Polri.
Sebab menurut Novel, yang semestinya khawatir dengan kinerjanya ialah pihak-pihak yang berbuat tindak pidana korupsi.
"Apabila saya sebagai penyidik yang menyidik petinggi polri yang berbuat korupsi, maka seharusnya yang akan khawatir anggota yang kaya dengan menggunaan wewenangnya atau berbuat serupa," ujar Novel saat menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (30/4/2020).
Dua penyerang Novel yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette merupakan anggota Polri dengan pangkat Brigadir. Salah satu dari mereka yakni Ronny sempat menuding Novel sebagai pengkhianat.
Kekecewaan terdakwa diduga berhubungan dengan upaya Novel menyidik kasus korupsi proyek simulator ujian SIM Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Lawannya ialah "ikan besar", yakni Irjen Djoko Susilo dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Soekotjo S Bambang.
Melihat kelakukan keduanya sebagai terdakwa penyerangan atas dirinya, Novel justru sangsi.
"Kalau anggota polri apalagi pangkatnya Brigadir, tentu ia bukan orang yang kaya raya, dia orang yang sedehrna. Tidak mungkin akan seperti itu. Itu logikanya. Kalau dikatakan korelasinya itu tidak benar," ujarnya.
Andai kata tidak berhubungan dengan kinerja Novel memberantas korupsi di tubuh Polri, ia tidak mengenal kedua terdakwa, terlebih lagi memiliki persoalan pribadi.
"Saya tidak pernah bertemu dan berkomunikasi, tidak pernah ada hubungan kedinasan, apalagi pribadi. Saya tidak pernah tau sosok keduanya," ujarnya.
Penyidik Polri menangkap kedua terdakwa di kawasan Cimanggis, Depok, pada Kamis (26/12/2019) malam. Setelah pemeriksaan intensif, kedua polisi aktif tersebut ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (27/12/2020) pagi.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan