tirto.id - Pemerintah menyiapkan langkah-langkah strategis guna menekan potensi lonjakan kasus diakibatkan meningkatnya mobilitas masyarakat pada periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Di antaranya, penerapan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia pada 24 Desember 2021 - 2 Januari 2022. Pemerintah menekankan, masyarakat tetap dapat merayakan Nataru namun dengan menaati aturan-aturan yang berlaku.
Terkait penerapan PPKM Level 3 tersebut, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan, bahwa aturan tersebut diberlakukan bukan karena situasi COVID-19 di Indonesia yang mewajibkannya. Kebijakan tersebut ditetapkan dengan tujuan mengatur mobilitas masyarakat pada Nataru agar gelombang ketiga tidak terjadi.
“Secara umum, kondisi penanganan COVID-19 kita sangat baik, bahkan apresiasi luar negeri sangat bagus terhadap Indonesia, dan kondisi ini harus kita pertahankan,” ujar Muhadjir dalam keterangannya, Jumat (19/11/2021)
Kendati demikian, dikatakannya, berdasarkan pengalaman, pergerakan manusia dalam libur panjang berpotensi menimbulkan lonjakan kasus. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah perlu menetapkan kebijakan lebih ketat dan aturan-aturan baru. Guna mempermudah pelaksanaan serta sosialisasi kepada masyarakat, pemerintah akan menerapkan regulasi yang sudah dikenal, yakni PPKM Level 3 untuk seluruh Indonesia.
Muhadjir menjelaskan bahwa khusus untuk PPKM Level 3 Nataru ini, penerapannya akan diseragamkan untuk seluruh Indonesia dengan ketentuan yang sudah berlaku pada PPKM Level 3, serta ditambah aturan terhadap kegiatan berskala besar.
“Kegiatan yang melibatkan kerumunan besar akan diatur mulai dari dilarang sampai diperkecil peluangnya,” tegas Menko PMK.
Ia menyatakan cukup optimis implementasi kebijakan untuk Nataru dapat berjalan baik di lapangan, mengingat semua kementerian dan lembaga sudah berpengalaman sehingga sudah tahu apa yang harus dilakukan, bahkan sekarang pun sudah mulai melakukan aktivitas persiapannya.
Dalam menghadapi Libur Nataru tahun ini, menurutnya, Indonesia dinilai memiliki situasi lebih baik dibandingkan sebelumnya dengan adanya cakupan vaksinasi di atas 60% untuk dosis pertama, juga angka kasus, fatality rate, angka kasus aktif dalam kondisi yang landai.
“Akan tetapi kita tidak boleh jemawa dengan kondisi yang sudah kita miliki ini. Justru kita harus lebih hati-hati,” ujar Muhadjir
Ia menjelaskan, sesuai arahan Presiden, pada liburan Nataru tahun ini tidak diadakan penyekatan. Namun pemerintah menetapkan bahwa orang yang bepergian harus dalam keadaan sehat, dengan cara memastikan status vaksinasi yang bersangkutan serta melalui hasil tes swab.
“Siapa saja yang mau bepergian supaya segera menggunakan aplikasi PeduliLindungi, kemudian harus vaksin. Yang belum vaksin harus vaksin, diusahakan sudah vaksin kedua. Selain itu, sebelum berangkat juga dilakukan tes swab,” tutur Menko PMK.
Akan halnya jenis tes swab mana yang dibutuhkan, menurutnya, akan menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan untuk menetapkan.
Selain itu, pemerintah juga akan memastikan pengecekan dan pemantauan perjalanan hingga tempat tujuan, bekerja sama dengan Polri. Tidak hanya lokasi mudik, tujuan perjalanan seperti tempat wisata pun akan diawasi ketat. Polri siap untuk melakukan vaksinasi di tempat, bila menemukan pelaku perjalanan yang belum mendapatkan suntikan vaksinasi.
“Tetapi, seyogyanya, kalau tidak ada urusan yang primer dan mendesak, sebaiknya hindari bepergian pada Nataru,” tegas Muhadjir.
Ia tidak memungkiri tetap adanya kemungkinan pergerakan masyarakat secara besar-besaran pada Nataru. Untuk itu, sebagai langkah antisipasi, pemerintah telah mengatur sejak awal bahwa ASN, TNI Polri, termasuk pegawai BUMN dilarang mengambil cuti pada masa Nataru. Sedangkan pegawai swasta diimbau tidak memanfaatkan libur Nataru untuk cuti.
Muhajir menilai, saat ini fasyankes dan tenaga kesehatan sudah lebih terlatih dan siap dibandingkan ketika Indonesia menghadapi puncak COVID-19 sebelumnya. Namun demikian, ia menekankan, jangan karena semua lebih siap maka masyarakat menjadi teledor atau lengah.
“Lebih baik tidak pernah masuk rumah sakit, walaupun mungkin fasilitas yang disediakan pemerintah sudah lebih baik,” tegasnya.
Editor: Maya Saputri