tirto.id - Eskalasi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah memberikan dampak langsung kepada agen pemegang merek (APM) sepeda motor yang menjual produk sepeda motor impor utuh (CBU). APM sebagai importir harus meramu strategi buat menahan harga jual motor impor agar daya beli tidak anjlok.
Rintangan buat importir sepeda motor gede (moge) bermesin di atas 500cc semakin berat setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan pajak penghasilan (PPh) barang impor dari 7,5 persen ke 10 persen. Beban PPh plus pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) membuat total pajak moge mencapai 190 persen dari harga dasar.
APM sepeda motor yang punya produk motor impor, seperti Astra Honda Motor (AHM) dan Kawasaki Motor Indonesia (KMI) tengah mempertimbangkan kenaikan harga moge mereka. Namun, belum ada yang memastikan berapa kenaikan harga yang bakal diberlakukan.
“Juli kemarin sudah sempat naik, termasuk harga motor konvensional. Dalam waktu dekat ini akan ada kenaikan lagi untuk moge,” ujar General Manager Corporate Communication PT Astra Honda Motor (AHM) Ahmad Muhibuddin, dikutip Kompas.
Meski sudah punya rencana menaikkan harga, APM seolah masih saling lirik untuk mulai memberlakukan kenaikan harga jual moge. Pertimbangan daya beli dan persaingan dengan kompetitor membuat mereka masih mempertahankan harga.
Sucipto Wijono, ine Head Sales and Production Department Marketing and Sales Division PT KMI, mengakui kenaikan nilai dolar berdampak pada aktivitas bisnis moge. Namun, pihaknya masih menunggu waktu yang tepat untuk menetapkan peningkatan harga moge.
Sejauh ini KMI belum juga mengumumkan kenaikan produk moge. Bahkan, Kawasaki ZX-6R model year (MY) 2019 yang diperlihatkan di Indonesia Motorcycle Show (IMOS) 2018 masih dijual dengan harga senilai dengan ZX-6R MY 2018, yakni Rp299,4 juta.
“Sebenarnya pengaruh (kenaikan harga dolar), tapi kita tetap mengutamakan daya beli. Kita lihat daya beli konsumen, sama range harga di kelas (produk sepeda motor) 4-silinder. Jadi kita tetap stabilin harga biar orang tetap (punya ) alternatif untuk (moge) pilihannya,” kata Cipto saat berbincang dengan Tirto beberapa waktu lalu.
Eskalasi harga motor-motor impor hampir bisa dipastikan segera terjadi. Hanya saja, setiap importir tetap berusaha agar harga produknya tidak langsung meroket. Salah satu caranya dengan menerapkan strategi hedging.
“Kalau impak (kenaikan nilai dolar AS) kepada kita signifikan, karena terutama ada dua aspek, pertama pemerintah menaikkan pph dari 7,5 ke 10 abis itu exchange rate dari 13.400 ke 15.200,” kata President Director & CEO PT Peugeot Motor Indonesia Satya Saptaputra.
“Pastinya (harga) akan naik, semua importir akan naikin. Cuma masalahnya berapa (besar kenaikan) bisa kita siasatin, misalnya (dengan) hedging. Pasti tiap pengusaha ada metode-metodenya, tentu kita coba minimalisir kenaikkan harga,” imbuh Satya. Seluruh produk Peugeot Motorcycle di Indonesia merupakan barang impor utuh. Maka nilai dolar AS sangat mempengaruhi bisnis Peugeot Motor Indonesia.
Strategi hedging dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan kurs mata uang Asing beberapa waktu ke depan. Perusahaan mematri nilai transaksi impor yang disepakati produsen dengan cara membeli kontrak serah, sebuah dokumen kesepakatan untuk pembelian barang di waktu mendatang.
Dalam kontrak tersebut, importir menetapkan besaran nilai tukar mata uang yang akan menjadi dasar perhitungan harga barang. Sehingga importir tidak perlu membayar lebih mahal jika transaksi dilakukan saat kurs rupiah semakin melemah.
Nilai impor sepeda motor cenderung menurun dalam beberapa tahun belakangan. Mengutip data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), impor sepeda motor kapasitas mesin di atas 250 cc secara utuh dan terurai menurun nilainya, dari 46,6 juta dolar AS di 2012, 44,1 juta dolar AS di 2013, 28,3 juta dolar AS pada 2014, dan 14,2 juta dolar AS di 2015. Meski pada 2016 nilainya naik menjadi 16,7 juta dolar AS, volume impor di kategori tersebut sudah berkurang signifikan.
Sebaliknya, impor bahan baku sepeda motor masih bersemi dan nilainya meningkat dari tahun ke tahun. Nilai impor komponen transmisi pada 2012 ada di level 2 juta dolar AS, lalu meningkat 2,1 juta dolar AS dan 2,6 juta dolar AS pada 2013 dan 2014. Eskalasi nilai semakin masif menjadi 3,8 juta dolar AS di 2015 dan 4,4 juta dolar AS di 2016.
Statistik tersebut menunjukkan aktivitas produksi sepeda motor di Indonesia masih memiliki ketergantungan cukup tinggi pada bahan baku impor. Mayoritas komponen seperti baja atau logam lainnya untuk mesin dan transmisi didatangkan dari luar negeri. Hal ini membuat harga sepeda motor rakitan lokal tetap sensitif pada kondisi kurs rupiah.
Pada Juli 2018, AHM menaikkan harga sejumlah produk rakitan lokal. Meskipun kenaikan harga tidak signifikan, yakni hanya sekitar Rp100 ribu, keputusan itu menjadi sinyalemen bahwa pabrikan dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia itu belum resisten dari fluktuasi nilai mata uang.
Nyatanya kondisi kurs rupiah melorot menjadi momok buat industri sepeda motor di Indonesia. Selain karena produk motor impor masih eksis, manufaktur pun masih mengandalkan material impor untuk komponen-komponen penting seperti mesin dan transmisi. Keadaan ini harus dikoreksi jika ingin membuat industri otomotif dalam negeri mandiri dari sengatan mata uang asing.
Editor: Suhendra