Menuju konten utama

Nasib Jemaah Kalau First Travel Dinyatakan Pailit

Jika dalam masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ini First Travel gagal berdamai dengan para krediturnya, maka ia akan dinyatakan pailit. Lalu bagaimana nasib para jemaah?

Nasib Jemaah Kalau First Travel Dinyatakan Pailit
Calon jemaah umrah mendatangi kantor pengelola biro jasa umrah First Travel di Cisalak, Depok, Jawa Barat, Jumat (11/8). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Pada mulanya First Travel membuat paket umrah murah, Rp14 juta saja. Ribuan orang tergiur sebab rerata harga paket umrah paling murah sekitar Rp18 juta. Mereka ramai-ramai mendaftar umrah ke First Travel.

Sayangnya, paket umrah murah itu ternyata iming-iming belaka. Ribuan calon jemaah yang sudah membayar lunas tak kunjung diberangkatkan. Sampai 6 Juni 2017, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menerima 3.825 pengaduan dari calon jemaah First Travel.

"Dengan tingginya permasalahan tersebut, YLKI meminta masyarakat yang ingin umrah tidak mendaftar lebih dahulu ke biro umrah tersebut dengan indikasi banyaknya pengaduan jemaah yang beum atau gagal berangkat," terang Ketua YLKI Tulus Abadi.

Pada 21 Juli 2017, Otoritas Jasa Keuangan menghentikan operasional paket umrah murah milik First Travel. Sejak saat itu, ia mulai ramai diberitakan media. Gemerlap kehidupan pemiliknya, Anniesa Hasibuan pun ikut menjadi sorotan.

Baca juga laporan khusus Tirto tentang First Travel:

Cara First Travel Menipu Jemaah Umrah

Kehidupan Glamor Anniesa Hasibuan, Pemilik First Travel

Pihak kepolisian juga turun tangan. Anniesa dan suaminya ditangkap dengan tuduhan penipuan. Sejumlah jemaah kemudian melayangkan permohonan penundaan kewajiban pembayawan utang (PKPU) atas First Travel ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Selasa, 22 Agustus 2017, PT First Anugerah Karya Wisata alias First Travel dinyatakan dalam masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Ia diberikan waktu PKPU sementara selama 45 hari untuk menyusun proposal perdamaian.

Dalam waktu 45 hari itu, sejumlah rapat kreditur akan digelar. Bukan hanya kreditur yang mengajukan permohonan PKPU ke pengadilan, tetapi semua pihak yang memiliki piutang atas First Travel. Pengadilan juga menunjuk empat orang pengurus, yakni Sexio Yuni Noor Sidqi, Abdillah, Ahmad Ali Fahmi, dan Lusyana Mahdaniar. Keempat pengurus ini bertugas menjembatani kepentingan kreditur dan debitur.

Baca juga: Jemaah First Travel Terbelah Soal PKPU

Belum ada pemberitahuan mengenai jadwal rapat kreditur perdana. Namun, dalam berbagai perkara PKPU, rapat perdana biasanya digunakan oleh para pengurus untuk perkenalan dan mendata seluruh utang. Sebelumnya, pengurus akan mengumumkan agar para kreditur sagera mendaftarkan utangnya dalam periode waktu yang ditentukan.

Rapat kreditur juga akan membahas upaya yang dilakukan First Travel selaku debitur untuk bisa melunasi seluruh utangnya. Kelak, seluruh kreditur lah yang menentukan akan menerima tawaran debitur atau tidak.

Jika proposal perdamaian diterima, maka utang akan dibayar sesuai perjanjian perdamaian. Apabila ditolak, maka First Travel akan dinyatakan pailit. Perusahaan agen perjalanan itu bisa meminta perpanjangan masa PKPU asalkan krediturnya setuju. Masa PKPU maksimal adalah 270 hari. Jika tak disetujui dan proposal perdamaian juga ditolak, maka ia dipastikan berujung pailit.

Infografik Jika First Travel Pailit

Lalu, apa yang akan terjadi setelah pailit?

Menurut Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ketika suatu perusahaan pailit, maka pengadilan akan menunjuk kurator yang mengambil alih pengelolaan aset. Seluruh aset perusahaan akan disita, dilelang, dan hasilnya dibagikan kepada para kreditur sesuai porsi utangnya.

Dalam proses kepailitan, para kreditur dibagi ke dalam tiga kategori; kreditur separatis, preferen, dan konkuren. Kreditur separatis terdiri dari mereka yang memegang jaminan. Saat perusahaan sudah dinyatakan pailit, kreditur separatis berhak menjual jaminan.

Kreditur preferen adalah kreditur dengan prioritas pembayaran utang paling utama. Mereka yang termasuk dalam kategori ini biasanya adalah para karyawan dan kantor pajak. Sementara kreditur konkuren adalah para kreditur yang tidak memegang jaminan sama sekali dan menjadi prioritas terakhir penyelesaian utang. Para jemaah yang melayangkan permohonan PKPU ke pengadilan masuk ke dalam kategori ini.

Sampai 22 Agustus, Bareskrim mencatat ada 58.682 jemaah yang belum mendapatkan ganti rugi. Apabila dipukul rata dengan biaya paket umrah Rp14,3 juta, dan biaya carter pesawat sebesar Rp2,5 juta per jamaah, maka First Travel masih memiliki tanggungan sekitar Rp848,7 miliar.

Dengan adanya data Bareskrim Polri yang mencatat utang First Travel pada penyedia tiket pesawat sebesar Rp85 miliar, utang pada penyedia layanan visa Rp9,7 miliar, dan hotel di Arab Saudi sebesar Rp24 miliar, maka total tanggungan First Travel mencapai sekitar Rp967 miliar.

Baca juga: Pemilik First Travel Punya Tanggungan Hampir Rp1 Triliun

Sementara itu, pada 19 Agustus lalu, Bareskrim Polri mencatat total aset First Travel hanya sekitar Rp80 miliar. Jauh lebih kecil dari total utangnya. Apabila kelak dinyatakan pailit, kurator yang ditunjuk pengadilan tentu akan melakukan penelusuran terhadap aset. Pihak kurator juga berhak menggugat jika menemukan pengalihan aset selama masa kepailitan.

Terlepas dari semua itu, ketika nilai aset perusahaan pailit lebih kecil dari total utangnya, maka kemungkinan besar para kreditur tak mendapatkan haknya secara penuh. Kurator akan mendahulukan membayar kewajiban kepada kreditur preferen. Isinya berupa tunggakan pajak, gaji serta pesangon karyawan First Travel.

Jemaah yang dalam hal ini adalah kreditur konkuren akan menjadi prioritas terakhir. Kalaulah asetnya tak mencukupi, mereka tentu akan gigit jari.

Baca juga laporan seputar penelusuran PPATK atas aliran dana jemaah First Travel:

PPATK: Ada Aliran Dana First Travel untuk Bisnis Anniesa Hasibuan

PPATK Temukan Rp7 Miliar di 50 Rekening Terkait First Travel

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Hukum
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti