Menuju konten utama

Jemaah First Travel Terbelah Soal PKPU

Apabila PKPU tidak tercapai kesepakatan, maka First Travel bisa pailit dan malah kesulitan membayar ganti rugi kepada jemaah yang jadi korban.

Jemaah First Travel Terbelah Soal PKPU
Warga menunggu mengurus pengembalian dana atau "refund" terkait permasalahan umroh promo di Kantor First Travel, Jakarta Selatan, Rabu (26/7). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Kasus penggelapan dana jemaah umrah oleh First Travel sudah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada Jumat (18/8), pihak pemohon yakni jemaah umroh dan termohon yakni First Travel sama-sama mengajukan bukti tambahan. Sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pun akan kembali dilanjutkan pada Senin (21/8).

Sayangnya, sidang PKPU ini ternyata tidak mendapat dukungan dari seluruh jemaah yang menjadi korban. Riesqi Rahmadiansyah, salah satu kuasa hukum jamaah korban travel umrah First Travel menyayangkan ada jemaah yang mengajukan permohonan PKPU.

"Ini bukan bisnis, ini ibadah. PKPU itu kan bisnis, bahkan spektrum undang-undangnya itu ke undang-undang PT. Mereka bukan kreditur, mereka jemaah. Dari segi penamaan saja beda," kata Riesqi di Komplek DPR Senayan usai mendampingi sekitar 150 jamaah First Travel bertemu Fraksi PPP, Jumat (18/8/2017).

Selain itu, menurut Riesqi, apabila PKPU dikabulkan oleh pengadilan, maka First Travel akan dinyatakan pailit jika proposal perdamaiannya gagal. Jika itu terjadi maka dikhawatirkan proses pembayaran ganti rugi kepada jemaah akan terkatung-katung.

"Saya menghitung dengan skala hukumnya daripada dipailitkan mendingan mengembalikan, asetnya digadaikan untuk mengembalikan," kata Riesqi.

Dirinya pun berkeyakinan bahwa PKPU ini akan dikabulkan oleh hakim. Sehingga, dirinya menyatakan akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) bila keputusan tersebut benar-benar terjadi.

Sebaliknya, Riesqi mengaku lebih ingin mengupayakan jalur nonlitigasi dalam kasus ini. Menurutnya, 2000 jemaah yang berada di belakangnya meminta untuk tetap dapat berangkat umrah atau uang mereka dikembalikan secara utuh.

"Bila dalam satu minggu pemerintah tidak merespons, kami akan melaksanakan aksi nasional. 10 ribu jamaah siap. Tadi yang sudah terpublikasi ada 62 ribu orang. Kami punya 3 leader yang bisa membawa lebih dari 10 ribu orang," kata Riesqi.

Baca juga: Cara First Travel Menipu Jemaah Umrah

Langkah Agar Jemaah Bisa Berangkat Umrah

Riesqi pun menyatakan telah memiliki skema untuk diajukan ke Kementerian Agama agar jamaah yang diadvokasi olehnya dapat tetap berangkat umrah.

Skema tersebut, kata dia, adalah dengan menuntut First Travel untuk menggadaikan aset yang mereka miliki. Riesqi bahkan telah menghitung biaya untuk memberangkatkan seluruh jamaah yang menjadi korban.

Menurutnya, meskipun standar untuk berangkat umrah per orang adalah 1.700 dolar Amerika, tapi bisa ditekan menjadi 950 dolar Amerika per orang.

"Setelah kami hitung kemarin dengan 35 ribu jemaah itu 31 juta dolar bisa berangkat. Kalau 62 ribu sekitar 57 juta dolar," kata Riesqi.

Tidak hanya itu, Riesqi juga menyayangkan langkah Kementerian Agama yang mencabut izin First Travel pada 3 Agustus lalu. Menurutnya, itu sebuah langkah yang justru merugikan jemaah karena pihak First Travel berpeluang untuk lari dari tanggung jawab.

"Kalau dibekukan kan masih mungkin (menggadaikan aset), tapi kalau dicabut izinnya itu seolah-olah pemerintah bilang ilangin aja deh daripada ngeribetin," kata Riesqi. "Sedangkan, kalau dicabut izin, mereka kan tidak bisa memberangkatkan lagi," imbuhnya.

Meski begitu, Riesqi tidak mau menyalahkan jemaah yang mengupayakan permohonan PKPU. Karena, menurutnya, setiap jemaah punya hak untuk mengambil langkah hukum masing-masing.

"Yang jelas saya sudah meminta untuk kami semua duduk bersama dan membicarakan semua ini matang-matang untuk mendapat solusi yang terbaik buat jemaah," kata Riesqi.

Senada dengan Riesqi, Ismanto salah satu jamaah korban First Travel asal Makassar juga menyayangkan adanya upaya permohonan PKPU dalam kasus ini.

"Pokoknya kalau saya inginnya ya berangkat. Kalau tidak diganti secara utuh. PKPU nanti mereka bayar pakai apa?" kata Ismanto kepada Tirto di Komplek DPR Senayan, Jumat (18/8).

Baca juga: Wawancara Khusus dengan EO Anniesa Hasibuan

Ismanto merupakan salah satu agen dari First Travel. Ia mengajukan tuntutan tersebut karena dirinya masih merasa memiliki tanggung jawab kepada 175 jemaah yang mendaftar kepadanya.

"Mereka terus menuntut ke saya. Kan enggak enak dikejar-kejar terus. Janjinya Mei, lalu Agustus. Mereka nyuruh bayar terus, tapi tidak berangkat," kata Ismanto.

Ismanto sendiri juga mengalami kerugian. Selain sebagai agen, ia juga telah mendaftar sendiri untuk empat orang anggota keluarganya. Kerugiannya kurang lebih Rp50 juta.

"Saya dijanjikan komisi setiap jamaah 200 ribu. Tapi sampai sekarang enggak ada," kata Ismanto.

Untuk menjadi seorang agen, Ismanto pun harus membayar Rp2,5 juta sebagai biaya administrasi. "Hanya dapat jaket sama stempel nama," kata Ismanto.

Kasus First Travel Dinilai Kompleks

Ketua Komnas Haji Umrah Mustolih Siradj menyatakan baik upaya PKPU, pidana, maupun non-ligitasi memiliki keunggulannya masing-masing. Tidak bisa dipandang yang satu lebih baik dari yang lainnya.

"Yang tidak boleh itu melakukan upaya di luar jalur hukum, seperti bertindak anarkis," kata Mustolih saat dihubungi Tirto (18/8).

Adanya perbedaan upaya yang dilakukan oleh jemaah yang menjadi korban First Travel, menurutnya karena kasus ini memang kompleks.

"Kasus ini kan ada tiga aspek. Ada aspek pidana, perdata, dan administrasi. Apa itu administrasi? Itu pencabutan izin yang dilakukan oleh Kemenag," kata Mustolih.

Selain itu, perbedaan langkah hukum yang ada juga karena menurutnya para jamaah yang banyak masing-masing berusaha mencari perlindungan ke berbagai pihak, termasuk ke Komnas Haji Umroh.

"Kalau kami pada posisi menghormati seluruh upaya yang ada. Kalau nanti PKPU keluar, ya harus dihormati. Nanti masih ada langkah kasasi untuk itu," kata Mustolih.

Meski begitu, Mustolih lebih mendukung adanya upaya litigasi dalam kasus ini. "Yang jelas jalur hukum itu yang terbaik untuk saat ini," kata Mustolih.

Baca juga: Waspada, Banyak Travel Umroh dengan Skema Ponzi dan MLM

Kementerian Agama Dinilai Lepas Tanggung Jawab

Mustolih mengaku menyesalkan langkah Kementerian Agama yang dinilainya lepas tanggung jawab. Menurutnya, Kementerian Agama masih memiliki tanggung jawab untuk hal ini.

"Kami tetap mengupayakan adanya crisis centre di setiap daerah. Jangan sampai korban malah jatuh tertimpa tangga. Yang dari luar Jakarta harus keluar biaya lagi kalau ke sini," katanya.

Sementara itu, Mustaqim anggota komisi VIII DPR RI dari FPPP menyanggupi akan menyampaikan kepada Kementerian Agama agar tetap mau bertanggung jawab dalam kasus ini.

"Bagaimanapun ini karena pemerintah tidak tanggap sejak awal. Harusnya waktu masih gejolak sudah ditangani. Nanti waktu rapat dengan Kemenag saat haji, tanggal 25 Agustus, kami sampaikan hal itu," kata Mustaqim kepada Tirto di Komplek DPR Senayan, Jumat (18/8).

Kemenag mencabut izin First Travel per tanggal 1 Agustus. Pemilik First Travel, Andika Surachman Siregar dan Anniesa Hasibuan sudah dijadikan tersangka dan kini ditahan oleh polisi. Yang terbaru, polisi menetapkan Komisaris Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan sebagai tersangka kasus penipuan. Kiki merupakan adik dari Anniesa.

Dalam kasus ini pula, setidaknya ada 70 ribu orang yang telah membayar biaya umrah ke First Travel, namun hanya 35 ribu orang saja yang sudah diberangkatkan ke Tanah Suci di Arab Saudi. Polisi memperkirakan kerugian pengguna jasa First Travel dalam perkara ini mencapai Rp550 miliar.

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto