Menuju konten utama

Nasib Anak Disabilitas COVID-19 saat Negara Gagap Atasi Pandemi

Empat anak penyandang disabilitas ganda positif COVID-19 ditolak dirawat di RS Wisma Atlet. Bagaimana nasib penyandang disabilitas saat pemerintah gagap menghadapi pandemi corona?

Nasib Anak Disabilitas COVID-19 saat Negara Gagap Atasi Pandemi
Sejumlah siswa penyandang disabilitas, guru dan petugas kesehatan berfoto bersama usai mengikuti sosialisasi tata cara penggunaan masker tepat dan benar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Cinta Mandiri, Panggoi, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (6/3/2020). ANTARA FOTO/Rahmad.

tirto.id - Empat anak penyandang disabilitas ganda dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Ganda Rawinala dinyatakan positif COVID-19, setelah menjalani rapid test dan tes swab. Kepala SLB Ganda Rawinala Budi Prasojo mengatakan sudah tiga minggu mereka menjalani isolasi mandiri.

Tiga anak diisolasi di asrama sekolah karena tidak memiliki keluarga. Sementara satu anak diisolasi di rumah oleh pihak keluarga.

"Kami inisiatif sendiri [untuk isolasi mandiri]. Karena kami menyadari dengan keterbatasan di rumah sakit. Kami ada tempat yang memungkinkan, kami coba menangani ini," ujarnya kepada Tirto, Jumat (24/4/2020).

Budi sudah membawa empat muridnya ke RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran namun tidak diterima. Menurut pengakuannya, RS Wisma Atlet belum mampu melayani pasien penyandang disabilitas ganda.

"Karena anak-anak kami secara intelektual mengalami keterbatasan dan secara penglihatan terbatas," ujarnya.

Hanya tiga pendamping positif COVID-19 yang bisa dirawat di RS Wisma Atlet. Sementara untuk tiga murid yang diisolasi mandiri di asrama sekolah, Budi hanya bisa berusaha semaksimal mungkin merawat ketiga anak positif COVID-19.

Ia memisahkan peralatan makan dan mandi serta memenuhi kebutuhan vitamin. Budi mengatakan kondisi mereka berangsur-angsur membaik tapi masih demam naik-turun.

"Kami berikan obat parasetamol dan vitamin dan setiap pagi berjemur," ujarnya.

Penularan COVID-19 ini berawal dari ada orang tua murid yang mengeluh sakit pada Maret 2020. Selama sakit, si anak dititipkan di asrama sekolah dan melakukan kontak dengan murid lain serta para pendamping. Begitu orang tua murid tersebut meninggal dunia, diketahui bahwa yang bersangkutan positif COVID-19.

Juru bicara pemerintah penanganan COVID-19, Achmad Yurianto mengatakan murid Rawinala yang diisolasi di asrama mendapatkan pendampingan dari Puskesmas Kecamatan Kramatjati. Ia juga mengatakan lebih baik penyandang disabilitas tidak dibawa ke RS Wisma Atlet.

"Wisma Atlet adalah RS Darurat, sebaiknya disabilitas tidak diarahkan ke Wisma Atlet," ujarnya kepada Tirto, Senin (27/4/2020).

Ia hanya menganjurkan agar para penyandang disabilitas yang terinfeksi COVID-19 tetap tertangani dengan protokol kesehatan yang sudah dibuat pemerintah.

"Tidak perlu dibuat baru [protokol khusus]. Ikuti yang ada saja, disesuaikan kondisi," ujarnya.

Penyandang Disabilitas Wajib Diprioritaskan

Ketua Pembina Lingkar Sosial Indonesia Kertaning Tyas berpendapat bahwa anak-anak penyandang disabilitas, terkhusus disabilitas ganda harus tetap diprioritaskan dalam kondisi pandemik seperti ini. Mereka berhak atas fasilitas dan sarana penyelamatan dan evakuasi yang mudah diakses.

Hak fasilitas bagi disabilitas, menurut Ken, antara lain sarana prasarana, pelayanan, dan perawat pendamping atau tenaga pendamping penyandang disabilitas selama masa pengobatan maupun masa karantina.

"Mengacu pada Pasal 20 UU 8/2016 yang mengamanahkan hak perlindungan dari bencana untuk penyandang disabilitas. Maka sudah seharusnya anak-anak penyandang disabilitas ganda yang terdampak COVID-19 terlayani," ujarnya kepada Tirto, Senin.

Menurutnya, selama masa pandemik berlangsung, pemerintah Indonesia masih belum mengoptimalkan pelayanan terhadap penyandang disabilitas.

Hal itu bisa dilihat dari proses sosialisasi yang tidak ramah pada kawan-kawan tuli dan baru diperbaiki setelah dikritisi.

Begitu juga dengan nasib penyandang tuna netra yang memerlukan praktik langsung, semisal cara mencuci tangan yang baik dan benar sebagai pencegahan penularan virus.

"Lalu anak-anak tuna grahita. Mereka memerlukan penjelasan berulang dan berulang hingga paham," jelas Ken.

Terlebih lagi bagi para penyandang disabilitas ganda, Ken menilai pemerintah masih belum siap dari segi layanan kesehatan dan fasilitas umum yang ramah.

Menurutnya, para penyandang disabilitas seharusnya mendapatkan hak layanan kesehatan khusus dan mumpuni, terlepas dalam situasi bencana atau tidak.

"Sebab telah diatur dalam Permen PU No 30/2006 tentang Pedoman Teknis dan Aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan. Serta Permen PUPR 14/2017 tentang persyaratan kemudahan bangunan gedung," tandasnya.

Hal senada juga diutarakan Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani Rotinsulu, menurutnya, penyandang disabilitas ganda tidak bisa diabaikan begitu saja. Ia merujuk rekomendasi Aliansi Disabilitas Internasional (IDA).

"Selama masa karantina, akses terhadap layanan bantuan, asisten pribadi, serta aksesibilitas fisik dan komunikasi harus terjamin," ujarnya kepada Tirto, Senin malam.

Ia juga mengacu pada Pasal 109 UU 8/2016 yang menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengambil langkah yang diperlukan untuk menjamin penanganan penyandang disabilitas pada tahap prabencana, saat tanggap darurat dan pascabencana.

Serta penanganan penyandang disabilitas harus memperhatikan akomodasi yang layak dan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas. Begitu juga memberikan hak pada penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam penanggulangan bencana.

Ia juga menyarankan agar Kementerian Sosial mengerahkan Tenaga Kerja Sosial Penyandang Disabilitas (TKSPD) untuk mendampingi para penyandang disabilitas dalam kondisi pandemik saat ini. Terlebih jika ada yang memang terinfeksi COVID-19 dan perlu dikarantina.

"UU tentang kebencanaan pun telah memperhatikan penyandang disabilitas. Artinya tidak ada SOP tentang pendamping bagi penyandang disabilitas adalah kelalaian pemerintah bahkan suatu bentuk pengabaian atas perlakuaan setara warganya," tandasnya.

Wakil Ketua DPR RI Komisi VIII Fraksi PKB Marwan Dasopang mendesak pemerintah untuk menyediakan fasilitas khusus bagi para penyandang disabilitas. Sehingga meminimalisir penolakan terhadap penanganan pada penyandang disabilitas yang terinfeksi COVID-19.

"Kalau ada yang menolak merawat karena diperlukan penanganan khusus, saya kira ya. Tapi jika tidak berkenan merawat itu perlu pendalaman sikap. Pemerintah harus hadir menyediakan ruang khusus," ujarnya kepada Tirto, Senin malam.

========

Bagi pembaca yang berniat donasi ke Sekolah Luar Biasa Ganda Rawinala, silakan transfer:

BCA: 094 300 268 9

Bank Mandiri: 129 000 128 144 9

Informasi donasi, pembaca bisa kunjungi https://www.rawinala.org/donation/ atau kontak Dwihardjo (+62 811 86 3866)/ Mazmur (+62 813 8362 5966)

Baca juga artikel terkait PANDEMI CORONA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri