Menuju konten utama

Soal Mutasi Varian COVID-19, Epidemiolog: Kecil Potensi Lonjakan

Varian virus COVID-19 yang bermutasi di Indonesia, berpeluang kecil memicu lonjakan kasus.

Soal Mutasi Varian COVID-19, Epidemiolog: Kecil Potensi Lonjakan
Para Penumpang komuter menggunakan masker berjalan melalui jalan setapak di antara dua stasiun kereta bawah tanah saat mereka berangkat kerja pada jam sibuk pagi hari di Beijing pada 20 Desember 2022. (Foto AP/Andy Wong, File)

tirto.id - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, menyatakan kemunculan varian virus COVID-19 yang bermutasi di Indonesia, berpeluang kecil memicu lonjakan kasus seperti di awal pandemi.

Hal ini ia sampaikan merespons temuan Ahli virologi di Universitas Warwick, Lawrence Young, yang menemukan 113 mutasi dari varian Delta virus COVID-19 pada seorang di Jakarta. Diketahui virus dari pasien tersebut dikirim ke data penelitian genetik global pada awal Juli 2023 untuk diteliti.

“Tapi, dampaknya tidak ada potensi serius, karena mutasi yang berdampak serius bila dia menyebabkan keparahan secara signifikan atau kematian,” kata Dicky kepada reporter Tirto, Selasa (1/8/2023).

Dicky menjelaskan bahwa sistem imun sangat kompleks di dalam tubuh manusia, sehingga tidak mudah bagi virus lama memicu dampak lebih serius lagi.

Kendati demikian, kata Dicky, terjadinya mutasi COVID-19 bisa terus bermunculan seiring reinfeksi pada masyarakat.

Dicky menegaskan, endemi COVID-19 bukan berarti virus penyebab kasus menjadi hilang. Berkurangnya sistem mitigasi juga dapat membuka celah COVID-19 untuk terus bermutasi.

“Cukup sulit secara teoritis dan historis adanya varian yang akhirnya mengembalikan keadaan seperti saat awal pandemi. Itu kecil kemungkinan,” jelas Dicky.

Di sisi lain, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Tjandra Yoga Aditama menyatakan bahwa temuan ini perlu diteliti lebih lanjut.

Menurut Tjandra, COVID-19 memang masih akan selalu bermutasi dan akan timbul varian-varian baru dari waktu ke waktu.

Ia menjelaskan, secara genomik perlu analisa rantai molekuler, baik pada kasus itu maupun pada kasus lain dari Indonesia.

“Juga, perlu di cek di lapangan tentang kasus itu, bagaimana gambaran kliniknya, bagaimana penularan ke orang sekitarnya,” ujar Tjandra kepada reporter Tirto.

Dengan dua analisa ini, kata Tjandra, baru dapat lebih tepat menentukan situasi mana yang sebenarnya terjadi.

“Dan kalau memang terjadi virus yang mudah bermutasi maka apakah hanya pada satu kasus itu, atau ada di kasus-kasus lainnya juga,” sambung Tjandra.

Baca juga artikel terkait COVI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Reja Hidayat