tirto.id - Mylanta mengajak masyarakat untuk menerapkan kebiasaan makan bijak. Pasalnya, berdasarkan sejumlah kajian, sampah makanan selalu meningkat selama bulan Ramadan.
Hal itu disampaikan, Assistant Brand Manager Mylanta, Dinda Parameswari dalam Peluncuran Kampanye Makan Bijak Mylanta di Grenada Room, Kota Kasablanka, Selasa (15/5) lalu.
“63 persen sakit maag disebabkan pola makan. 2,5 juta orang berpotensi sakit maag karena makan berlebihan,” kata Dinda.
Sehingga, kata Dinda: “Mylanta ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih bijak dalam mengonsumsi makanan sehingga pencernaan lebih terjaga dan ibadah puasa lebih nyaman.”
Dalam kesempatan tersebut, Manajer Operasional Waste4Change, Annisa Paramitha mengatakan, setiap hari ada 7.500 ton sampah yang dikirim dari Jakarta ke TPST Bantar Gebang, Bekasi. 65 persen dari sampah tersebut merupakan sampah makanan.
“Secara umum, saban tahun ada 13 juta ton sampah makanan di Indonesia, atau setara dengan kebutuhan pangan 28 juta masyarakat prasejahtera. Karenanya, adalah ironi manakala 40 persen masyarakat Indonesia dinyatakan kurang gizi, sedang 10 persen masyarakat lainnya justru mengalami obesitas,” kata Annisa.
Waste4Change adalah perusahaan sosial yang memiliki perhatian terhadap persoalan limbah makanan. Annisa menyampaikan, ada banyak manfaat yang akan didapat jika mengurangi sampah makanan, seperti mengatasi krisis pangan dan meminimalisasi kerusakan lingkungan. “Paling tidak dapat menurunkan tingkat gas metana,” tegasnya.
Di acara yang sama, Direktur Peneliti Bidang Ekonomi Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Arief Daryanto menegaskan, berdasarkan data organisasi pangan PBB FAO, setiap tahun ada sekitar 1,3 triliun ton makanan yang hilang atau terbuang di seluruh dunia.
Arief juga menyebut masalah Food Loss and Waste berkaitan erat dengan persoalan krisis pangan. “Food and Waste tengah menjadi masalah penting yang menjadi perhatian negara-negara di dunia. Bagaimanapun, persoalan ini berpengaruh terhadap ketahanan pangan suatu negara dan berimbas pada pemerataan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
“Di saat bersamaan, ada 759 juta orang kelaparan di dunia. Karenanya, persoalan Food Loss and Waste berdampak langsung pada soal lingkungan, ekonomi, etik, dan budaya,” tegasnya.
Editor: Alexander Haryanto