Menuju konten utama
Mozaik

Mursia Zaafril Ilyas, Penggerak Koperasi Wanita Asal Pamekasan

Dalam refleksinya di majalah Tempo, Mursia menulis "rakyat bisa bergantung kepada koperasi karena koperasi tidak pernah meninggalkan rakyat."

Mursia Zaafril Ilyas, Penggerak Koperasi Wanita Asal Pamekasan
Header Mozaik Mursia Zaafril Ilyas. tirto.id/Tino

tirto.id - Hari ini, 12 Juli, setiap tahun diperingati sebagai Hari Koperasi Indonesia. Selain Mohammad Hatta, tokoh lain yang berperan dalam dunia koperasi adalah Mursia Zaafril Ilyas. Ia merupakan pendiri koperasi Setia Budi Wanita (SBW) di Malang, Jawa Timur.

Mursia dekat dengan sejumlah tokoh pergerakan, seperti Sutan Sjahrir dan Djohan Sjahroezah dari kalangan sosialis. Bahkan, Sjahrir adalah sosok yang menginspirasinya untuk mendirikan koperasi.

Menurut Purnawijayanti dalam "Mursia Zaafril Ilyas dan Koperasi Tanggung Renteng" yang tayang di majalah Basis edisi Maret-April 2009, pesan terpenting dari Sjahrir yang menjadi pelecut semangat Mursia dalam mendirikan koperasi adalah, “Kalau kamu berpikir dan hendak melangkah, lepaskan dulu kepentingan pribadi, dahulukan kepentingan orang banyak. Jangan takut kamu tidak kebagian makan, kamu pasti makan.”

Dekat dengan Tokoh PSI

Mursia lahir di Pamekasan, Madura, pada 5 Januari 1925. Ia anak keempat dari delapan bersaudara. Oleh keluarganya, Mursia biasa dipanggil “Iya”. Dua kata di belakang namanya adalah hasil dari pernikahannya dengan sang suami, Zaafril Ilyas, seorang dokter kandungan. Oleh suaminya, Mursia dipanggil “Mur”. Dari pernikahannya ini, mereka dikarunia empat orang anak.

Dalam buku Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986 terbitan Pustaka Grafiti Pers (1986), Mursia menempuh pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Madura pada 1938, lalu dilanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Surabaya pada 1942.

Sumber yang sama menyebutkan ia sempat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Tinggi Surabaya, tetapi tidak tamat. Sedangkan sumber lainnya menyebutkan bahwa Mursia juga pernah menempuh pendidikan di Taman Siswa Yogyakarta (Tjahjono, 2022), tetapi tidak ada keterangan tahun berapa mulai sekolah atau tamat.

Walaupun tanpa keterangan tahun yang jelas, penyebutan Mursia pernah bersekolah di Taman Siswa dibenarkan oleh Riadi Ngasiran dalam buku Kesabaran Revolusioner: Djohan Sjahroezah, Pejuang Kemerdekaan Bawah Tanah (2015). Menurutnya, Mursia dikenalkan oleh Wijono, gurunya di Taman Siswa Yogyakarta kepada Sjahrir.

Selain dengan Sjahrir, Mursia juga dekat dengan Djohan Sjahroezah. Riadi Ngasiran (2015) menyebutkan bahwa selain memiliki foto-foto bersama Sjahrir yang dipajang di ruang samping rumahnya, ia juga memiliki lukisan Djohan Sjahroezah di rumahnya.

Ketika tinggal di Yogyakarta, Mursia tinggal di Jalan Patuk. Disanalah ia bergabung dengan kelompok diskusi Patuk pimpinan Djohan Sjahroezah.

Ketika kembali ke Surabaya, ia bergabung dengan Pemuda Republik Indonesia (PRI) bagian wanita. PRI adalah bagian dari gerakan bawah tanah yang lahir dari tangan Djohan Sjahroezah dan diinisiasi sejak 1943.

Setelah pertempuran November 1945 di Surabaya, Mursia dan rekan-rekannya di PRI tinggal di Malang selama sebulan. Di Malang, takdir kembali mempertemukannya dengan Sjahrir. Ia yang awalnya ingin pulang ke Madura, justru diajak ke Jakarta oleh Sjahrir. Bersama dengan Des Alwi Abubakar, Mimi (Aminah), Lili (Gamar), dan Ali--anak-anak angkat Sjahrir, Mursia tinggal di rumah Sjahrir.

Kedekatan Mursia dengan dua tokoh sosialis membawanya menjadi sekretaris pribadi Presiden Sukarno. Mursia menuturkan dalam Ngasiran (2015) bahwa kala itu dirinya diminta oleh Sjahrir untuk menyampaikan surat kepada Bung Karno dan tidak tahu apa isi surat tersebut.

Ternyata, surat itu berisi permintaan Sjahrir untuk mengangkat Mursia agar dipekerjakan di Istana Kepresidenan sebagai sekretaris pribadi. Ia menjadi sekretaris Sukarno selama enam bulan.

Koperasi Setia Budi Wanita (SBW)

Pada 1954, Mursia menghimpun ibu-ibu di Malang untuk membuat semacam arisan. Awalnya hanya 17 orang, lalu bertambah menjadi 30 ketika ia membuat arisannya secara resmi dan legal menjadi koperasi Setia Budi Wanita (SBW). Dikutip dari Tempo edisi 6 Februari 2005, hanya berselang empat tahun setelah pendiriannya, jumlah anggota SBW bertambah menjadi 2000 orang.

Sistem koperasi buatannya dinamakan sebagai sistem tanggung renteng yang membuat pemerataan tanggung jawab bagi semua anggota atas pinjaman yang dilakukan para anggota koperasi.

Maknanya, koperasi ini mengedepankan gotong royong, walau tidak melakukan pinjaman tetapi anggota koperasi harus tetap aktif dan membantu anggota lain yang melakukan pinjaman. Barangkali, sistem ini tidak sekadar lekat dengan gotong royong, melainkan juga dengan apa yang dalam budaya Jawa disebut sebagai tepa slira.

Selain ibu-ibu yang sedari awal ikut dalam arisan buatan Mursia, anggota koperasi SBW juga terdiri dari kelompok lain yang menurut profesi dan jenjang pendidikannya, meliputi pedagang kaki lima, Tenaga Kerja Wanita (TKW), lulusan Sekolah Dasar (SD) sampai magister.

Layanan yang disediakan oleh koperasi SBW antara lain simpan pinjam, pelatihan keterampilan, pengelolaan ekonomi rumah tangga, hingga pemberian beasiswa. Selain itu, koperasi SBW juga menjadi lembaga yang menyalurkan keuangan dari para TKW di luar negeri kepada keluarga mereka di Malang (Purnawijayanti, 2009).

Infografik Mozaik Mursia Zaafril Ilyas

Infografik Mozaik Mursia Zaafril Ilyas. tirto.id/Tino

Warsa 1964, aktivitasnya di dunia koperasi wanita harus terhenti sementara. Atas provokasi Partai Komunis Indonesia (PKI), ia dituduh terlibat dalam Gerakan Anti Sukarno. Mursia dijebloskan ke penjara Bukit Duri, Jakarta. Tuduhan yang sesungguhnya tidak berdasar, mengingat Mursia adalah mantan sekretaris Sukarno yang begitu loyal.

Cobaannya tidak berhenti sampai di situ. Pada 1980-an koperasinya harus merugi akibat ulah dari Warcih, manajer keuangan SBW. Rangkaian permasalahan dimulai pada 1981 ketika koperasi SBW mulai memberikan pinjaman dengan jaminan kepada mereka yang bukan anggota. Plafonnya sebesar lima juta rupiah.

Tetapi, Warcih justru menyalahgunakan wewenangnya sebagai manajer keuangan dengan memberikan pinjaman tanpa jaminan kepada orang-orang yang dekat dengannya dan melebihi plafon yang sudah ditentukan. Dalam Tempo edisi 14 Mei 1983, disebutkan bahwa kerugian yang diderita oleh koperasi SBW mencapai 415 juta rupiah.

Nahas, pada 1984, kasus ini justru turut menyeret Mursia ke meja pengadilan. Ia yang harusnya diposisikan sebagai korban akibat kelalaian yang dilakukan oleh bawahannya, justru dituduh oleh jaksa sebagai tersangka. Pada akhirnya, ia terbebas dari segala tuduhan. Kendati demikian, jumlah anggota dan jumlah modal yang dimiliki oleh koperasi SBW menyusut.

Anggota koperasi yang saat itu sudah mencapai 5000 orang, menyusut menjadi 3000 orang dan putaran modalnya hanya tersisa 300 juta dari semula mencapai 800 juta. Kondisi ini tidak membuat Mursia menyerah. Setelah rangkaian cobaan, ia berhasil mendapatkan bantuan keuangan dari United States Agency for International Development (USAID).

Pada 1961, prestasinya di dunia perkoperasian Indonesia membuatnya diundang oleh pemerintah Inggris untuk melihat proyek-proyek sosial yang sedang berlangsung di sana. Hal ini menjadi sejalan, mengingat koperasi SBW juga didirikan atas dasar semangat membantu sesama alias proyek sosial yang diinisiasi oleh Mursia.

Setelah terlepas dari kemelut permasalahannya dengan Warcih, Mursia ditunjuk sebagai ketua Induk Koperasi Wanita (Inkowan) periode 1991-1996. Lalu, pada 1993 ia mendapatkan penghargaan Satya Lencana Pembangunan dari Presiden Soeharto atas dedikasinya untuk dunia perkoperasian wanita Indonesia.

Dalam Tempo edisi 6 Februari 2005, melalui artikel yang dibuat khusus untuk merayakan ulang tahunnya, Mursia menyampaikan refleksinya atas segala yang ia lakukan untuk koperasi wanita Indonesia.

Menurutnya, koperasi adalah sesuatu yang layak untuk diperjuangkan karena dirinya yakin bahwa “rakyat bisa bergantung kepada koperasi karena koperasi tidak pernah meninggalkan rakyat.”

Baca juga artikel terkait HARI KOPERASI atau tulisan lainnya dari Pratika Rizki Dewi

tirto.id - Humaniora
Kontributor: Pratika Rizki Dewi
Penulis: Pratika Rizki Dewi
Editor: Irfan Teguh Pribadi