Menuju konten utama

MUI: Pengelolaan Tambang oleh Ormas Keagamaan Tak Langgar HAM

Menurut Wasekjen MUI, ormas keagamaan tak mungkin melanggar HAM dalam mengelola tambang.

MUI: Pengelolaan Tambang oleh Ormas Keagamaan Tak Langgar HAM
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah. ANTARA/HO-Humas MUI

tirto.id - Wasekjen MUI, Ikhsan Abdullah, meyakini bahwa ormas keagamaan akan mengelola tambang sesuai aturan yang berlaku.Dia pun menjamin bahwa pengelolaan tidak akan melanggar HAM.

Hal tersebut dia ungkapkan sebagai responsterhadap YLBHI yang meminta izin pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan dicabut. YLBHI menilai hal tersebut akan memunculkan potensi pelanggaran HAM.

"Bagaimana ormas keagamaan bisa melakukan pelanggaran HAM? Tidak mungkin juga, kan. Kami punya juga rambu-rambu, punya juga manajemen tata kelola," kata Ikhsan dalam acara Polemik Sindo Trijaya yang dilakukan secara daring, Sabtu (8/6/2024).

Ikhsan malah membandingkan pengelolaan tambang dengan pengelolaan SDM yang dilakukan di pesantren. Menurutnya, pengelolaan SDM lebih sulit daripada mengelola tambang.

Dia juga menilai bahwa ormas keagamaan juga punya potensi dan kemampuan mengelola tambang. Terlebih, mereka sudah teruji dalam hal pengelolaan ekonomi dan pendidikan.

"Jadi, kalau NU dan Muhammadiyah sudah mampu mengelola rumah sakit, pesantren, yayasan pendidikan, juga berpuluh-puluh universitas, ya apalagi tambang yang mudah. Tinggal menyiapkan ahli-ahli pertambangan yang kita miliki, lalu kita kelola secara profesional," kata Ikhsan.

Ikhsan juga menegaskan bahwa pemberian izin kelola tambang kepada ormas keagamaan justru akan memberikan manfaat pada umat. Dia pun mengingatkan bahwa banyak bisnis tambang yang tidak memberikan manfaat kepada umat di sekitar tambang.

Dia mencontohkan warga NU di Kalimantan maupun Sulawesi yang hanya menjadi penonton dan tidak menikmati hasil eksploitasi tambang di sana.

Ikhsan justru berpendapat bahwa kekhawatiran yang merebak atas kebijakan ini justru terkesaan seperti mendelegitimasi kemampuan ormas agama.

"Enggak ada yang sulit. Selama ini, justru barangkali pemain-pemain lama ini yang khawatir. Jangan-jangan, yang berbicara begitu juga suara-suara pemain lama yang takut tergerus. Enggak usah khawatir, NU-Muhammadiyah hebat-hebat orangnya," kata Ikhsan.

YLBHI sebelumnya mengritik rencana pemberian izin pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan. Dalam rilis yang diterima Tirto, YLBHI menilai bahwa pemberian izin tersebut adalah upaya kooptasi dan pembungkaman demi melanggengkan kekuasaan. Kebijakan tersebut juga dinilai sebagai upaya membangun otoritarianisme dan berpotensi melanggar HAM.

"Negara harusnya pasif, bukan aktif memenuhi [urusan ormas]. Karena dalam konteks negara, memberikan atau memenuhi [keperluan ormas] akan berpotensi terjadinya diskriminasi," kata Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, Jumat (7/6/2024).

Berdasarkan catatan LBH-YLBHI, Isnur mengatakan bahwa hampir semua wilayah pertambangan berkorelasi dengan konflik, perusakan lingkungan, dan perampasan ruang hidup masyarakat. Selama ini, praktek pertambangan tak pernah berpihak pada rakyat dan lingkungan.

Kegiatan sektor pertambangan bahkan rawan menyulut konflik SDA karena karakternya yang merusak alam dan merampas sumber-sumber penghidupan warga.

Isnur mencontohkan pertambangan-pertambangan di Wadas (Jawa Tengah), batu bara di Pulau Kalimantan, dan nikel di Pulau Sulawesi dan Maluku yang telah menyebabkan pencemaran air laut, air tanah, dan udara sertamerampas hak warga setempat atas kesehatan dan menggerus sumber pangan mereka.

"Dalam proses perizinan, perusahaan tambang kerap menggunakan cara kotor dan tanpa ada persetujuan masyarakat. Jika pun narasinya ormas keagamaan akan bekerja sama dengan perusahaan, maka permasalahannya adalah selama ini tidak ada perusahaan tambang yang mengedepankan pemenuhan HAM dan prinsip demokrasi. Sehingga, ormas juga akan menjadi bagian dari pelanggaran HAM," kata Isnur.

Baca juga artikel terkait IUP TAMBANG atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fadrik Aziz Firdausi