tirto.id - Pancasila dianggap sebagai solusi kebangsaan (hulul wathaniyah) yang menjadi titik kesepakatan dan kompromi dalam berbangsa dan bernegara. Bahkan, roh agama menjadi kekuatan besar yang mengilhami kelahiran Pancasila itu.
Karenanya, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin meminta masyarakat untuk tidak mempertentangkan antara agama dan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia.
"Pancasila justru wujud nyata peran agama dalam kehidupan bangsa Indonesia," kata Ma'ruf Amin yang juga Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU) itu, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (30/5/2017).
Namun, Ma'ruf Amin juga mengingatkan agar penguatan pemahaman dan pengalaman Pancasila perlu kembali dilakukan, mengingat belakangan ini muncul gerakan radikal kanan yang hendak mengganti ideologi negara.
"Kelompok ini tak memiliki komitmen kebangsaan dan kenegaraan serta tak menghormati kesepakatan," katanya, saat berbicara dalam Workshop bertajuk 'Pengawasan Melalui Peneguhan Pancasila Bagi Aparatur Sipil Negara' yang digelar Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag.
Ia mencontohkan, kelompok pengusung sistem khilafah yang bukan termasuk kesepakatan ulama (mujma' alaih). Sistem khilafah itu bahkan ternyata tidak dipraktikkan di negara kelahirannya, Lebanon.
Di Timur Tengah pun sistem ini tak populis, Ma'ruf menjelaskan. Arab Saudi menerapkan sistem kerajaan, begitu juga Yordania, dan ada pula yang memberlakukan sistem republik.
"Kita punya konsensus nasional dan jika mau mengubahnya itu berarti pengkhianatan kesepakatan," kata Kiai Ma'ruf, belum lama ini mendapat penganugerahan gelar guru besar bidang ekonomi syariah dari UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, Jawa Timur.
Pada sisi lain, ia melanjutkan, muncul ideologi liberal yang hendak melegitimasi agama dan menafsirkan Pancasila secara sekularistik.
Karena itu, Ma'ruf Amin pun mengajak segenap elemen bangsa menjaga Pancasila dari rongrongan kelompok kanan atau pun kiri. Ormas Islam yang tak berkomitmen terhadap Pancasila tidak berada dalam barisan MUI, jelasnya sebagaimana dikutip dari Antara.
Pihaknya juga menolak pelengseran pemerintahan yang sah dengan cara inkonstitusional.
Pada pertemuan itu pula, dirinya mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo segera menggelar dialog nasional multi-elemen bangsa yang bersifat solutif, antisipatif, dan rekonsiliatif.
Kiai Ma'ruf juga menekankan pentingnya peran Kemenag untuk aktif kembali menekankan nilai-nilai Pancasila sebagai perekat antarumat beragama dan modal konstitusi untuk menciptakan dan menjaga kerukunan.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan Pancasila adalah sumbangsih luar biasa dari para pendiri bangsa. Bahkan keberadaan Pancasila mendapat pengakuan dan apresiasi dari dunia internasional.
Abdul Mu'ti pun mengutip perkataan mantan Duta Besar Italia untuk Malaysia dan ASEAN, Mr Robert yang memuji Pancasila dan meminta Indonesia tetap mempertahankannya.
"Bagaimanapun Pancasila adalah produk perjanjian yang melewati proses tak sederhana di tengah fakta kemajemukan Indonesia," katanya pula.
Dia menggarisbawahi dua tantangan yang harus mendapat perhatian semua pihak, tidak hanya pemerintah tetapi juga segenap elemen bangsa. Tantangan pertama yaitu tantangan ideologis dan intelektual.
"Ada sebagian kecil umat Islam yang mempermasalahkan Islam sebagai dasar negara dan ingin mendirikan negara Islam," ujarnya.
Bagi NU dan Muhammadiyah, kata dia, persoalan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sudah selesai. Penegasan sikap itu dalam Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar. Mu'ti mengatakan ada persoalan pada aspek fungsional Pancasila yang menjadi pekerjaan rumah semua pihak, yaitu bagaimana Pancasila dijadikan sebagai praksis sistem dan ideologi menuju bangsa yang adil dan makmur.
"Dalam level ini, Pancasila belum sepenuhnya dijadikan landasan pergerakan bangsa. Jika ini bisa dilakukan, maka berkeyakinan tak akan ada lagi yang meragukan Pancasila. Jika ini tak terselesaikan maka wajar muncul ideologi lain," ujarnya pula.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari