tirto.id - Kepala Divisi Sekretaris Korporat PT MRT, Muhamad Kamaluddin, mengklaim bahwa pihaknya merasakan dampak kerugian finansial menyentuh Rp507 juta saat pemadaman listrik besar-besaran, pada Minggu (4/8/2019) lalu. Khususnya terkait kerugian pendapatan finansial dari penumpang.
"Kejadian terhentinya pasokan listrik tersebut berdampak kerugian baik dari aspek reputasi, moril dan finansial bagi MRT Jakarta dan bagi para penggunanya. Akibat terputusnya pasokan listrik dari PLN ke MRT Jakarta diperkirakan mencapai Rp507 juta per tanggal 4 Agustus 2019, yang berkaitan dengan potensi kehilangan penumpang mencapai 52.898 orang pada hari tersebut," kata Kamaluddin lewat rilis yang diterima wartawan Tirto pada Selasa (6/8/2019) siang.
Kerugian tersebut, kata Kamaluddin, belum termasuk berbagai kerugian moril dan materiel yang diderita oleh penumpang dan publik yang menggantungkan perjalanannya kepada MRT Jakarta.
"Sebagai dampak tidak langsung pada Senin kemarin, terjadi penurunan 16,43% penumpang dalam satu hari tersebut yang kemungkinan disebabkan oleh kekhawatiran pengguna bahwa pemutusan pasokan listrik dapat terjadi lagi. Diharapkan penurunan ini bersifat sementara, dan diharapkan gangguan listrik seperti ini tidak terjadi lagi ke depannya," katanya.
Kamaluddin mengatakan pihaknya saat ini sedang menyempurnakan kembali SOP Evakuasi Keadaan Darurat untuk mengantisipasi situasi pemadaman listrik oleh PLN dan memastikan evakuasi berjalan dengan lancar dan aman.
Melalui rilis yang diterima wartawan Tirto pada Selasa (6/8/2019) siang, Kamaluddin mengatakan bahwa sistem pasokan listrik untuk MRT Jakarta mengandalkan sistem listrik nasional yang dikelola oleh PLN.
Gangguan yang dialami oleh PLN pada Minggu kemarin berdampak pada terputusnya pasokan listrik untuk 2 jalur pasokan listrik MRT yang bersumber dari 2 subsistem 150kV PLN yang berbeda, yaitu Subsistem Gandul-Muara Karang melalui Gardu Induk PLN Pondok Indah dan Subsistem Cawang-Bekasi melalui Gardu Induk PLN CSW.
"Dikarenakan belum tersedianya subsistem ketiga, maka ketika kedua subsistem di atas mengalami failure, hal tersebut menyebabkan gangguan pasokan listrik untuk menggerakkan kereta Ratangga MRT Jakarta," kata Kamaluddin.
PT MRT Jakarta saat ini menggunakan pasokan listrik dari PLN dengan kontrak Layanan Premium. Oleh karena itu, Kamaluddin mengaku pihaknya sangat menyesalkan terputusnya pasokan listrik dari PLN dan membutuhkan tindak lanjut PLN untuk meningkatkan pasokan listrik dan secara serius mencegah kejadian serupa terjadi kembali.
"Padahal sebelumnya PLN telah berkomitmen untuk mendukung kehandalan pasokan listrik ke sistem MRT Jakarta dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas tambahan di Jakarta sebagai subsistem ketiga tersebut," lanjut Kamaluddin.
Sesuai desain awal, lanjut Kamaluddin, MRT Jakarta juga memiliki sistem pembangkit cadangan (Generator Set/Genset) yang hanya memberikan pasokan listrik untuk kebutuhan keselamatan dan evakuasi di fasilitas stasiun dan di terowongan.
"Kapasitas back up power MRT Jakarta tersebut sudah cukup dan berfungsi dengan baik pada saat pasokan listrik terputus, oleh karenanya evakuasi dapat dilakukan dengan aman," klaim Kamaluddin.
Desain pasokan listrik MRT Jakarta ini, kata Kamaluddin, sejalan dengan sistem kelistrikan MRT di berbagai negara lain. Sebagai contoh, hal serupa terjadi di New York Subway pada bulan Juli lalu, dimana pemadaman listrik terjadi selama 5 (lima) jam dikarenakan kendala pasokan listrik dari kota New York dan melumpuhkan sepertiga dari rute New York Subway.
"Penumpang tertahan di bawah tanah selama 75 menit sebelum akhirnya berhasil dievakuasi," katanya.
Sistem operasi kereta MRT Jakarta, kata Kamaluddin, menggunakan persinyalan CBTC (Communication Based Train Control) yang menganut tingkat standar safety yang tinggi, seperti halnya sistem persinyalan yang digunakan di Delhi Metro dan Beijing Subway Line 15. Dimana sistem ATO (Automatic Train Operation) mengharuskan kereta melakukan emergency break (pengereman darurat) ketika terjadi power off (terputusnya pasokan listrik).
"Hal ini bertujuan untuk memitigasi potensi bencana yang kemungkinan terjadi di jalur depan kereta. Oleh karena itu, pengereman darurat dan evakuasi merupakan cara terbaik yang dilakukan untuk menghadapi kejadian ini," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri