Menuju konten utama
Mudik Lebaran 2022

Motif di Balik Aturan Mudik Lebaran Bersyarat yang Diumumkan Jokowi

Aturan mudik Lebaran 2022 disyaratkan sudah vaksin booster. Apa saja motif pemerintahan Jokowi dalam penentuan kebijakan ini?

Motif di Balik Aturan Mudik Lebaran Bersyarat yang Diumumkan Jokowi
Penumpang antre untuk memasuki area peron di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Jumat (24/12/2021). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id - Pemerintah secara resmi memperbolehkan kegiatan mudik pada Lebaran 2022. Presiden Jokowi mengumumkan syarat mudik Hari Raya Idulfitri harus sudah vaksin dua kali plus vaksin booster, Rabu (23/2/2022)

"Bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik Lebaran juga dipersilakan, juga diperbolehkan dengan syarat sudah mendapatkan 2 kali vaksin dan 1 kali Booster. Serta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat," kata Jokowi melalui kanal You Tube Sekretariat Presiden pada Rabu (23/3/2022).

Sejumlah praktisi kesehatan hingga epidemiolog memberikan catatan kepada pemerintah soal penerapan kebijakan tersebut. Ketua Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono meminta pemerintah agar berhati-hati dalam menerapkan kebijakan tersebut. Ia meminta pemerintah untuk memonitor pelaksanaan protokol kesehatan dan tegas dalam penindakan pelanggar prokes.

"Pemerintah harus tegas dalam memantau protokol kesehatan 3M, dan arus mudik harus dipantau dengan CCTV dan teknologi lainnya," ujar Miko, Rabu (23/2/2022).

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman justru berbicara lebih jauh. Ia meminta publik tetap melihat kondisi global meski gelombang ketiga Indonesia sudah melandai. Ia mengingatkan positivity rate Indonesia masih 5 persen dengan angka testing dan tracing menurun. Indonesia harus tetap berhati-hati meski sudah ada modal imunitas dari COVID-19.

Ia menambahkan, pentingnya literasi soal penggunaan masker khusus seperti KN 95, penerapan protokol kesehatan, penerapan 5M, soal testing, hingga soal sudah vaksin lengkap atau booster tetapi juga potensi untuk menghadapi bahaya COVID varian baru.

"Ini bukan itu saja tapi juga literasi ini membangun persepsi risiko pandemi belum berakhir. Bahwa akan ada potensi varian baru, akan ada potensi gelombang berikut, itu tetap ada. Masalah besar tidaknya ya memang bergantung pada imunitas terutama tapi juga dibantu dengan mitigasi, ya artinya bangun kesadaran," kata Dicky.

Ia menjelaskan potensi lonjakan kasus COVID-19 tahun ini diprediksi tak sebesar tahun lalu. Namun, masyarakat diwanti-wanti tetap waspada dengan kewajiban memakai masker, penguatan sirkulasi ventilasi udara dan juga masalah pembatasan kapasitas saat beraktivitas.

Motif di Balik Aturan Mudik Lebaran 2022 Bersyarat

Sebelumnya, pada 2020, pemerintah menetapkan bahwa aturan mudik Lebaran diperbolehkan dengan kewajiban karantina 14 hari. Setahun kemudian, pemerintah memutuskan untuk melarang mudik. Pengumuman dilakukan 3 bulan sebelumnya oleh Menko PMK Muhadjir Effendy. Lantas, apakah kebijakan yang diambil kali ini murni berbasis situasi kondisi pandemi yang mereda?

Dosen komunikasi politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah memandang bahwa langkah Jokowi soal mudik Lebaran diperbolehkan justru bernuansa politik. Ia memandang aksi itu berkaitan dengan kinerja pemerintahan dan upaya mencari dukungan publik.

"Nuansa politik tentu saja ada, setidaknya menarik simpati dan menunjuk keberhasilan pemerintah dalam mengatasi pandemi dan diperbolehkannya mudik sejalan dengan dibiarkannya kerumunan skala besar di Mandalika," kata Dedi kepada Tirto.

Pendapat Dedi soal simpati bukan tanpa alasan. Ia mengingatkan bagaimana Jokowi dan jajaran tengah dihantam masalah yang mengarah pada citra negatif seperti isu 3 periode yang masih berkembang, krisis minyak goreng yang masih belum selesai. Upaya ini membuat pemerintah berupaya meredakan kekecewaan publik dari beragam masalah tersebut.

Di sisi lain, pemerintah berhasil menyelenggarakan event internasional MotoGP Mandalika. Hanya, ada kritikan soal kerumunan penonton di Mandalika tanpa ada syarat vaksin booster. Jika dibandingkan dengan aturan mudik saat ini dengan syarat booster, kata Dedi, berpotensi menimbulkan kecemburuan publik.

Selain itu, aturan mudik Lebaran bisa dilihat sebagai suatu pesan bahwa pemerintah telah berhasil menekan kasus COVID-19 di Indonesia.

"Dengan adanya keputusan membaiknya pandemi yang memungkinkan publik untuk mudik, ini bisa kembali meningkatkan kepercayaan publik pada Presiden," tutur Dedi.

Alasan Mendongkrak Wisata & Dorong Vaksin Booster

Sementara itu, dosen komunikasi Universitas Padjajaran Kunto Adi Wibowo juga melihat bahwa motif kebijakan pembolehan mudik bukan hanya karena pandemi melandai, tetapi juga kebutuhan Indonesia dalam meningkatkan angka devisa.

"Kalau menurut saya, dua alasan itu jadi terkait satu sama lain antara pandemi mulai melandai dan alasan politis. Alasan politisnya, kita butuh devisa besar setelah dua tahun pariwisata kita lesu," kata Kunto kepada Tirto.

Kunto melihat urgensi devisa dari pariwisata sudah jelas dari MotoGP dan penghapusan karantina ke Bali. Kebijakan ini lantas berimplikasi mewajibkan pemerintah untuk membolehkan mudik. Kunto melihat, pembolehan mudik tidak berarti upaya untuk menutupi kegagalan pemerintah dalam isu lain seperti minyak goreng maupun isu 3 periode.

"Kalau menurut saya sih itu kebetulan saja antara minyak goreng, kenaikan sembako tapi kalau yang Mandalika, yang sifatnya pariwisata membolehkan orang luar negeri untuk masuk tanpa karantina itu memang akan sangat berkaitan dengan kebijakan mudik. Sementara kalau minyak goreng dan sembako orang akan tetap makan walau bisa mudik," kata Kunto.

Kunto yakin pemerintah bisa memenuhi target pariwisata jika hal tersebut adalah motif lain dari sekadar masyarakat mudik dan berjalan-jalan ke tempat pariwisata. Pemerintah juga mendapatkan sentimen positif dengan membolehkan mudik. Namun, ia berharap agenda ini tidak menjadi upaya untuk mengejar agenda lain.

"Jangan sampai ini dimanfaatkan untuk kemudian isu seperti penundaan pemilu, 3 periode dan segala macamnya," kata Kunto.

Para analis dan akademisi kebijakan publik justru melihat bukan dari sisi politik. Peneliti Kebijakan Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro justru mengakui bahwa kebijakan mudik kali ini punya pesan lain.

“Setelah pelaksanaan vaksin memang pemerintah memutar pola kebijakan menghadapi COVID-19, tidak lagi hanya melihat pada aspek kesehatan. Tetapi juga aspek lainnya. Itulah maka muncul upaya kebijakan kombinasi dari berbagai aspek,” kata Riko kepada Tirto, Kamis (24/3/2022).

Riko memandang, “Saya lebih memaknai kebijakan mudik Lebaran seperti itu. Mengingat bekunya pertumbuhan ekonomi selama COVID-19 ini".

Pendapat Riko bukan tanpa alasan. Pertama, pemerintah tengah kesulitan untuk mendongkrak ekonomi. Mudik akan membuat konsumsi masyarakat akan tersebar merata dari kota ke desa dan mendorong daya beli masyarakat desa.

Bagi Riko, momentum Lebaran ini akan menjadi hal penting dalam memulihkan ekonomi Indonesia. Mudik tetap harus dimitigasi dengan vaksinasi booster agar momen 'penguatan ekonomi' tidak terganggu dengan virus dan varian lain.

"Secara bertahap pula menetapkan segera kasus pandemi menjadi endemi, sebagai upaya memberi keyakinan pasar dan masyarakat," kata Riko.

Serupa, dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL Universitas Gadjah Mada sekaligus pemerhati kebijakan publik Gabriel Lele juga melihat pemerintah tidak sekadar berhitung berbasis kasus saja sehingga berani memperbolehkan mudik dengan melihat angka kasus yang melandai.

Gabriel melihat pemerintah mulai mengarah kepada upaya Indonesia menuju endemi. Jika mengarah kepada endemi, kontrol bukan lagi pada pemerintah, tetapi kepada tangan rakyat. Momentum ini, dalam kacamata Gabriel, juga menjadi momentum pemerintah untuk menguji coba kesiapan masyarakat jelang endemi sepenuhnya.

"[Aturan mudik] ini bisa jadi tes juga apakah yang namanya kenormalan baru sebagai hidup sudah diinternalisasi oleh pemerintah sehingga porsinya kalau dalam situasi pandemi, pemerintah yang lebih berperan, begitu endemi masyarakat lah yang kemudian harusnya lebih banyak berperan," kata Gabriel kepada Tirto.

Motif ikutan selain menguji kesiapan publik menuju endemi adalah mendorong angka vaksinasi. Penerapan syarat wajib booster akan mendorong publik rela ikut vaksinasi. Hal ini akan berlaku seperti tahun 2021 lalu ketika pemerintah mendorong publik vaksin agar mereka boleh beraktivitas.

"Paling tidak yang bisa kita tafsir adalah ini pemerintah mau vaksin booster disegerakan. Mudah-mudahan dengan kebijakan ini, cakupan boosternya bisa naik. Meski nanti arus mudik itu cukup banyak, paling tidak risikonya itu bisa diminimalisir," kata Gabriel.

Gabriel yakin, publik akan menyambut positif dan berbondong-bondong untuk booster demi bisa mudik. Di sisi lain, pemerintah maupun rumah sakit yang ada juga sudah terbiasa dalam menghadapi COVID maupun turunannya setelah dua tahun berhadapan dengan pandemi. Belum lagi karakter virus Omicron yang mirip flu saat ini dibandingkan Delta di masa lalu.

Namun, ia meminta pemerintah tetap harus mempunyai mekanisme manajemen risiko yang mumpuni jika memang terjadi lonjakan kasus. Hal itu sebagai jaga-jaga agar pemerintah tidak meremehkan pandemi yang belum berakhir.

"Hitung-hitungan politik atau kapitalisasi politik mungkin juga diperhitungkan tapi pemerintah tidak akan terlalu gegabah untuk mengatakan 'kita buka mudik' kalau saja misalnya yang kita hadapi varian yang ganas seperti Delta. Makanya biasa-biasa saja," kata Gabriel.

Baca juga artikel terkait MUDIK LEBARAN 2022 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - News
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri