Menuju konten utama

Monumen Kilometer Nol, Ikon Sabang yang Berdiri di Ujung Tebing

Tugu yang menjadi ikon ini terletak di Desa Iboih Ujong Bau, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang.

Monumen Kilometer Nol, Ikon Sabang yang Berdiri di Ujung Tebing
Suasana monumen Kilometer 0 Sabang di Desa Iboih, Sukakarya, Sabang, Aceh, pada Selasa (25/6/2024).. tirto.id/Muhammad Naufal

tirto.id - Kota Sabang tidak cuma dikenal dengan keindahan alamnya saja oleh masyarakat Tanah Air. Wilayah yang berada di Pulau Weh, Aceh, ini juga dikenal dengan Monumen Kilometer Nol Sabang.

Tugu yang menjadi ikon ini terletak di Desa Iboih Ujong Bau, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang. Memiliki tinggi mencapai 43 meter, Monumen Kilometer Nol Sabang dapat langsung dikenali wisatawan lokal maupun mancanegara.

Monumen berwarna biru-putih ini mencolok jika disandingkan dengan penempatan tugu tersebut, yakni di tengah-tengah hutan lindung yang berada di ujung tebing. Tugu ini menghadap ke laut lepas, langsung menuju Selat Malaka.

Monumen ini memiliki tinggi yang mencapai puluhan meter, desain monumen tersebut juga menjadi pusat perhatian wisatawan. Terdapat empat pilar yang menyangga Monumen Kilometer Nol Sabang. Empat pilar ini menandakan empat kota/kabupaten paling ujung Indonesia di empat wilayah, yaitu Sabang, Merauke, Miangas, dan Pulau Rote.

Selain empat pilar, ada ornamen segi delapan di sisi-sisi tugu tersebut. Ornamen segi delapan erat kaitannya dengan ornamen Islam, mengingat Aceh menerapkan syariat Islam. Kemudian, Monumen Kilometer Nol Sabang juga dihiasi oleh motif senjata tradisional Aceh, rencong. Motif rencong yang dilapisi sarungnya menandakan Aceh selalu bernuansa damai.

Monumen Kilometer 0 Sabang

Suasana monumen Kilometer 0 Sabang di Desa Iboih, Sukakarya, Sabang, Aceh, pada Selasa (25/6/2024).. tirto.id/Muhammad Naufal

Wisatawan bisa naik ke sisi atas Monumen Kilometer Nol Sabang untuk melihat keindahan laut Selat Malaka. Akses menuju Monumen Kilometer Nol Sabang terbilang mudah, meski melewati jalan perbukitan yang berkelok. Jaraknya sekitar satu jam berkendara dari pusat Kota Sabang.

Pada Selasa (25/6/2024) siang, terik mentari tak menjadi alasan bagi wisatawan untuk enggan berfoto di depan Monumen Kilometer Nol Sabang. Silih berganti wisatawan berfoto di depan tugu tersebut. Sebagian besar wisatawan mengambil foto bersama keluarga masing-masing. Namun, tak sedikit wisatawan yang difotokan seorang diri di depan tugu gagah itu.

Embusan angin laut menjadi properti alami bagi para wisatawan yang berfoto di depan Monumen Kilometer Nol Sabang. Di satu sisi, batang pohon rindang di sekitar tugu juga menjadi tempat favorit sebagian wisatawan untuk berteduh.

Ada dua anak kecil, yang merupakan warga sekitar, bermain sepatu roda di sekitar Monumen Kilometer Nol Sabang. Jalan di depan tugu tersebut memang sedikit miring. Kakak adik perempuan dan laki-laki itu semangat mendaki jalan, kemudian meluncur sembari bergandengan tangan.

Pernah Alami Pemindahan

Tak banyak diketahui wisatawan, Monumen Kilometer Nol Sabang semula tidak berada di ujung tebing. Pada 1997, Momumen Kilometer Nol Sabang masih berada di dekat hutan Desa Iboih. Rampungnya pembangunan Monumen Kilometer Nol Sabang diresmikan oleh Wakil Presiden ke-6 RI, Try Sutrisno, pada 1997. Setelah mengantongi izin dari pemerintah pusat, pemerintah setempat mendirikan tugu baru di ujung tebing pada 2015.

Pembangunan Monumen Kilometer Nol Sabang rampung usai dua tahun atau pada 2017. Setelah pembangunannya rampung, pemerintah setempat juga mendirikan lokasi berjualan untuk UMKM setempat.

Anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Sabang, Zulfikar menyatakan, tiket masuk kawasan Monumen Nol Kilometer Sabang dipatok Rp5.000 per wisatawan. Tak ada perbedaan harga untuk wisatawan lokal atau asing.

"Untuk kendaraan harus bayar parkir. Parkirnya kalau mobil Rp10.000, kalau motor Rp5.000," ucapnya kepada reporter Tirto, Selasa (25/6/2024).

Ia menyatakan, wisatawan juga bisa menuruni tebing lokasi berdirinya Monumen Nol Kilometer Sabang untuk melihat bibir pantai laut Selat Malaka. Wisatawan tak perlu membayar lebih untuk menuruni tebing tersebut.

Namun, menurut Zulfikar, tak banyak wisatawan yang menuruni tebing tersebut. Wisatawan kebanyakan hanya mengabadikan momen selama di Monumen Nol Kilometer Sabang.

Zulfikar

Anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia Sabang Zulfikar, di Kilometer 0 Sabang, Selasa (25/6/2024).. tirto.id/Muhammad Naufal

Angkat Perekonomian Warga

Adanya Monumen Kilometer Nol Sabang berpengaruh terhadap perekonomian warga Desa Iboih Ujung Bau. Sebab, Zulfikar menyatakan, wisatawan kebanyakan tak sempat membeli oleh-oleh di pusat Kota Sabang atau di pelabuhan.

Usai berfoto di Monumen Kilometer Nol Sabang, wisatawan langsung berbelanja oleh-oleh yang dijual warga setempat.

"Kenapa mereka [warga] jualan di sini, karena dari pelabuhan itu, wisatawan belum tentu mereka singgah ke Pasar Sabang. [Wisatawan] langsung ke sini, foto-foto, balik. Jadi, kan belinya [oleh-oleh] di sini," urai Zulfikar.

Oleh-oleh yang dijual bervariasi. Ada toko yang menjual beragam baju, daster, hingga kemeja. Ada juga toko yang menjual miniatur Monumen Kilometer Nol Sabang dari kayu. Harga bahu hingga kemeja itu ramah dikantong, mulai dari Rp25 ribu-Rp100 ribu.

Toko lain turut menjual berbagai aksesoris dengan corak khas Sabang. Terdapat pula batik corak Sabang yang dijual pedagang di sana. Di satu sisi, wisatawan tidak perlu khawatir menahan rasa lapar. Ada kios yang menjual makanan dan minuman. Masih di sekitar tugu, ada juga pedagang kaki lima (PKL) yang menjual kudapan, misalnya crepes atau es krim. Sebagai tempat melancong, Monumen Kilometer Nol juga dilengkapi masjid yang terletak di dekat tempat parkir motor/mobil.

Baca juga artikel terkait SABANG atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Anggun P Situmorang