tirto.id - Sekitar 15 tahun lalu, saban Minggu pukul 7 pagi, saya sudah duduk anteng di depan televisi. Yang saya tunggu adalah lagu "Yume Ippai" muncul di layar kaca. Lagu yang dilantunkan setelah alih bahasa itu adalah penanda dimulainya anime Chibi Maruko-chan. Wajah Momoko "Maruko" Sakura dengan bulatan merah di kedua pipi dan rambut bob berponi begitu khas.
Hal yang menyenangkan hati banyak sekali
bahkan kalau kita bermimpi
Sekarang ganti baju
Agar menarik hati
Ayo kita mencari teman!
Lirik yang tak nyambung tak jadi soal. Kepala saya tetap bergoyang sembari ikut merapal lirik lagunya. Diputarnya Chibi Maruko-chan, itu tanda dimulainyamaraton kartun Jepang pada Minggu pagi dekade 1990 hingga awal 2000-an. Itupun kalau anime UFO Baby tak masuk hitungan lantaran ditayangkan terlalu pagi, yakni pukul 05.30. Maraton kemudian akan dilanjutkan dengan Doraemon, Crayon Shin-chan, dan Cardcaptor Sakura hingga pukul 12 siang.
Maruko adalah karakter fiksi ciptaan mangaka bernama Momoko Sakura. Karakter yang terinspirasi oleh Sakura sendiri ini adalah bocah perempuan kelas 3 SD yang tinggal di daerah Shimizu, daerah pinggiran di prefektur Shizuoka. Latar belakang Chibi Maruko Chan adalah Jepang tahun 1974. Maruko digambarkan sebagai gadis baik hati, polos, dengan tingkah laku konyol. Keluarganya tak kalah absurd, terutama karakter Tomozou Sakura, kakek Maruko yang pelupa.
Maruko juga memiliki banyak teman dengan beragam karakter. Seperti Tamae, sang sahabat dekat yang baik hati. Ada pula Hanawa, murid paling tampan dan kaya raya. Ada pula Maruo, sang pelajar tekun sekaligus ketua kelas yang ingin selalu dihormati. Hingga badut kelas bernama Yamada.
Versi komik Chibi Maruko-chan pertama kali diterbitkan majalah Ribon pada 1986. Empat tahun setelahnya, manga ini kemudian diadaptasi menjadi anime oleh rumah produksi Nippon Animation dan ditayangkan hingga 1992. Anime Maruko tayang hingga di 60 negara.
Dalam dunia manga dan anime, Chibi Maruko-chan termasuk ke dalam genre slice of life atau penggalan kisah kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang membuat Maruko begitu mendapat tempat di hati para pembaca dan penonton. Hidup seorang bocah SD yang sederhana dan relevan dengan kehidupan banyak anak, membuat Maruko seperti teman beda negara. Hidupnya sama dengan seluruh anak SD di seluruh dunia.
Maruko adalah Kita
Menurut Jun Takagi, sutradara dari Nippon Animation Co., Maruko adalah karakter utama yang bisa dibilang tak punya keunggulan layaknya tokoh utama. Sifat dan karakter itu sedikit mirip dengan karakter Nobita di manga Doraemon. Maruko bukan bocah perempuan cerdas. Wajahnya juga biasa saja. Ditambah, Maruko adalah gadis pemalas.
Ketika diproduksi menjadi anime pada awal 1990, hampir semua kru pesimistis karya Sakura ini bisa bertahan lebih dari setahun. Pesimisme yang sama juga menjangkiti Sakura. Ternyata, di luar dugaaan, Chibi Maruko-chan disukai penonton, bahkan terus tayang hingga lebih dari dua dekade.
“Kita dapat dengan mudah berempati dan senang dengan Maruko karena dia sama seperti kita,” ujar Takagi pada 25 tahun anime Chibi Maruko-chan yang diadakan Juli 2015.
Apa yang dibilang Takagi sama sekali tak salah. Menonton Maruko sama saja kita menonton kehidupan bocah SD pada umumnya. Tak ada masalah pelik di sana. Masalah berat mungkin hanya seputar PR menumpuk, bertengkar dengan teman sekelas, atau rebutan remote televisi dengan saudara.
Tentu saja, tayangan Maruko tak hanya cocok bagi anak-anak. Maruko juga amat disukai mereka yang penat akan dunia orang dewasa yang menyebalkan dan penuh masalah. Maruko-chan menawarkan kepolosan ala anak kecil yang sudah lama dilupakan oleh orang dewasa. Menontonnya bisa jadi ajang nostalgia tentang masa kecil yang menyenangkan dan sonder masalah berat.
Selain dari segi cerita, penggambaran tokoh dan latar juga minim kerumitan. Gambar ala Sakura juga sama sekali tak rumit, bahkan bisa ditiru oleh banyak orang, termasuk anak-anak sekalipun. Cara gambar yang seperti ini kemudian jadi karakter khas Sakura. Maruko-chan jugalah yang mempopulerkan “ase-tara tate-sen” atau ekspresi dengan garis vertikal dan keringat. Ekspresi ini kemudian diadaptasi oleh banyak mangaka untuk digunakan dalam karyanya sebagai ekspresi dengan banyak makna.
Pada 15 Agustus 2018, Momoko Sakura meninggal pada usia 53 tahun setelah berjuang melawan kanker payudara. Kepergian Sakura jelas pukulan telak bagi dunia manga Jepang. Mangaka One-Punch Man, Yuusuke Murata menyebut kepergian Sakura sebagai sesuatu yang terlalu cepat. Eiichiro Oda, mangaka One Piece, memberikan penghormatan untuk Sakura dengan mengunggah gambar Luffy yang sedang berbagi barbekyu dengan Maruko.
Kepergian yang mengejutkan ini juga pernah menimpa Yoshito Usui, mangaka Crayon Shin-chan, yang tewas saat mendaki gunung pada September 2009. Kendati asistennya sempat meneruskan beberapa volume, Sin-chan, kisah sang bocah bengal itu akhirnya berakhir tanpa diselesaikan.
Kepergian Sakura bisa dibilang titik nadir keberlangsungan genre slice of life dalam kacamata seorang bocah SD. Satu per satu legendanya berpulang, dari Fujiko F. Fujio yang membuat Doraemon, Usui pada 2009, dan sekarang Sakura. Penerusnya belum ada yang bisa menyaingi ketiga legenda ini. Komik Yotsuba to! karya Kiyohiko Kazuma yang belakangan populer pun belum bisa mendekati prestasi ketiganya. Padahal Yotsuba to! sudah berumur lebih dari satu dekade sejak pertama kali terbit pada 2003.
Sayonara, Momoko-sensei. Dirimu abadi dalam Maruko-chan.
Editor: Nuran Wibisono