Menuju konten utama
Sengketa Pilpres 2024

MK Tak Temukan Korelasi Bansos dengan Elektabilitas Prabowo Naik

Arsul sebut Mahkamah tidak menemukan hubungan kausalitas antara bansos dengan perolehan suara.

MK Tak Temukan Korelasi Bansos dengan Elektabilitas Prabowo Naik
Suasana ruang sidang putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 di Gedung MK, Senin (22/4/2024). tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Mahkamah tidak menemukan korelasi pemberian bantuan sosial atau bansos yang dilakukan Presiden Joko Widodo meningkatkan elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagaimana dalil para pemohon dalam sengketa Pilpres 2024.

Hakim konstitusi, Arsul Sani, mengakui bahwa pemohon menggunakan pendekatan ekonometrika dalam upaya menghitung dan mengkorelasikan penggunaan bansos untuk kenaikan elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran. Meski dinilai sebagai salah satu bentuk pembuktian secara scientific sebagaimana dilakukan di peradilan umum, Mahkamah tidak menemukan hubungan kausalitas antara bansos dengan perolehan suara.

“Terhadap dalil pemohon yang mengaitkan bansos dengan pilihan pemilih, Mahkamah tidak meyakini adanya hubungan kausalitas atau relevansi antara penyaluran bansos dengan peningkatan perolehan suara salah satu pasangan calon," kata Arsul saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).

Selain itu, Mahkamah juga membahas soal korelasi program perlinsos. Mahkamah mencatat bahwa pelaksanaan perlinsos dan program bansos sudah memenuhi prosedur sesuai Pasal 23 ayat 1 jo ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. Mengenai tudingan ada niatan lain dalam penyaluran perlinsos bukan ranah Mahkamah melainkan penegak hukum.

“Dengan demikian jika terjadi penyalahgunaan anggaran terkait dengan penyaluran dana perlinsos, maka menjadi ranah lembaga penegak hukum untuk menindaklanjutinya," kata Arsul.

Selain itu, Mahkamah mengamini pelaksanaan perlinsos dan tujuan perlinsos bahwa bisa dilakukan sebelum terjadi bencana dan setelah bencana terjadi. Namun, Mahkamah tidak bisa mengetahui jangka waktu atau bentuk mitigasi. Mahkamah menilai bahwa pelaksanaan bansos tidak ada kejanggalan dan tidak ada pelanggaran peraturan.

“Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas penggunaan anggaran perlinsos, khususnya anggaran bansos menurut Mahkamah tidak terdapat kejanggalan atau pelanggaran peraturan sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon jarena pelaksanaan anggaran telah diatur secara jelas mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban, termasuk pelaksanaan anggaran bansos yang disalurkan secara sekaligus (rapel) dan yang langsung disalurkan oleh presiden dan menteri merupakan bagian dari siklus anggaran yang telah diatur penggunaan dan pelaksanaannya," kata Arsul.

Arsul mengaku, Mahkamah mengakomodir bukti hasil survei berkaitan dengan bansos. Akan tetapi, pemaparan yang diberikan pemohon tidak utuh sehingga tidak memunculkan keyakinan Mahkamah atas korelasi bansos dengan elektabilitas.

“Berpijak dari hal demikian terhadap dalil pemohon menurut Mahkamah tidak terdapat alat bukti yang secara empiris menunjukkan bahwa bansos nyata-nyata telah mempengaruhi/mengarahkan secara paksa pilihan pemilih," kata Arsul.

Arsul menambahkan, “Bahwa andaipun benar terjadi pembagian bantuan kepada masyarakat oleh presiden, pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah apakah bantuan yang dimaksud oleh pemohon adalah bansos oleh Kementerian Sosial atau bantuan kemasyarakatan oleh presiden yang bersumber dari dana operasional presiden.”

Baca juga artikel terkait SIDANG SENGKETA PILPRES 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz