tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sah secara hukum. Hal tersebut disampaikan hakim konstitusi dalam sidang pembacaan putusan dengan nomor perkara 60/PUU-XVIII/2020, Rabu (27/10/2021).
“Dalam provisi menolak permohonan provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Hakim Anwar Usman selaku Ketua Majelis Hakim sebagaimana ditayangkan di laman youtube MK, Rabu (27/10/2021).
Majelis mempunyai sejumlah pertimbangan untuk menolak permohonan yang diajukan oleh Anggota DPD RI Alirman Sori, Anggota DPD Tamsil Linrung serta beberapa pihak, termasuk aktivis Marwan Batubara.
Salah satu alasan hakim menolak permohonan pemohon adalah DPD ikut serta dalam rapat kerja pembahasan RUU Minerba. Mahkamah mengacu pada keterangan pemerintah bahwa DPD sudah terlibat dalam pembahasan RUU Minerba secara proper dengan adanya persetujuan carry over dari DPD.
Mahkamah juga melihat surat keputusan DPD RI Nomor 32/DPD RI/III/2019-2020 tentang pandangan dan pendapat DPD RI terhadap rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal tersebut membuat majelis menolak dalil pemohon bahwa pembahasan Undang-Undang 3/2020 tidak melibatkan DPD tidak beralasan menurut hukum.
Selain itu, majelis menolak dalil pemohon yang menyatakan pembahasan RUU Minerba tidak lewat prolegnas. Menurut majelis, undang-undang tersebut sudah masuk prolegnas.
Selain itu, RUU Minerba sudah melibatkan partisipasi publik lewat penayangan akses publik lewat TV Parlemen. DPR dan pemerintah juga mengundang sejumlah pihak untuk mendengar masukan sebelum pengesahan aturan.
Meskipun majelis menolak permohonan para pemohon, 3 hakim konstitusi menyatakan dissenting opinion yakni Saldi Istra, Wahiduddin Adams dan Suhartoyo. Mereka berbeda pandangan karena pengujian formil adalah pengujian produk hukum atas proses tata cara pembentukannya. Menurut hakim konstitusi, seluruh tahapan harus dipenuhi sebagai syarat formil pembentukan undang-undang.
Majelis melihat ada 2 hal penting dalam keabsahan carry over RUU Minerba. Pertama adalah ketidakselarasan pengaturan prosedur pembahasan DIM antara UU 15/2019 dan peraturan DPR 2/2020.
Dalam hal tersebut, Pasal 71A UU 15/2019 menyatakan bahwa posisi DIM telah memasuki pembahasan DIM sementara pasal 110 ayat 1 PEraturan DPR 2/2020 menyatakan posisi DIM telah memiliki DIM. Keadaan tersebut menunjukkan ketidakselarasan pengaturan tentang posisi pembahasan DIM.
“Pertanyaan berikutnya apakah pelonggaran syarat tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan RUU tertentu, termasuk RUU Minerba? karena tidak terdapat penjelasan berkenaan dengan pertanyaan tersebut, kami tidak mungkin memberikan jawaban secara tepat/pasti," ujar hakim Wahiduddin Adams saat membacakan dissenting opinion.
Kedua, mereka melihat ada pertentangan empirik waktu antara UU 15/2019 dan Peraturan DPR 2/2020. Pengesahan kedua aturan dilakukan setelah berakhirnya masa keanggotaan DPR 2014-2019 berakhir pada 1 Oktober 2019. Hakim menyoalkan apakah produk hukum yang disahkan 4 Oktober 2019 bisa berlaku surut pada persetujuan carry over RUU Minerba pada 25 September 2019. Oleh karena itu, hakim menyarankan untuk pembentukan pengaturan baru.
Di sisi lain, majelis mencatat bahwa pembahasan DIM RUU Minerba baru dibahas pada 25 September 2019 malam. Jika ada kesepakatan carry over pada anggota DPR 2019-2024, padahal nomenklatur carry over dan syarat baru keluar Oktober pasca pasal 71A UU 15/2019 keluar.
"Dengan demikian dua persyaratan yang berlaku secara kumulatif yang dapat membenarkan RUU minerba sebagai RUU carry over tidak terpenuhi," kata Adams.
Adams menambahkan, "Tidak ada keraguan bagi kami untuk menyatakan pembentukan UU Minerba adalah cacat secara formil. Dengan terbuktinya secara meyakinkan salah satu cacat formil dari tahapan tersebut, kami tidak perlu lagi membuktikan kemungkinan adanya cacat-cacat formil yang lain sebagaimana didalilkan oleh para pemohon.”
"Berdasarkan pertimbangan hukum dan argumentasi tersebut, seharusnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pengujian formil para pemohon dan menyatakan UU Minerba tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," tutur Adams.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz