Menuju konten utama

MK akan Putuskan Gugatan Lima Napi Korupsi Soal UU Pemasyarakatan

Lima napi korupsi menyebutkan bahwa ketentuan a quo telah menghambat para pemohon untuk mendapatkan remisi.

MK akan Putuskan Gugatan Lima Napi Korupsi Soal UU Pemasyarakatan
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat didampingi Hakim MK memimpin sidang dengan agenda pembacaan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (10/10/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus uji materi atas ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan (UU Permasyarakatan) yang diajukan oleh lima narapidana kasus korupsi.

"Hari ini MK akan memutus uji materi Undang Undang Permasyarakatan," ujar juru bicara MK Fajar Laksono melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Lima narapidana kasus korupsi yang mengajukan permohonan uji materi tersebut adalah Otto Cornelis Kaligis, Suryadharma Ali, Waryono Karno, Barnabas Suebu, dan Irman Gusman.

Dalam sidang pendahuluan, para pemohon menyebutkan bahwa ketentuan a quo telah menghambat para pemohon untuk mendapatkan remisi.

Kuasa hukum para pemohon, Muhammad Rullyandi, menyebutkan bahwa dalam ketentuan a quo tidak tertulis narapidana kasus korupsi tidak boleh mendapatkan remisi, sehingga seharusnya remisi juga menjadi hak para pemohon meskipun para pemohon adalah narapidana kasus korupsi.

Selain itu para pemohon juga berpendapat bahwa ketentuan a quo tidak sejalan dengan pasal 34A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang syarat pemberian remisi bagi narapidana korupsi.

Syarat dari pemberian remisi dalam ketentuan tersebut adalah narapidana akan diberikan remisi jika bersedia bekerja sama sebagai justice collaborator, dan narapidana yang bersangkutan telah membayar lunas denda serta uang pengganti.

Dalam kasus korupsi, pihak yang berwenang untuk menentukan justice collaborator adalah penegak hukum yang dalam hal ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terkait dengan hal ini, Rullyandi menyebutkan ketentuan ini jelas merugikan pihaknya, karena KPK dinilai para pemohon akan bersikap subjektif dalam menentukan justice collaborator.

Baca juga artikel terkait MAHKAMAH KONSTITUSI

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri