tirto.id - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat menyatakan lembaganya akan mengizinkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa hakim konstitusi tanpa menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.
Keterangan Arief ini menanggapi kabar mengenai tertangkapnya salah satu Hakim MK, Patrialis Akbar dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
"Jika diperlukan, MK mempersilakan KPK untuk meminta keterangan kepada hakim konstitusi tanpa perlu izin Presiden sebagaimana diatur dalam UU MK," kata Arief dalam konferensi pers di Jakarta, pada Kamis (26/1/2017) seperti dikutip Antara.
Dia mengatakan izin semacam itu berlaku hanya untuk masa darurat sebab dalam situasi normal pemeriksaan Hakim MK, berdasar UU MK, harus seizin Presiden.
Arief menambahkan, meskipun berita penangkapan Patrialis Akbar belum mendapatkan konfirmasi kebenarannya dari KPK, namun atas nama MK, ia menyatakan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.
"Kami seluruh hakim konstitusi merasa sangat prihatin dan menyesalkan peristiwa tersebut terjadi di saat MK berikhtiar untuk membangun sistem yang diharapkan menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat hakim kontitusi beserta seluruh jajaran MK," kata Arief.
Arief mengaku tidak menduga kejadian ini karena pada Rabu (25/1/2017), usai membacakan putusan, ia tidak berkomunikasi lagi dengan Patrialis Akbar. Hingga hari ini, ia mengatakan juga hanya bisa berkomunikasi dengan ajudan pribadi Patrialis. Sementara ajudan itu pun belum bisa berkomunikasi dengan atasannya.
MK Siap Bentuk Majelis Kehormatan
Arief menambahkan setelah muncul kabar penangkapan Patrialis, Dewan Etik MK juga berencana mengelar rapat untuk mengusulkan pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKH MK). Majelis itu akan membahas kemungkinan pembebasan tugas Patrialis apabial benar ia ditangkap KPK.
"Jika hakim konstitusi bersangkutan diduga melakukan pelanggaran berat, maka MK dalam waktu dua hari kerja sejak menerima usulan dari Dewan Etik akan membentuk MKH MK," ujar Arief.
Majelis tersebut akan beranggotakan lima orang, yakni satu hakim MK, satu perwakilan dari Komisi Yudisial, satu orang mantan hakim MK, satu orang guru besar ilmu hukum dan satu orang tokoh masyarakat.
"Untuk persyaratan mantan hakim, guru besar dan tokoh masyarakat usia minimal 60 tahun, sedangkan dari unsur Hakim MK dan Komisi Yudisial tidak memakai persyaratan minimal 60 tahun," jelas Arief.
Menurut Arief MK bisa mengajukan pemberhentian sementara hakim konstitusi yang tersangkut masalah hukum kepada Presiden, apabila MKH MK memutuskan bahwa hakim tersebut melakukan pelanggaran berat.
"MK segera memberikan pengajuan pemberhentian tidak hormat terhadap hakim konstitusi yang bersangkutan kepada presiden," kata Arief.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom