tirto.id - Presiden Joko Widodo mengingatkan jajarannya untuk lebih efisien dalam menggunakan anggaran. Jokowi mencontohkan soal penggunaan anggaran untuk studi banding ke luar negeri, yang menurutnya sudah tidak relevan di era teknologi saat ini. Sebab, berbagai informasi bisa didapat lewat ponsel pintar.
"Saya ingatkan kepada jajaran eksekutif agar lebih efisien. Untuk apa studi banding jauh-jauh sampai ke luar negeri padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smartphone kita," kata Jokowi saat berpidato di sidang bersama DPR-DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (16/8/2019) pekan lalu.
Di depan para wakil rakyat, Jokowi menegaskan realisasi anggaran bukan diukur dari seberapa banyak anggaran yang telah dibelanjakan. Tetapi diukur dari seberapa baik pelayanan kepada masyarakat, seberapa banyak kemudahan diberikan kepada masyarakat.
"Anggaran negara harus sepenuhnya didedikasikan untuk rakyat," kata dia.
Keinginan Jokowi untuk berhemat ini tampak berseberangan dalam realitasnya. Sebab, pemerintah sedang dalam proses pengadaan mobil baru buat presiden, wakil presiden, dan menteri kabinet Jokowi-Ma’ruf mendatang.
Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) bahkan telah merilis dua merek mobil yang bakal digunakan sebagai mobil dinas. Mercedes-Benz Indonesia dan Astra International dipilih sebagai penyedia mobil melalui proses tender yang digelar melalui Sistem Tender Umum. Anggaran untuk pembelian mobil baru ini mencapai Rp 147 miliar.
Mercedes-Benz Indonesia akan menyediakan dua unit S 600 Guard yang merupakan versi khusus sedan paling mewah Mercedes-Benz dengan dilengkapi serangkai fitur keamanan. Mobil jenis ini bakal digunakan Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin.
Sedangkan Astra International akan menyediakan mobil hybrid Crown 2.5 HV G-Executive sebanyak 101 unit. Mobil jenis ini akan digunakan pejabat tinggi pemerintah mulai dari menteri, pejabat setingkat menteri, pimpinan lembaga negara, serta mantan presiden dan mantan wakil presiden.
Dikritik dan Didukung
Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengkritik pengadaan ini. Menurut Uchok, pernyataan soal efisiensi anggaran yang kerap dilontarkan Jokowi sebatas lip service.
Uchok bahkan menyebut pembelian mobil baru ini menunjukkan karakter Jokowi yang sebenarnya. "Wajah Jokowi yang dulu bilang efisiensi, penghematan, ternyata hanya manis di mulut saja," kata Uchok kepada reporter Tirto, Sabtu (24/8/2019).
Uchok punya dasar mengkritik Jokowi. Kondisi perekonomian Indonesia disebutnya sedang melemah. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia masih harus mewaspadai risiko yang muncul akibat pelemahan ekonomi global paruh kedua 2019 hingga 2020 mendatang.
Kondisi seperti itu, kata Uchok, seharusnya menjadi pertimbangan Jokowi untuk tidak membuang anggaran hanya buat menyediakan fasilitas mewah bagi kabinet mendatang.
Ia pun menilai dalih usia kendaraan yang sudah 10 tahun tak bisa jadi dasar, lantaran pemerintah sebenarnya punya anggaran pemeliharaan yang dapat dimaksimalkan daripada membeli mobil baru.
"Saya kira di APBN ada dana pemeliharaannya, pasti ada uang bensin dan lain-lain. Nah, ini dimakan siapa sampai mobil mogok. Jadi jangan ada alasan mobil suka mogok, [umur] 10 tahun masih oke," ucap Uchok.
Pendapat Uchok sejalan dengan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Politikus PKS itu menilai anggaran Rp147 miliar untuk membeli mobil baru hanya buang-buang anggaran.
Menurut Hidayat, anggaran tersebut sebaiknya digunakan untk hal lain semisal membangun sekolah di beberapa wilayah yang masih hancur akibat gempa.
"Itu jelas lebih diperlukan oleh rakyat ketimbang mobil dinas yang sesungguhnya pun masih memadai untuk digunakan," kata Hidayat, salah seorang yang menggunakan mobil dinas dari negara, Kamis (22/8/2019).
Berbeda dengan Uchok dan Hidyat Nur Wahid, anggota Divisi Advokasi Sekretaris Nasional Forum Indonesia Transparansi untuk Anggaran (Fitra), Gulfino melihat pengadaan mobil ini sah-sah saja. Namun, ia meminta proses pengadaan mobil ini harus transparan.
"Asalkan memang benar-benar butuh ya," jelas Gulfino kepada reporter Tirto.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, yang biasanya berbeda pandangan dengan pemerintah dan Jokowi, tak mempersoalkan pengadaan ini. Menurut dia, usia mobil dinas yang dipakai saat ini sudah 10 tahun sehingga sudah pantas diganti.
Fadli menyebut pemerintah punya banyak pertimbangan soal pengadaan tersebut. Salah satunya yaitu biaya perawatan yang tak lagi murah.
"Ya kalau pertimbangannya sebagai mobil yang dipakai sekarang ini sudah terlalu lama dan mungkin maintenance-nya justru memakan biaya," kata Fadli, Kamis lalu.
Umur Jadi Biang Keladi
Eddy Cahyono Sugiarto, Asisten Deputi Humas di Kemensesneg, menerangkan salah satu alasan mengganti mobil ini karena usia kendaraan yang sudah uzur. Mobil yang saat ini digunakan para menteri pejabat berasal dari pengadaan tahun 2005 dan 2009.
Ia juga menyebut Kemensesneg kerap menerima laporan mobil yang dipakai saat ini sering mengalami kerusakan. Untuk itu, kata dia, pemerintah merasa perlu mengganti mobil karena sangat tidak efisien serta tidak layak bila mobil kerap rusak dipergunakan bagi pejabat negara.
"Membutuhkan biaya perawatan yang tinggi sehingga perlu diremajakan dengan pertimbangan teknis seperti faktor keamanan, keandalan, dan biaya pemeliharaan yang semakin mahal karena usia pemakaian," ujar Eddy dalam keterangan resminya.
Mendagri Tjahjo Kumolo adalah salah satu yang mengklaim merasakan uzurnya mobil dinas dari negara. Politikus PDI Perjuangan ini menyebut tak masalah pemerintah membeli mobil baru asalkan pengadaannya sesuai dengan prosedur.
"Kenapa pembelian mobil baru dinas menteri dipersoalkan, yang penting semua prosedur sudah dilalui sesuai mekanisme yang ada baik tender secara terbuka dan penganggaran terbuka disetujui DPR," ujar Tjahjo dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (24/8/2019).
Tjahjo malah bercerita soal mobil dinasnya yang kerap mogok dan ia terpaksa menumpang mobil pengawalnya. Menurut Tjahjo, mogok itu sering terjadi karena usia mobilnya sudah memasuki 10 tahun.
Bekas Sekjen PDIP itu menilai pembelian mobil dinas baru lebih efisien ketimbang mengeluarkan biaya perawatan atau perbaikan yang cukup mahal secara terus menerus.
"Biaya perbaikan cukup mahal walau kantor yang bayar. Yang penting, mobil dinas dipakai untuk kegiatan dinas dan tidak untuk kegiatan pribadi," ungkap Tjahjo.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Mufti Sholih