tirto.id - Orang yang sedang bermain bersama anaknya di pekarangan rumah itu bernama Daniel Dumile, warga kota biasa, seperti kamu dan saya, seperti bapak yang mungkin suka menyiram jalanan yang berdebu dengan air got. Seperti manusia—makhluk yang, selain memiliki sel-sel yang sangat sibuk, juga bisa mengalami perasaan senang dan sedih.
Dalam buku Mythos dikisahkan Nyx dan Erebus merupakan pasangan paling produktif. Keduanya memiliki banyak anak—beberapa mengerikan, beberapa mengagumkan, dan beberapa layak dicintai seperti Hemera dan Aether. Namun, diceritakan pula Nyx melahirkan satu makhluk yang eksentrik, tanpa bantuan Erebus.
Makhluk ini mendatangi semua makhluk, baik yang fana maupun yang abadi, dengan sembunyi-sembunyi dan membawakan mereka azab paling pedih yang bisa mereka bayangkan. Keahlian itu membuatnya menjadi makhluk paling ditakuti di jagat raya. Makhluk itu bernama Moros, atau dikenal juga dengan nama Doom.
Kehadiran Doom dalam jagat raya membuat hal-hal yang sebelumnya sudah mapan menjadi tidak masuk akal, ia adalah ancaman yang nyata tapi memilih untuk tidak kelihatan. Doom tidak hanya ada dalam jagat mitologi Yunani, tetapi juga jagat hip hop. Bedanya, Doom di dunia hip hop adalah manusia biasa, seperti yang kau lihat di paragraf pembuka. Selain itu, Doom yang ini juga mengharuskan kami mengaktifkan caps lock untuk menyebut namanya: DOOM.
Sedikit bocoran: saya akan menutup cerita ini dengan kabar kematian, menyelipkan kisah perayaan hidup di bagian tengah cerita, dan membukanya dengan kematian.
Kematian dan Kelahiran Kembali
Pada 23 April 1993, DJ Subroc—adik DOOM—meninggal dunia. Kepergian DJ Subroc adalah pukulan telak bagi grup hip hop KMD (Kausing Much Damage, or A positive Kause in a Much Damaged society) yang tengah mempersiapkan album kedua mereka, Black Bastards.
Tak lama, pukulan lain datang dari label mereka, Elektra Records, yang memutuskan untuk tidak melanjutkan kerja sama dengan alasan sampul album Black Bastards terlalu kontroversial. DOOM, yang saat itu menggunakan alias Zev Love X, menghilang dari hip hop arus utama.
Ia memilih menjadi orang biasa: Daniel Dumile, warga kota yang senang bermain bersama anaknya di rumah.
Album Black Bastards sebetulnya merupakan amplifikasi dari isu penting yang ditawarkan Mr. Hood (1991), album perdana mereka yang membicarakan rasisme di Amerika Serikat dalam bentuk yang komikal.
Memang, pada awal 90-an, kesadaran dan pemberdayaan politik komunitas kulit hitam di kancah hip hop merupakan komponen penting untuk merakit kembali sisa-sisa kekuatan dan kepercayaan diri yang digerus oleh orang kulit putih sampai jadi abu. 2Pac berada dalam tradisi rapper politis seperti KRS-One dan Public Enemy, hal ini tak mengagetkan mengingat keluarganya aktif dalam gerakan Black Panthers Party, dan semasa remaja berada di lingkaran Young Communist League. Dengan pondasi sekuat itu, ia segera menjadi aktor penting dalam masa transisi hip hop. 2Pac bukan cuma nge-rap, dia juga mendefinisikan dan menyempurnakan imaji, gaya, persona, dan sikap gangsta rap. Ia dalam 2Pacalypse Now, secara metaforis, mengenakan topeng untuk membawa pendengarnya pada lirik-lirik tentang hidup yang celaka sebagai kaum yang terpinggirkan, dan menjadi arketip bagi hip hop kemudian.
Namun, pada 1999, dunia dikejutkan Operation: Doomsday. Bukan hanya musik, album itu menggempur pendengarnya dengan olah verbal yang tajam, kandungan ironi dan humor gelap, dan lirik yang menyeramkan. Metal Face DOOM. Ia tidak lagi menggunakan topeng sebagai metafora seperti 2Pac; ia memakai topeng sungguhan. Dan di balik topeng itu bersemayam Daniel Dumile, warga kota yang senang bermain bersama anaknya di rumah.
“Visual selalu membawa kesan pertama. Kalau memang visual menjadi kesan pertama, aku sebaiknya menggunakannya untuk mengontrol jalan cerita. Jadi, ya, kenapa enggak pakai topeng saja?” katanya.
Operation: Doomsday dan Pendongeng Ulung
Pada 2011, dalam sesi Red Bull Music Academy di Madrid, ia menerangkan bagaimana ia mendapat gagasan untuk membuat beragam persona: “Ide membuat karakter-karakter yang berbeda ini sebenarnya cuma buat menyampaikan alur cerita. Kalau hanya berasal dari satu karakter sepanjang waktu, bagiku, bikin ceritanya jadi membosankan. Aku mendapatkan ide itu dari novel dan gaya berceritanya, atau dari film di mana terdapat banyak karakter yang membawa jalan cerita masing-masing.”
Ia pernah menamai dirinya Zev Luv X lalu King Geedorah lalu Viktor Vaughn lalu MadVillain lalu DangerDOOM lalu Unicron lalu MA DOOM lalu DOOMStarks lalu J DOOM lalu NehruvianDOOM lalu MF DOOM. Ia menggunakan semua karakter itu karena perlu. Tak ada gimmick di sini. Seperti pendongeng ulung, setiap karakter memiliki perspektif berbeda, dan pada satu titik bisa saling membantah satu sama lain.
Kita bisa merekonstruksi kelahiran Operation: Doomsday dari cuitan DJ Stretch Armstrong ini
DOOM meminjam studio temannya, meminjam MPC dan kelengkapan rekaman, dan mulai memproduksi lagu. Ia hanya tidur 3-4 jam setiap harinya. Sebagai seorang kreator, kau mungkin tahu perasaan seperti apa yang meledak-ledak di dalam kepalamu dan membuatmu senang bisa bangun tidur dan berharap tubuhmu tidak perlu tidur sama sekali—meski mustahil. Di sela-sela rekaman, ia mencuri-curi tidur, dan mengorok. Sebelum bangun dan berhadapan dengan Tascam 8 track dan mulai merayakan kegembiraan lagi, tahu bahwa ia sedang melahirkan sesuatu yang akan membuatnya merasa hidup.
Saat itu mungkin ia sendiri tidak berani mengira, apalagi berharap, bahwa musik dan persona yang ia ciptakan kelak membawa pengaruh besar bagi banyak orang. Ia hanya senang melakukannya: mengumpulkan koleksi ingatan tentang situasi sosial dan politik yang terjadi sejak awal hingga menjelang akhir dekade 90-an, bagaimana ia berhasil menaklukan dirinya lagi, mengumpulkan keberanian, dan menjadi diri yang lebih baik dari sebelumnya. Semua kisah heroik itu dibungkus dalam narasi yang terbaca seperti sebuah komik, dalam balutan cerita anti-hero yang mengagumkan.
Ia bahkan mungkin tidak mengira bahwa musiknya sampai juga ke negara yang juga gemar memakai topeng ‘orang baik’ untuk menutupi hal-hal yang kurang: Indonesia.
Morgue Vanguard Mengenang DOOM
Saya tidak tahu banyak soal hip hop; cuma suka membaca sejarah dan teorinya. Dan, sebagai seorang penulis fiksi, saya menyukai DOOM karena dia pencerita yang ulung. Jadi, saat menulis obituari ini, saya merasa perlu ahlinya: mereka yang memang menggeluti rap.
Ada dua nama rapper Indonesia yang muncul ketika saya memikirkan DOOM. Pertama, Kareem Soenharjo alias Yosugi alias BAP. Kedua adalah Herry Sutresna alias Ucok alias Morgue Vanguard. Kareem mengatakan bahwa ia ingin membantu saya menulis artikel ini, tetapi ia masih dalam keadaan terpukul atas kepergian DOOM. Beruntung bagi saya, Ucok bersedia menceritakan sejauh mana DOOM mempengaruhi kekaryaannya.
Ucok bercerita ia tertarik dengan MF DOOM sebelum ia menjadi MF DOOM. Tepatnya pada single kojo 3rd Bass di tahun 1990, “Gasface”, ia sebagai bagian dari KMD bertamu di lagu itu. Itulah era pertengahan hip hop yang kelak dikenang sebagai era keemasannya sebelum berakhir pada pertengahan 1990-an.
Ucok menambahkan, inovasi artistik gila-gilaan yang membentuk hip hop seperti yang didengar sekarang, terjadi di era itu. Tak terkecuali di dalamnya adalah grup KMD di mana DOOM masih bernama Zev Love X.
“Zev Love X bereinkarnasi di penghujung 1990-an dengan moniker MF DOOM, dan mulai memberi pengaruh besar bagi saya. Rilisan demi rilisan, DOOM mempraktekkan teknik rap yang kompleks dan jarang dipakai MC era itu, multisilabel yang rumit dengan diksi yang absurd. DOOM-lah salah satu MC yang bagi saya secara personal mempengaruhi cara saya menulis dan memberi tantangan bagi saya sendiri ketika menulis rima dalam bahasa lokal, dengan kerumitannya sendiri.”
“Mendengar kembali Doom bagi saya merupakan perjalanan kilas balik bagaimana hip hop membentuk saya,” kata Ucok, sebelum mengakhiri percakapan dengan kalimat pamungkas, “Bagaimana kebudayaan populer mempengaruhi cara berpikir dan berbuat.”
Pahlawan (Anti-pahlawan) yang Anonim
Sepanjang kariernya, DOOM memperlihatkan kepada dunia model disrupsi terhadap apa yang dianggap ‘normal’ dalam suatu masyarakat. Dengan topengnya, ia dikenal luas sebagai seorang seniman danbisa disukai dan bisa pula dibenci, tetapi ketika topeng itu dibuka ia menjadi warga biasa. Tak ada foto wajah yang diambil tanpa topeng, nyaris anonim.
Hip hop selalu menempati posisi unik dalam musikologi Amerika. Ia berasal dari orang-orang yang dipinggirkan sistem, ia dikomodifikasi dan sanggup merembes hingga menjadi musik arus utama, ia menjadi sumber benci-cinta akibat konten yang kerap terkait dengan kekerasan dan patriarki, dan sebagai karya seni ia mengoleksi kritik yang barangkali sama besar dengan pujian yang diterima. Namun siapapun yang mendengarkan hip hop tahu, musik ini menyimpan daya subversif yang tinggi, dan mengingat DOOM dengan cara seperti itu membuat saya bisa membayangkan dunia alternatif yang jauh lebih baik dari dunia ini.
Saya rasa jarang ada yang memperdebatkan kedahsyatan album Madvillainy (2004). Kebanyakan akan sepakat bahwa ia adalah mastepiece. Namun ada hal penting di dalam Operation: Doomsday yang rasanya sayang jika dilewatkan: bagaimana DOOM menggunakan fantasi kartun sebagai bentuk kritik terhadap dunia nyata, bagaimana seseorang mengkooptasi duka akibat kehilangan dengan humor, dan bagaimana sebagai individu seseorang bisa memulihkan diri dan menularkan resepnya ke dalam massa dan menularkannya ke seluruh dunia.
Di dalam unggahan instagram Jasmine, sang istri, mengabarkan kabar itu kepada penggemar DOOM. Ia membukanya dengan ‘Kepada Dumile’, dan menutupnya dengan mengindikasikan bahwa suaminya telah meninggalkan dunia pada 31 Oktober 2020. Seperti kebanyakan orang, saya senang membayangkan bahwa kabar itu hoaks, bahwa DOOM hanya sedang mempersiapkan karakter baru, nama alias baru, proyek baru. Namun, sepertinya kabar itu benar dan kita mesti merasakan kehilangan, hingga suatu hari ia menjadi masuk akal.
Saya akan menutup tulisan ini dengan semacam harapan baik dari lirik Strange Ways: “Set the revolution, let the things bust and thank us/When the smoke clear, you can see the sky again/There will be the chopped off heads of Leviathan”. Apapun yang terjadi dalam aksi revolusi akan menemukan keindahannya setelah kita berhasil memancung kepala Leviathan, atau dalam Hobbesiana, negara yang sewenang-wenang.
Selamat jalan Daniel Dumile!
Editor: Windu Jusuf