Menuju konten utama

Mewaspadai Penurunan Kembali Indeks Harga Saham Nasional

Analis mengatakan, pelemahan harga saham terjadi karena kebijakan bank sentral Jepang yang mengubah suku bunganya beberapa waktu lalu.

Mewaspadai Penurunan Kembali Indeks Harga Saham Nasional
Petugas menghitung uang pecahan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Jumat (21/6/2024). ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga/aww.

tirto.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,53 persen ke posisi 7.166,69 pada perdagangan Rabu (7/8/2024) per 09.12 WIB. Laju indeks harga saham ini melanjutkan penguatan pada penutupan perdagangan hari sebelumnya, yang berada di level 7.129,22 atau menguat 0,99 persen.

Rebound di pasar saham mulai terjadi sejak perdagangan Jumat (2/8/2024) IHSG rontok minus 0,24 persen ke level 7.308,12, padahal pada perdagangan hari sebelumnya masih menguat 0,97 persen di level 7.325,98, bahkan, pada perdagangan Senin, IHSG anjlok minus 3,40 persen ke level 7.059,65.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi, mengakui, volatilitas memang tengah terjadi di pasar keuangan. OJK malah mencatat penurunan telah terjadi pada akhir Juli, yang mana secara year-to-date (ytd) mengalami pelemahan sebesar 0,23 persen meski secara month-to-date (mtd) menguat 2,72 persen ke level 7.255,76.

"Di pasar saham, IHSG menguat 2,72 persen mtd pada 31 Juli 2024 ke level 7.255,76, ytd terkoreksi 0,23 persen," ujarnya, dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (5/8/2024).

Selain itu, nilai kapitalisasi pasar di pasar saham tercatat sebesar Rp12.338 triliun, mengalami peningkatan baik secara ytd maupun mtd, dengan masing-masing sebesar 5,76 persen dan 1,83 persen serta. Kemudian, non-resident mencatatkan net buy Rp6,68 triliun secara mtd, namun net sell sebesar Rp1,05 triliun secara ytd.

"Secara mtd, penguatan terjadi di hampir seluruh sektor dengan penguatan terbesar di sektor industri dan transportasi dan logistik. Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham tercatat Rp11,87 triliun ytd," jelas Inarno.

Technical Analyst Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova, menilai, pelemahan yang terjadi tempo hari merupakan gerakan koreksi agresif yang diperkirakan sebagai fase awal wave (II). Pasalnya, harga saham anjlok di bawah 7.207 yang sebelumnya merupakan support krusial.

“Target koreksi terdekat dari wave (II) menurut analisis Fibonacci Retracement akan berada pada level 6949. Level support IHSG berada di 6949, 6839 dan 6782, sementara level resistennya di 7184, 7264 dan 7374. Berdasarkan indikator MACD (Moving Average Convergence Divergence) menandakan momentum bearish (penurunan harga berkelanjutan pada periode waktu tertentu),” jelas dia, dalam analisisnya, kepada Tirto, Rabu (7/8/2024).

Selain itu, koreksi ini juga membatalkan skenario bullish -kenaikan harga saham secara berkelanjutan dalam periode waktu tertentu- yang diramalkan sebelumnya. Ia mengatakan, ketidakpastian pasar keuangan global saat ini disebabkan beragam faktor, antara lain melesetnya prediksi data ketenagakerjaan di Amerika Serikat hingga kenaikan suku bunga bank sentral Jepang, Bank of Japan. Faktor tersebut memicu bursa saham dunia, termasuk Indonesia terkoreksi.

Saat ini, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat angka pengangguran mencapai 4,3 persen di Juli 2024 atau naik dari angka 4,1 persen pada Juli 2024. Pandangan ini berbeda jauh dalam prediksi ekonom sebagaimana survei Reuters bahwa jumlah lapangan pekerja akan bertambah hingga 175.000 lapangan pada Juli, tetapi hanya tumbuh 114.000 lapangan kerja.

Sementara itu, suku bunga bank sentral Jepang naik sebesar 0,25 poin dari sebelumya di angka 0-0,1 persen pada bulan Maret-Juni 2024 demi menekan angka inflasi di Jepang. Kenaikan suku bunga ini di luar ekspektasi pasar dan menjadi yang tertinggi dalam 16 tahun terakhir.

“Sebenarnya yang membuat market bergejolak karena ini hanya berkaitan dengan kebijakan bank sentral Jepang dalam menaikkan suku bunga acuan dari sebelumnya itu minus 0,1 persen, tapi dia menaikkan suku bunganya sampai ke 0,25 persen. Ini yang membuat market bergejolak,” jelas Senior Analyst Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gupta, saat dihubungi Tirto, Rabu (7/8/2024).

Dari sisi domestik, anjloknya pasar saham adalah respons atas rilis data ekonomi Indonesia, yang pada triwulan II 2024 hanya sebesar 5,05 persen (year-on-year/yoy). Angka triwulan II 2024 masih lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang masih berada di level 5,11 persen (yoy). Kondisi ini diperparah dengan Indeks manufaktur atau Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang pada Juli 2024 anjlok ke level 4,93 dan masuk ke zona kontraksi.

“Bila kita melihat data-data manufacturing PMI, dari global maupun Indonesia khususnya itu di bawah 50. Berarti mulai terjadi kontraksi, padahal sebelumnya ekspansi,” imbuh Nafan.

Kendati begitu, anjloknya pasar saham selama beberapa hari sebelumnya tidak akan memberi dampak besar pada IHSG secara keseluruhan, maupun emiten pada sektor-sektor tentu. Ia beralasan, penurunan yang terjadi hanya bersifat sementara.

Alih-alih penurunan yang terjadi pada perdagangan Jumat-Senin kemarin, IHSG ke depan akan lebih dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Indonesia dan juga global. Oleh karena itu, Nafan mengingatkan pemerintah agar dapat menjaga ekonomi nasional dari dampak rambatan ketidakpastian kondisi ekonomi global. Pun, pemerintah juga perlu meningkatkan investasi asing alias Foreign Direct Investment (FDI) untuk mendongkrak kinerja industri manufaktur.

Dari sisi global, pemerintah juga perlu mengantisipasi dampak penurunan suku bunga acuan Bank Sentral AS, The Federal Reserve, alias The Fed (Fed Fund Rate/FFR) selain ketidakpastian global. Nafan menilai, dengan peningkatan pengangguran yang terjadi di AS, akan membuat The Fed lebih cepat menurunkan suku bunga acuan.

“Kita tunggu The Fed ya pada September nanti. Soalnya kan kalau dari data US Labour Market kan mengalami deteriorating, hasilnya di bawah ekspektasi, terus juga angka pengangguran mulai naik. Jadi wajar saja, ini akan mendorong The Fed melakukan pelonggaran moneternya, sambil menantikan The Fed dot plot,” katanya.

Kebijakan penurunan FFR ini pun bakal menentukan apakah nantinya AS akan mengalami resesi yang dalam atau hanya sekedar soft landing (tumbuh tanpa periode resesi yang parah).

“Tapi kalau terjadi hard landing, tentunya akan ada ancaman resesi. The Fed misalnya masih menerapkan higher-for-longer, tapi kan sekarang sudah berbeda, ECB (European Central Bank) aja sudah menurunkan suku bunga acuan terlebih dulu. Baru Bank of England (juga menurunkan suku bunga acuan),” sambung Nafan.

Di balik anjloknya IHSG, ada kesempatan yang dapat diambil investor untuk mengakumulasi saham-saham berkinerja apik. Ia menilai, pada momentum ini, mayoritas harga saham mengalami penurunan.

“Untuk sektor yang bisa dicermati ada finansial, cyclical, infrastruktur, transportasi, teknologi dan properti,” ungkapnya.

Sementara itu, Technical Analyst Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova merekomendasikan investor pada saham-saham seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk atau Alfamart (AMRT), PT Astra International Tbk (ASII), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).

Untuk ADRO, Ivan menyarankan buy pada rentang harga 3.020–3.090 dengan target harga terdekat 3.230. Sedangkan AMRT disematkan Buy on Weakness pada rentang harga 2.580–2.650 dengan target harga terdekat di 2.780.

Selanjutnya, Ivan menyematkan status Hold pada saham ASII dengan target harga terdekat di 4.830 dan Accumulative Buy pada rentang harga 9.750–9.850 dengan target harga terdekat di 10.500.

“Berdasarkan indikator MACD menandakan momentum bearish, CPIN Hold atau Trading Buy pada rentang harga 5.000–5.050 dengan target harga terdekat di 5.450,” tutup Ivan.

Baca juga artikel terkait IHSG atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher