tirto.id - Ratusan buruh dari tiga perusahaan di Kota Semarang, Jawa Tengah terkonfirmasi positif Corona atau COVID-19. Klaster perusahaan ini turut menyumbang peningkatan signifikan terhadap kasus COVID-19 di kota tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Abdul Hakam kepada reporter Tirto, Kamis (9/7/2020), menjelaskan klaster baru penularan COVID-19 di tiga perusahaan tersebut diketahui mulai terjadi sejak pertengahan Juni. Awalnya, kata dia, ada satu buruh dari perusahaan tersebut yang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP). Penularan awal diduga terjadi saat di rumah atau indekos, kemudian ia bekerja di pabrik hingga menularkan virus ke buruh lain.
Perusahaan kemudian melaporkan jika ada buruh yang mendapatkan hasil reaktif lewat rapid test atau tes cepat secara massal. Tes dilakukan mandiri oleh perusahaan, tapi dalam pengawasan Dinkes Semarang.
“Dari hasil tes massal tersebut didapati beberapa hasil ada yang positif [COVID-19] dan ditindaklanjuti dinkes untuk dilakukan tracing,” kata Hakam.
Mereka yang kedapatan reaktif dites lagi dengan metode polymerase chain reaction (PCR) atau tes swab. Lantas diketahui dari tiga perusahaan tersebut ada 260 buruh terkonfirmasi positif, 35 di antaranya kini telah dinyatakan sembuh.
Para buruh dikarantina di sejumlah tempat. Termasuk rumah dinas Wali Kota Semarang, rumah masing-masing, dan tempat karantina dari perusahaan.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyebut klaster penularan COVID-19 di tiga perusahaan ini mengakibatkan lonjakan kasus hingga 30 persen lebih. Hingga Kamis (9/7/2020), total kasus positif COVID-19 di Semarang sebanyak 2.276 kasus, dengan rincian 903 dalam perawatan, 1.53 sembuh, dan 220 di antaranya meninggal.
Buruh Cemas, Perusahaan Abaikan Prokokol
Ketua Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasiona (FKSPN) Jawa Tengah Nanang Setyono mengatakan berdasarkan aduan dari sejumlah buruh, masih ada perusahaan di Jawa Tengah yang abai terhadap protokol kesehatan.
“Tempat cuci tangan, masker, dan sterilisasi tempat kerja itu tidak dilakukan sehingga teman-teman was-was dalam bekerja,” kata Nanang kepada reporter Tirto, Kamis (9/7/2020). “Banyak perusahaan yang abai seperti itu.”
Banyak buruh harus menyediakan sendiri kebutuhan kesehatan seperti masker dan cairan pembersih tangan di tempat kerja.
Jika ada perusahaan yang kedapatan jadi tempat penyebaran virus, Nanang mendesak manajemen menghentikan produksi minimal tiga hari. “Selama dihentikan, perusahan harus sterilisasi. Yang kedua buruhnya harus dites rapid atau swab. Dengan demikian setelah dipekerjakan kembali sudah ada jaminan tempat kerja steril.”
Abdul Hakam mengatakan ada banyak faktor yang membuat penularan COVID-19 terjadi di tiga pabrik, tapi semuanya terkait “penerapan protokol kesehatan yang tidak sesuai prosedur.” Tapi beda dengan Nanang yang mendesak pabrik ditutup sementara, Hakam menilai itu tak perlu dilakukan.
“Kami belum memikirkan lockdown sejauh perusahaan kooperatif, melakukan tes pada orang yang berisiko, meliburkan atau karantina pegawai yang positif, serta lingkungan perusahaan tetap mematuhi protokol kesehatan,” kata Hakam.
Ia mengimbau perusahaan mengatur jam kerja bergilir, istirahat, dan tempat makan. Tujuannya agar tak terjadi penumpukan dan jaga jarak bisa dapat diterapkan.
Identitas Perusahaan Harus Diungkap
Nanang Setyono menilai selain semestinya ditutup, penting pula bagi publik mengetahui identitas tiga perusahaan tersebut. “Kalau ketiga identitas perusahaan itu tidak dibuka ke publik [oleh pemerintah], maka masyarakat tidak bisa berhati-hati dan menjaga diri,” ujar dia.
Bisa jadi buruh lain di perusahaan tersebut tidak tahu bahwa di tempatnya bekerja ada yang pernah terpapar atau perusahaan lain yang ada di kawasan industri yang sama. Merahasiakan nama perusahaan sama saja membahayakan orang lain, katanya.
“Jika diungkapkan [identitas perusahaan] maka akan sangat bermanfaat untuk pencegahan penyebarannya,” kata Nanang.
Abdul Hakam memang tak menyebutkan lebih jauh nama tiga perusahaan yang menjadi klaster penularan COVID-19 tersebut. Namun Wali Kota sempat menyebut bahwa tiga perusahaan itu bergerak di bidang industri garmen, migas, dan salah satunya adalah berstatus pelat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz