tirto.id - Berbekal data National Institutes of Health, data yang salah satunya menyebut skala narsisme mahasiswa pada 2009 meningkat hingga 58% dibanding tahun 1982, kontributor Time Joel Stein menuding generasi milenial sebagai generasi pemalas, tanpa capaian, dan enggan bekerja keras. Menurut Stein, meski didukung ketersediaan beragam fasilitas, milenial lebih menyukai segala hal yang instan dan tidak repot. Bahkan, di balik kenginan untuk mandiri dan dihargai, kelompok yang lahir di rentang 1981-1994 ini masih bergantung kepada orangtua.
Meski demikian, riset yang dilakukan ManpowerGroup justru memberi gambaran mengejutkan. Dengan bertanya kepada 19 ribu milenial dari 25 negara—termasuk 8 ribu karyawan dan lebih dari 1.500 manajer perekrutan perusahaan—tentang apa yang diinginkan dan bagaimana mereka memandang pekerjaan, survei tersebut malah membantah stereotip yang ada: generasi milenial terbukti bekerja lebih keras dibandingkan generasi sebelumnya. Dalam riset juga terungkap jika mayoritas milenial memandang bekerja sebagai proses mengembangkan diri.
Sebenarnya wajar bila generasi milenial bekerja lebih keras, cerdas, dan praktis, mengingat tantangan atau tuntutan hidup terus bertambah dari waktu ke waktu. Setiap tahun, misalnya, biaya kesehatan, pendidikan, hingga tempat tinggal mengalami kenaikan cukup signifikan.
“Generasi milenial Indonesia saat ini dihadapkan dengan persoalan sulitnya memiliki rumah. Hal ini terjadi antara lain disebabkan karena pengeluaran konsumsi milenial tinggi, kenaikan upah (rendah) sampai suku bunga,” ungkap Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid, Selasa (18/6).
Pergumulan mempersiapkan masa depan menjadi semakin sulit mengingat biaya hidup sehari-hari juga tak sedikit. Belum lagi terkait gaya hidup. Milenial banyak mengeluarkan uang untuk hal-hal bersifat jangka pendek, seperti makan dan membeli pakaian, dibandingkan yang bersifat jangka panjang.
Fakta itu diamini oleh survei "The Future of Money" yang dilakukan atas kerjasama perusahaan Luno dengan Dalia Research pada 17 Mei–7 Juli 2019. "Sekitar 69% generasi milenial Indonesia tidak memiliki strategi investasi," kata David Low, General Manager Asia Tenggara Luno. Survei tersebut juga menyatakan, walau sebagian besar milenial sudah menetapkan anggaran bulanan dan disiplin menjalankannya, mereka tidak menggunakan uang untuk berinvestasi.
Jika terus bertahan dengan manajemen keuangan yang berantakan, masihkah ada harapan bagi kita, generasi milenial Indonesia, untuk mencapai kemerdekaan finansial?
Jalan Panjang Menuju Kemerdekaan Finansial
Kata merdeka identik dengan keleluasan bergerak, kebebasan menentukan masa depan. Esok, kita memperingati HUT Kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia. Bagaimana mungkin setiap tahun larut dalam euforia perayaan sementara diri masih terjebak dalam hidup tanpa tujuan? Jika berada dalam kondisi demikian, bukan tak mungkin kita “terjajah” oleh rasa takut menghadapi hari-hari yang tak pasti sehingga berhenti merancang impian.
“Betapa pun gigih usaha untuk menghindarinya, hidupmu sendiri terdiri dari rangkaian masalah, kesulitan, dan tantangan yang tak pernah berakhir. Seperti ombak di lautan, mereka muncul tanpa henti,” tulis Brian Tracy dan Christina Tracy Stein dalam Kiss That Frog!: 12 Great Ways to Turn Negatives into Positives in Your Life and Work (2000).
Kita tak bisa memperkirakan kapan “ombak di lautan” datang dan pergi. Maka satu-satunya jalan keluar adalah dengan menghadapinya. Dalam mengelola stres, motivator Dale Carnegie menyarankan kita untuk memilih antara fokus ke hal-hal yang membuat khawatir ataukah yang mendukung hidup baru, kehidupan yang merdeka. Tidak ada cukup energi untuk melakukan keduanya.
Kondisi finansial ibarat bahan bakar bagi kendaraan yang kita pakai untuk meraih kemerdekaan, dan biasanya kekhawatiran terbesar justru soal cukup-tidaknya persediaan bahan bakar yang dimiliki untuk sampai tujuan. Maka kita tak cuma perlu merancang strategi, tetapi juga harus memastikan strategi keuangan itu tepat sesuai kebutuhan.
Selain perencanaan keuangan (jangka pendek, menengah, panjang) yang matang: investasi sejak dini, dana darurat, pendidikan anak, pensiun yang mencukupi, serta hidup bebas cicilan; asuransi merupakan bagian cukup penting dalam proses menuju kemerdekaan yang sering kali diabaikan.
Orang-orang terlalu sibuk menabung agar memiliki simpanan finansial yang cukup, tetapi tidak melindungi diri dari risiko di masa depan yang bisa menghabiskan simpanan itu dalam sekejap. Terbukti, hingga akhir 2018, Dewan Asuransi Indonesia (DAI) menyebut hanya 1,7% masyarakat yang memiliki asuransi. Sedangkan pada kuartal pertama tahun ini, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) juga mencatat bahwa pertumbuhan tertanggung turun 9,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
FWD Life yang sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK pun hadir untuk menawarkan jawaban atas ketidakpastian hidup dengan pengalaman berasuransi yang BEDA—mudah, terjangkau, nyaman—dilengkapi beragam pilihan perlindungan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kesanggupan finansial penggunanya.
Perlindungan yang luas memungkinkan tiap orang menikmati hidup dengan lebih leluasa. Kita bisa #BebaskanLangkah dalam mengejar passion tanpa perlu khawatir akan risiko keuangan. Maka, apa pun gaya hidup, aktivitas, dan pekerjaan kita, cukup pastikan sudah terlindungi. Ambil langkah tepat untuk proteksi finansialmu di sini.
Saat ini, FWD Life hadir dengan solusi pembelian asuransi yang jauh lebih mudah dan praktis secara online—seperti berbelanja di situs e-commerce langganan. Produk-produk yang ditawarkan menjamin kita terbebas dari kekhawatiran masalah finansial, salah satunya Asuransi Bebas Handal. Asuransi kesehatan berbasis syariah dengan kontribusi mulai dari Rp75 ribu/bulan ini meng-cover seluruh biaya inap rumah sakit, dokter, hingga obat-obatan sesuai limit.
Kita baru merdeka bila berhasil mencapai tujuan keuangan yang diinginkan dan mampu menjalani hidup secukupnya tanpa berutang. Namun sesungguhnya merdeka secara finansial tak melulu berkaitan dengan aset. Yang terpenting adalah semua pencapaian itu membuat kita bahagia.
Hidup memang tak mudah ditebak, tetapi justru itulah daya tariknya. Kini tak ada lagi alasan untuk takut menghadapi “ombak di lautan”. Mari merayakan kehidupan sebagai generasi yang sepenuhnya merdeka...dan tentu saja bahagia.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis